Yudha Aditya Fiandra

“Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Al...

Selengkapnya
Navigasi Web
KONTEN SAMPAH, DISUKAI TAPI TIDAK BERMANFAAT.
(Berpikir)

KONTEN SAMPAH, DISUKAI TAPI TIDAK BERMANFAAT.

Oleh : Yudha Aditya Fiandra

Sekarang buka yutub, lihat trending teratas, isinya apa? Eits, saya tidak bilang sampah ya (jangan terlalu termakan sugesti oleh judul). Kita bisa sebut konten yang paling banyak menduduki trending yutub dunia khususnya Indonesia adalah konten yang jauh dari kata manfaat (unfaedah). Prank gak jelas, kisah percintaan artis, drama sinetron sampai tutorial unboxing nasi padang dan tutorial masak air pun menjadi trending teratas dunia persilatan peryutuban Indonesia saat ini.

Apakah ini menjadi penanda bahwa konten tersebut adalah yang terbaik? Sekali lagi saya tekankan bahwa menjadi trending bukan berarti menjadi yang terbaik, terbaik bagi beberapa kalangan mungkin iya, tapi bagi saya dan jutaan orang yang masih waras lainnya, ini tidaklah bermanfaat (bahasa halusnya, “sampah”).

Lalu mengapa demikian, tidak bermanfaat kenapa bisa jadi pemuncak video yang paling banyak ditonton dan disukai? Ini ada penjelasannya, penjelasannya sederhana kok.

Ini hanya masalah kamar.

“Kamar?”

Iya kamar, jadi gini. Ada 132 juta pengguna internet Indonesia pada Januari 2018 menurut data Hootsuite dan We are social, tentunya tahun ini sudah jauh bertambah banyak. Kita bulatkan saja, ada 140 juta pengguna internet, dari 140 juta, kalau dibagi rentang umur, pengguna dalam rentang umur 15-19 dan 20-24 adalah pengguna internet terbanyak saat ini di Indonesia (APJII 2018). Kita tahu, usia ini adalah usia remaja tanggung menuju dewasa awal, masa peralihan, masa pubertas, masa pencarian jati diri, banyak drama dalam hidup mereka, segalanya serba sulit, “aku tidak bisa hidup tanpamu”. Nonsense.

Anggaplah mereka dalam rentang umur ini ada di kamar A (bukan alay ya), kemudian ada kamar lainnya dengan rentang umur lainnya di kamar B, C dan D. sudahlah kamar A ini paling ramai dari segi jumlah, mereka pula yang paling aktif menggunakan internet, sehari bisa menghabiskan 4-7 jam dengan gawai digital. Sampai disini Anda paham?

Ketika konten Anda menyasar kamar lainnya, misalkan kamar B adalah untuk kamar dewasa yang sudah matang pola pikirnya, tentu Anda tidak diminati sama sekali oleh kamar A (kamar teramai abad ini). Wajar saja jika konten Anda tidak terlalu banyak peminat, tidak banyak peminat bukan berarti tidak berkualitas.

Saya adalah tipe orang yang lihai memainkan seni bersikap bodo amat, bahkan sebelum Mark Manson membuat bukunya yang berjudul “The Subtle Art of Not Giving A F*ck”. Ketidakpedulian ini saya rasa sangat membantu, apapun konten yang Anda buat, tulisan, podcast atau video yutub, fokus saja terhadap nilai-nilai yang ada pada diri Anda. Anda bisa saja menyasar kamar A dengan menghadirkan konten berbau drama, pertikaian, perselingkuhan dan sampah semacamnya, and what’s next? Apakah diri Anda puas dengan itu? Tanyakan kembali.

Lalu apa solusinya, bisakah kita menghapus ribuan konten sampah yang ada di jagat persilatan peryutuban tanah air? Sayangnya, jawabnya tidak. Kita kalah jumlah dan kalah militan. Mereka dengan jumlah yang begitu banyak mendominasi penggunaan internet dan media sosial saat ini, salah satu caranya hanya dengan mengedukasi personal mereka masing-masing, tugas dan peran orang tua sangat dibutuhkan disini.

Tapi tenanglah, ketika mereka mulai beranjak dewasa, memasuki usia 25 keatas, konten yang mereka senangi akan berubah sesuai tingkat kedewasaan, yang dulunya menyukai konten prank sampah, akan beralih menyukai channel edukasi seperti kok bisa atau bahkan menyukai channel sharing pengetahuan seperti TED-X. Eits tapi jangan senang dulu, setelah mereka hijrah menjadi penghuni kamar yang lebih matang pemikirannya, tentunya generasi dibawahnya yang dulunya berumur 10 tahun dan mulai memasuki kamar A akan menggantikan posisi mereka, duh duh.

Memang tidak ada habisnya, kita harus bersabar dalam mendidik anak kita masing-masing, jangan serahkan 100% pendidikan anak Anda kepada guru, tutor, instruktur dan dosen, orang tua seharusnya memegang kendali penuh saat ini. Lalu sampai kapan konten sampah akan menghiasi jagat media sosial? Selamanya, sampai jutaan anak Indonesia cerdas dan bijak memilih input apa yang mereka tonton, atau lebih mudahnya Anda bisa pakai patokan ketika channel Atta Halilintar dan Ria Ricis subscriber-nya dibawah 100rb, disaat itulah anak-anak Indonesia sudah mulai menuju tingkat kewarasan maksimal dan layak disejajarkan dengan anak-anak dari bangsa lainnya, ashiiiaaapppp.

@Bumi, ketika konten sampah lebih banyak daripada sampah plastik | 20 November 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren! Jadi Instrosfeksi diri. Terimakasih!

22 Nov
Balas

Terimakasih telah berkunjung Mbak, salam kenal.

22 Nov

Selalu berpikir setelah membaca tulisan Mas Yudha....barakallah.

21 Nov
Balas

Bukankah kita harus selalu berpikir dan berdzikir agar tidak cepat pikun Buk hehe

22 Nov

Mantaaaap Mas Yudha

22 Nov
Balas

Ini , satu lagi yang bunda suka. Itulah yang bunda hadapi. Awaq yang sudah lewat setengah abad usianya ini, dengan sangat terpaksa ikut menikmati konten sampah tersebut demi dapatkan "ajian sakti" untuk merebut hati mereka agar tak tergilas arus teknologi. Bunda manggut-manggut, Yudha. Sedikit demi sedikit tercerahkan dengan tulisan informatif ini. Semoga generasi ini betul-betul bisa disejajarkan dengan anak-anak bangsa lain. Aamiin ya robbal alaamiin. Jazakallah khoir untuk tulisan penuh nutrisi ini. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, pak guru.

21 Nov
Balas

Kita tidak akan bisa menghapus konten2 negatif seperti itu Bunda, karena itu yang disukai pasar saat ini, drama, cinta-cintaan, prank, mesum2 terselubung, itu gambaran masyarakat kita saat ini, khususnya remaja.

21 Nov

Paparannya yang nonjok, agar mampu ubah pola pikir anak. Sukses selalu dan barakallahu fiiik

21 Nov
Balas

Terimakasih Bunda Siti, pola pikir sekarang udah banyak kebolak balik hehe

22 Nov

Keren...

21 Nov
Balas

Makasih Mbak Faidah atas tanggapannya.

22 Nov

Keren tulisannya mas

22 Nov
Balas

Makasih Mbak Nona.

22 Nov



search

New Post