Neli Wardani

Guru BK di SMA N 2 Bukittinggi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepatuku Bukan KW (Day 54)

Sepatuku Bukan KW (Day 54)

Oleh : Neli Wardani

Ning…. nong…..ning…nong….. Bunyi bel yang tersambung ke speaker semua kelas berbunyi sangat keras. Termasuk  di kelasku. Itu pertanda kalau waktu belajar sudah selesai. Aku segera menutup kelasku dengan menyampaikan kegiatan dan materi yang akan dibahas minggu depan. Masih melanjutkan materi hari ini. Tanpa perlu komando semua siswaku segera mengemasi barang-barang dan buku-bukunya. Dalam hitungan detik, mereka sudah berdiri, untuk mengucapkan salam penutup. Kudengar ketua kelas sudah meneriakkan “siaaap grak”, tanda semua siswa diharapkan berdiri tegak menghadap ke depan kelas.

Belum sempat ketua melanjutkan instruksinya untuk “beri salam”, tiba-tiba sayup-sayup kudengar suara sedu sedan dari arah belakang kelas. Ku angkat tangan, sambil berkata, “Tunggu dulu”. Mereka heran, terutama ketua kelas. Aku berjalan menuju bangku belakang, sumber sedu sedan yang ku dengar.

“Lho, kenapa nak ? ada apa?” sumber suara sedu sedan itu akhirnya kutemukan. Itu adalah suara tangisan yang tertahan dari salah seorang siswi perempuan yang duduk paling belakang. Dia menggeleng, tapi dengan tangisan yang makin mengeras. Kudekatkan kepalaku ke mukanya yang ditungkupkan ke atas meja. “kenapa nak, coba bilang ke ibu, mungkin ibu bisa bantu?” ku coba untuk membuat dia lebih nyaman. Tapi dia hanya menggeleng dengan masih tetap menahan tangisnya. Terdengar dari isakannya yang ditahan sekuat-kuatnya. Mungkin dia malu.

Aku melirik kepada teman sebelahnya. “Ada apa Indri? Indri yang kutanya terdiam, sambil melirik kearah depan kelas dengan menunjukkan raut cemas diwajahnya. “Indri, bantu ibu, ada apa, kasihan temannya. Ibu mau bantu, tapi ibu tidak tahu persoalannya. Katakan saja, tidak apa-apa.” Indri mencoba menjelaskan dengan hemat kata-kata. “Ada yang usil lagi buk, sepatu Puti ada yang nyoret”. Aku langsung menunduk melihat kearah sepatu Puti yang masih sesenggukan. Kuperhatikan dengan lebih teliti, ternyata kutemukan beberapa coretan, ada juga tulisan yang cukup jelas untuk dibaca sekaliber anak TK sekalipun. ““KW”” dengan ukuran font sekitar 16. Aku faham sekarang, kenapa Puti menangis.

Aku segera berpindah ke depan kelas dengan setengah berlari. Kusampaikan cerita keusilan itu di depan kelas, sambil bertanya, “Siapa yang telah mencoret sepatu Puti? Jawablah yang jujur”. Kasihan teman kita, tak hanya sepatunya yang tercoret, tapi juga hatinya. Sepatu yang tercoret mudah untuk dihapus lagi, tapi hati yang tercoret, tak mudah menghapusnya. Mari kita selesaikan dengan baik-baik. Kelasku spontan ribut, saling bertanya, saling menuduh, dan saling bilang tidak tahu.

“Oke, kita tunggu sampai ada yang ngaku ya, kita tunda pulangnya. Mari kita tunggu teman kita menjadi orang yang mau bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukannya.”. Ibu yakin, kamu sudah cukup dewasa untuk bersikap jujur.”. Aku beranjak ke kursi guru dan duduk di sana sambil membereskan laptop, peralatan tulis dan speaker yang tadi kubawa.

Belum selesai kubereskan barang-barangku, terdengar ada pertengkaran saling tuduh di kursi tengah, sederetan meja guru. Kulihat ada 2 orang siswa laki-laki yang saling tuduh. Kudekati mereka. Tanpa perlu bertanya, salah seorang sudah menjawab, “Fahmi yang coret buk.”. yang disebut Fahmi segera menangkis, “Kan kamu yang suruh”. Sepertinya aku sudah tahu siap pelakunya. Segera kuberikan instruksi. “Selain Fahmi, Ridho dan Puti, boleh pulang duluan”.

Dengan wajah “kepo” anggota kelas yang kusuruh pulang duluan mulai beranjak menuju pintu keluar.

Tinggal kami berempat. Aku, Puti, Fahmi dan Ridho. Puti menunduk dengan mata masih sembab. Kumulai bertanya kepada Fahmi tentang apa yang terjadi.

“Cuma bercanda buk”. Itu jawaban yang keluar dari mulut Fahmi.

Aku balik bertanya, “Kalau misalnya sepatu Fahmi yang dicoret dengan kata ““KW”” bagaimana perasaannya?

“Sakit hati buk”. Spontan Fahmi menjawab.

 “Berarti itu juga yang dirasakan Puti kan?” Aku beralih ke Ridho. “Apa peran Ridho?

Ridho menjelaskan dengan terbata-bata, “Puti lagi nulis di papan tulis kan buk, awalnya Fahmi nyoret sepatu Puti yang sebelah kiri, trus saya bilang, bikin “KW”, eh…Fahmi langsung aja melanjutkan menulis “KW” di sepatu sebelah kanan Puti”.

Aku terdiam. Aku yakin mereka faham apa artinya ““KW”” bagi remaja. Apalagi kalau itu dituliskan dengan font besar. Kulihat, sepatu yang dikenakan Puti nampak putih, bersih dan masih hitam sempurna. Sepertinya sepatunya masih baru. Pastinya itu sesuatu yang memalukan dan membuatnya kesal. Kalau Puti tidak tahu bahwa sepatunya ada tambahan merk “KW”, maka kemana-mana dia akan melangkah dengan sepatu “KW”nya. Betapa malunya. Kalau memang sepatunya jenis “KW”, dia jadi minder. Tapi kalau sepatunya bukan jenis “KW”, mungkin dia merasa direndahkan. Dipermalukan.

Tapi rupanya ini bukan kali pertama keusilan yang terjadi di kelas ini. Beberapa hari sebelumnya juga kejadian. Puti yang menjelaskan.  “Teman-teman cowok dah keterlaluan bu…kemaren Fismi yang diusilin. Disemprotkan baygon ke dalam tasnya pas dia lagi shalat. Sehingga waktu dia membuka tasnya, dia kaget, sampai nangis juga. Kemarennya lagi stella punya kelas di semprot-semprotkan ke kami, sampai habis isinya. Semua kelas jadi pengab”. Dengan emosional Puti menjelaskan.

Astaghfirullah…Keusilan remaja hari ini memang luar biasa. Kadang diluar dugaan, kadang lucu, heboh, ngangenin namun kadang bisa mendatangkan masalah. Seperti kejadian hari ini di kelasku.

Pertemuan kami berempat berakhir dengan perjanjian damai. Tidak ada keusilan yang merusak dan mengganggu lagi. Fahmi dan Ridho menyampaikan maafnya. Puti memafkan Fahmi dan Ridho. Hati Puti sudah dibersihkan, tapi sepatunya belum.  Sepatu Puti harus dibersihkan juga. Itu konsekuensinya.

Fahmi dan Ridho setuju dengan ikhlas.  Mereka pergi izin keluar kelas dalam beberapa menit, untuk membersihkan sepatu Puti. Entah dengan cara apa, yang jelas hasilnya si“KW” sudah menghilang.

Semoga ini jadi pembelajaran berharga untuk semua.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap buk anel cerpen yang menginspirasi

14 May
Balas

Makasih pak salim...

15 May

Semangat terus pantang mundur...semoga semanagat kw jadi asli

14 May
Balas

Aamiin. Terutama dalam belajar terus ya bu

14 May

Mantap cerpennya bu.. ditunggu cerpen selanjynya

14 May
Balas

Hehe...iya bument

14 May

Dilema KW

15 May
Balas

Kerenn cerita keusilan anak lelaki di sebuah kelas.....Bu gurunya piawai bangetsss tuk menyelesaikan.....

15 May
Balas

Lagi lagi lagi ni anel..pengen juga sekali2 bikin cerpen ni..ganti2 semangat nulis

14 May
Balas

Hihihi...makanya uni nyoba juga..

14 May



search

New Post