Ku Tunggu Hadirmu (Bagian 2)
Tantangan Hari ke-964
#TantanganGurusiana-3
~
Serangan virus corona, yang telah memporakporandakan beberapa sendi kehidupan, masih dirasa lumayan berat. Entah mengapa, sebagai pendidik cemas dan khawatir dengan kondisi seperti ini. Rasa hormat serta perilaku pelajar serasa ada yang aneh. Tidak seperti generasi terdahulu sebelum datangnya serangan virus tersebut.
Sebut saja indeks integritas siswa. Karena pelaksanaan ulangan dan penilaian dilakukan secara daring, maka sudah bukan rahasia lagi, jika ada ulangan atau ujian dari guru/sekolah, maka peluang melakukan kecurangan sangat besar. Perolehan nilai akademik siswa melesat seperti anak panah yang lepas dari busurnya. Melesat tajam, bahkan masuk dalam kategori mengerikan. Perolehan nilai tinggi, tidak dibarengi dengan tingkat pemahaman mereka terhadap materi yang tak sebanding dengan capaian nilai tersebut.
Anehnya, banyak orang tua menganggap itu semua biasa-biasa saja. Belum lagi aspek sikap anak kepada guru juga mengalami degradasi yang luar biasa pula. Perilaku mereka dalam melanggar aturan sekolah juga dianggap biasa. Jika ada pelanggaran, pihak sekolah yang melakukan tindakan tegas atas pelanggaran tersebut harus siap menghadapi resiko.
Anehnya, tidak sedikit orang tua yang melakukan perlawanan kepada pihak sekolah. Sanksi tegas dari sekolah terhadap anaknya, akan mereka hadapi dan lawan dengan berbagai cara. Bisa melalui tangan tokoh politik, aparat penegak hukum, bahkan pejabat tinggi lainnya di daerah tersebut. Jika ini dibiarkan, maka akan lahirlah generasi bar-bar. Generasi yang juga akan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan sesuatu.
Akan dibawa kemana pendidikan di negeri ini. Manakala lembaga pendidikan yang menjadi tempat bersemainya semua tata aturan, yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta didik dalam meraih prestasi terbaiknya. Membiarkan para pelanggar aturan sekolah, sebenarnya orang tua siswa sedang mengajarkan anaknya kedepan menjadi orang yang tidak baik.
Ibarat pepatah, tidak akan mungkin membersihkan pakaian kotor dengan air yang kotor. Begitu juga dengan lembaga pendidikan. Manakala sekolah sudah diintervensi dalam mengajarkan siswa taat dan patuh dengan aturan, maka bersiap-siaplah kita melihat generasi muda masa depan yang juga dengan serampangan melanggar peraturan. Jujur saja, saya pribadi sangat merindukan pendidikan masa lalu, yang mengajarkan betapa pentingnya rasa hormat siswa kepada gurunya. Bagaimana cubitan sang guru, mengajarkan sang anak tertib dan taat dengan aturan.
Kutunggu hadirmu wahai guruku. Sosok yang tegas, tapi sedikitpun tidak ada rasa khawatir ia akan dikasuskan, apalagi sampai dipenjarakan karena mendidik dan mendisiplinkan siswanya. Berbeda dengan sekarang. Guru menjadi gamang mengambil tindakan dalam mendidik siswanya. Ada berbagai ancaman yang terbayang di pelupuk mata. Ini bukan isapan jempol. Sudah banyak guru yang dibui dan dihakimi oleh orang tua yang tidak terima anaknya diajarkan akhlak mulia, sesuai amanah undang-undang.
Akhirnya, saya sangat merindukan hadirnya sang guru, yang pedulinya tak terperi. Kehadirannya selalu dinanti. Saat cubitannya menempel dipinggul, tidak akan pernah kisah itu disampaikan kepada orang tua dirumah. Karena bukan pembelaan yang didapat, tapi bonus tambahan karena sudah berperilaku tidak baik kepada sang guru.
Mungkin karena itu pula, keberkahan ilmu sang guru sangat terasa. Rasa sayang sang guru itu terus membekas. Ia yang mengajarkan bagaimana menjadi sosok yang baik, siswa yang bukan hanya cakap akdemiknya, tapi juga baik akhlaknya. Karena tidak mungkin sukses yang kini diraih, tanpa kerja keras sang guru. Rasa sayangnya, mengalahkan kemarahannya. Andaikan sang guru marah, itupun karena sayangnya terhadap sang murid. Ia tidak ingin siswanya gagal dimasa depan. Ia yang mungkin saja segera dilupakan oleh siswanya, sedikitpun tidak ada rasa sesal, karena ia melakukannya dengan ketulusan hati.
(Bersambung)
~~
~~ Mendalo Mas, 030922 ~~
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Perbedaan sikap orang tua zaman dulu dan zaman now mempengaruhi sikap anak2. Ulasan yang cerdas, Pak
Tetap semangat ya Abang Burhani. Baarakallaahu
Ulasan yang menarik pak Burhani, sama pak disini orangtuanya maju jadi untuk apa anaknya dititipkan agar dididik. Semoga sukses selalu
Kadang bahasa disiplin dulu dan sekarang sudah bergeser nilainya karena ada kesan orang tua tak logika padahal untuk kebaikkan anak ya Pak
Kerjasama yang harmonis antara sekolah dan orang tua acapkali ternoda. Kondisi real di lapangan. Menawan goresannya, Pak.
Betuulll bgt mas gr. Ternyata dimana2 sama spt itu, ya? Kadang yg mrasa sdg punya kuasa tdk mendukung pendidikan moral malah mencari pembenaran diri dg sensasi. Yuukk trs bergerak dg menunjukkan profil Pancasila. Semangaatt
Menjadi keprihatinan kita bersama, butuh waktu lama untuk memulihkan kondisi.
Ulasan yang luar biasa, Bapak. Sama dengan unek-unek di kepala saya. Kemarin saya menegur siswa yang bicara tidak sopan di sosmed. Eh, ortunya komplain, kenapa anaknya dimarahi? Katanya itu kalimat yang biasa bagi anak sekarang... Saya genti diceramahi, katanya saya ga tahu perkembangan... . Ambyar, dah. Salam sukses selalu.
Ulasan yang mantap dan luar biasa, sukses selalu pak
Bukan hanya salah anak tapi sikap orangtua yang tak elok juga menyebabkan degradasi moral. Sementara guru makin dikebiri kewenangannya dalam mendidik anak. Semoga sehat dan sukses selalu Pak.