Dendam Dalam Asa
Oleh FADLIN, S.Pd
#Tagur hari ke-30
Setelah Awan mendapatkan kabar kematian ayahnya ia pulang ke rumah lukanya setelah bertahun-tahun ia tinggalkan. Ia kembali dengan sederet belenggu yang tak pernah termaafkan, sekalipun ayahnya telah tiada.
Awan tak mempedulikan orang-orang yang melantunkan doa dan membacakan Surat Yassin untuk ayahnya. Ia tak bergeming dalam duduknya, namun sorotan matanya begitu tajam.
Segala yang ia lihat di dalam rumah ini masih menyisakan luka.Tanpa linangan air mata memori Awan kembali berputar. Ia bukan sedang membayangkan kebaikan ayahnya. Melainkan murka yang masih membekas di hatinya.
Dengan jelas pohon mangga di depan rumahnya masih tergambar jelas diingatannya. Sore itu hujan deras. Awan yang masih duduk di kelas 7 SMP dipaksa oleh ayahnya untuk menaiki pohon tersebut.
Teriakan keras sang ibu yang melarang untuk tidak memanjat pohon, tak digrubis ayahnya. Namun buncahan kasar sang ayah yang menghentikan teriakan ibunya.
Ketakutan dan kurang cekatan membuat Awan terjatuh dari dahan rapuh yang ia injak. Bukannya bantuan yang Awan dapatkan melainkan tendangan hebat bertubi-tubi mendarat di tubuh kecilnya.
Namun Awan lebih memilih untuk diam menahan rasa sakitnya. Percuma ia menangis yang ada hujatan kasar yang akan terus memekik di telinga mungilnya.
Kini tubuh kekar dan tangan keras lelaki itu sudah terbujur kaku dan diselimuti kain kafan. Awan menggeleng saat para tetangga mengajaknya untuk menshalatkan jenazah ayahnya.
"Tidak, aku tidak mau mensalatkannya." Ucap Awan saat jenazah ayahnya di angkat keluar untuk dishalatkan. "Dia bukan ayahku, seorang ayah tidak akan tega menyiksa dan menelantarkan anaknya sendiri." Lanjut Awan dengan pancaran bola mata yang berapi-api. Ucapan emosi Awan sontak membuat puluhan pasang mata tercengang menyaksikan sikap kasarnya. Awan lebih memilih diam dalam duduknya.
Tak ada setetes air mata di netranya yang keluar. Ia tak bergeming dengan hujatan orang-orang di sekitarnya yang mencapnya anak durhaka. Mereka tidak pernah tahu seperti apa luka yang pernah di toreh oleh ayahnya.
Awan yang saat itu berusia 17 dijual oleh ayahnya kepada seorang pengusaha kaya yang sedang membutuhkan donor ginjal untuk anaknya yang sedang sakit.
Kini ada semacam kelegaan yang tidak bisa ia bagikan dengan siapapun. Yang mereka tahu Awan adalah anak durhaka.
Aceh Timur, 30012022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luka yang tak mungkin sembuh. Tragis. Kisah yang mantap, Pak
Terima kasih ibu Ernasari atas apresiasi dan kunjungannya. Salam sukses selalu.
Luka yang dalam, tapi ikhlas dan memaafkan pasti lebih meringankan.
Terima kasih ibu kunjungannya.
Luar biasa ustadz Fadlin. Cerpen yang mengharu biru, penuh inspirasi hidup.
Terima kasih ustadz Trianto apresiasinya. Salam sukses.
Kisah yang tragis. Salam sukses selalu.
Terima kasih ibu apresiasinya. Salam sukses selalu.
Keren Pak Fadlin
Terima kasih ibu Sofiawati.
Yang kuat ya Awan. Keren kisahnya pak, menyentuh pojok kalbu. Sukses pak
Terima kasih ibu apresiasinya. Salam sukses selalu buat ibu Yessi.
Keren sekali tayangannya,mantap, sehat dan sukses selalu
Terima kasih ibu Yelli. Salam sukses juga buat ibu.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Awan, yang kuat ya Nak. Bisa memaafkan lebih berbahagia dari pada dendammu. Keren Pak kusah yang menyentuh. Sehat sll
Terima kasih ibu Seir atas kunjungan dan apresiasinya. Sehat selalu ibu.
Kasihan sekali kamu Awan, apapun yang terjadi dia adalah ayahmu. Biarlah Allah yang menghakimi ayahmu. Salam berliterasi
Terima kasih ibu Nurdiana yang telah berkunjung. Salam literasi dan sukses selalu.