Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
Glock 17

Glock 17

Saya lama tidak nulis di blog dan ingin menulis kembali gara-gara heboh kasus polisi tembak polisi di kediaman Kadiv Propram Polri Irjen Ferdi Sambo. Isunya sangat sensitif dan menjadi bola liar. Pasalnya, kasus ini terjadi Jumat (8/7), tapi baru dibuka ke publik pada Senin (11/7).

Menurut versi Divhumas Mabes Polri, kasus ini terjadi karena pelecehan seksual oleh Brigadir Joshua Hutabarat kepada istri Kadiv Propam, Ny. Putri. Bharada E (saya mendapat namanya adalah Bharada Richard) menjadi pelaku penembakan itu. Joshua adalah ajudan yang diperbantukan sebagai sopir istri Kadiv Propam, sedangkan Richard ajudan Kadiv Propam.

Bharada E sebagaimana rilis Humas Mabes Polri dan Polres Jakarta Selatan disebutkan menembak Joshua setelah mendengar teriakan Ny. Putri.

Tapi, netizen Indonesia kebanyakan percaya bahwa kasus tersebut didasari motif perselingkuhan.

Saya tidak ingin terlibat dalam arus menduga-duga di kasus nasional ini.

Cuma aneh saja. Seorang brigadir polisi itu bintara (setingkat sersan mayor di TNI). Sementara bharada polisi (bhayangkara dua) itu tamtama setingkat prada di TNI. Secara hierarkis, mestinya ajudan itu dijabat oleh prajurit yang pangkatnya lebih tinggi. Lha ini kan tidak, justru Bharada E yang jadi ajudan melekat pada Kadiv Propam.

Oke, saya langsung saja ke poin ini. Saya sebenarnya tak punya nyali untuk menulis ini. Namun, karena sudah ada berita luas dari narasumber yang juga purnawirawan jenderal TNI, saya memberanikan diri.

Di antara banyak kejanggalan dalam kasus tewasnya Brigadir Joshua ini, satu saja yang patut diketahui publik. Terkait pistol Glock 17. Inilah senjata yang diinformasikan dipakai Bharada E saat menembak berkali-kali Brigadir Joshua.

Pistol semi otomatis buatan Austria ini sejatinya bukan senjata untuk tamtama. Itu senjata untuk kalangan perwira.

Sampai di sini saya setuju pernyataan Irjen Pol Napoleon Bonaparte (terdakwa kasus penganiayaan Muhammad Kace). Bahwa kasus ini sebenarnya bisa diungkap oleh penyidik biasa. Tak perlu TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta).

Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan istilah code of silence. Istilah ini sangat terkenal di kalangan anggota kepolisian di banyak negara di dunia. Intinya kurang lebih seperti ini: sesama polisi menutupi kasus atau aib koleganya untuk menjaga nama baik dan citra institusi.

Wis ngunu ae. Saya takut nanti ada tukang bakso bawa HT di depan rumah saya. Ups...

Castralonanata, 15 Juli 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pak polisi tembak pak polisi, dirumah pak polisi, lapor polisi

15 Jul
Balas

Yo wis lah. Selesaikan secara adat.

15 Jul
Balas



search

New Post