Harapan Musnah Sakaratul Maut
#tantanangurusiana hari ke-10
Hari ini saya akan menulis kembali puisi yang Bapak tulis ketika ibunya meninggal dunia. Bapak begitu terpukul saat nenek meninggal secara mendadak. Rasa bersalah Bapak karena tidak bisa menuntun Talqin pada nenek, membuat Bapak depresi. Sampai-sampai Bapak mengurung diri di kamar, tidak mau ditemui siapa pun, termasuk saya anaknya.
Nenek meninggal sangat mendadak. Waktu itu nenek datang ke rumah Bapak, dan minta maaf pada semua keluarga dan masyarakat yang ditemuinya sepanjang jalan ke rumah Bapak, sambil membawa buah mangga. Saya ga nyangka itu adalah hari terakhir bersemuka dengan nenek. Karena saya harus kembali ke Semarang untuk kuliah.
Nenek awalnya mengeluh sama Bapak, katanya sakit perut. Terus nenek di bawa ke dokter. tapi pulang dari dokter, nenek minta tinggal di Babakan di rumah anaknya yang perempuan. Akhirnya Bapak mengantar nenenk ke Babakan. Di Babakan, nenek meninggal sampai tidak ada yang memberitahu Bapak kalau nenek sedang kritis. Tiba-tiba Bapak diberi kabar, kalau nenek sudah tiada. Betapa kecewanya Bapak saat itu, karena Bapak punya mimpi ingin menuntun ibunya membaca talqin menjelang tidur panjangnya. Akhirnya rasa kecewa yang dalam, Bapak tumpahkan pada sebuah tulisan berupa puisi yang diberi judul "Harapan Musnah Sakaratul-Maut"
Saat nenek meninggal, saya tidak diberi kabar karena takut mengganggu saya yang sedang ujian. Di Semarang, saya selalu ingin pulang dan akhirnya saya pulang ke Jasinga. Saat turun dari okjek, tetangga bilang kalau nenek meninggal. Saya pun langsung berlari menuju rumah sambil menangis. Kenapa ibu dan bapak tidak memberi kabar?
"Maaf ya, umi ga mau kamu terganggu konsentrasinya."
Tapi mi, ini kan nenek meninggal?
Saya pun hanya bisa pasrah dan menuju ke kuburan nenek. Kini hanya pusaranya yang bisa ku lihat, nenek sudah tenang di sana. Semiga Syurga tempat kembalinya.
Berikut puisi Bapak.
Harapan Musnah Sakaratul Maut
Hanya satu harapan yang di nanti
Dari sisa hidupmu menunggu takdir
Dapat hadir berdamping, bacakan talqin
Pengantar, pengiring ruhmu musafir
Tanpa curiga dan berburuk sangka
Menghindar jauh cari penyembuhan
Sakaratul maut siapkan jemputan
Tugas Izrail mulus benas hambatan
Kini penantian tak berarti lagi
Pengharapanpun terbakar musnah
Semua sia-sia tak bisa di ulang lagi
Aku pasrah menyerah.. Astaghfirullah
Apakah diri ini berlumur dosa?
Mungkinkah tergolong anak durhaka?
Ataukah alqomah? Audzubillah!
Mengapa pinta doaku tidak diqobul Allah?
Beeban bathinku menjadi-jadi
Syaithan laknat merasuk hati
Kulemparinya dengan dzikir
Demi diri ini tak tergolong kafir
Hati yakinku teguh
Rasa ikhlasku penuh
Jiwa raga kuserahkan
Hanya kepada Mu Ya Allah.
(Mumbasa?
Jakarta, 31 Januari 2020
Dalia Halmahera
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terima kasih, bunda.
Keren nih puisinya bapak
Terima kasih, bunda.
Semoga nenek husnul khotimah, Bun....
Aamiin, makasih doanya bunda Ainul.
Bapaknya hebat puisinya Bu
Terima kasih, bunda.
Keren puisi yg menyentuh