Jumari Tito, S.Pd, M. Pd

Guru Madrasah Ibtidaiyah mempunyai impian sukses menjadi guru dunia akhirat email jumaritito1976gmailcom FB Jumari Tito Galing IG Jumari Tito Tiktok Gur

Selengkapnya
Navigasi Web
Adigang, Adigung, Adiguna (T.481)

Adigang, Adigung, Adiguna (T.481)

Bab 11: Pohon Rapat dan Cerita Bijak

Di tengah Hutan Damai, berdiri sebuah pohon besar dan tua yang dikenal dengan nama Pohon Rapat. Dahan-dahannya menjuntai lebar seperti payung raksasa, dan akarnya mencengkeram bumi dengan kokoh. Dulu, di bawah pohon inilah para hewan berkumpul untuk bermusyawarah, menyelesaikan masalah, dan berbagi kabar.

Namun sejak para raja bertengkar, Pohon Rapat jadi sepi. Tak ada suara tawa, tak ada cerita, hanya desir angin dan guguran daun.

Hari itu, Pipit kecil kembali datang. Ia hinggap di salah satu dahan dan berkicau nyaring.

“Sahabat-sahabat kecil! Mari berkumpul! Ada cerita penting yang harus kalian dengar!”

Awalnya tak ada yang datang. Tapi Pipit tak menyerah. Ia terbang ke semak belukar, ke sarang-sarang tupai, ke celah-celah batu tempat kelinci bersembunyi, bahkan ke bawah daun tempat katak berdiam.

“Bukan waktunya takut. Bukan waktunya diam, kata Pipit dengan semangat.

Satu demi satu, hewan-hewan kecil mulai muncul. Tupai-tupai keluar dari lubang, kelinci melompat ke rerumputan, kura-kura merayap perlahan, katak meloncat mendekat, bahkan semut dan kumbang pun ikut merayap ke akar Pohon Rapat.

Mereka duduk melingkar, menatap Pipit yang berdiri di ranting.

“Manusia datang membawa mesin,” Pipit membuka suara.

“Mereka menebang pohon-pohon besar, menggali tanah, dan mengusir hewan-hewan dari rumahnya. Raja-raja kita sedang sibuk berselisih, tak ada yang mau mendengar.”

Suasana hening. Semua mendengarkan.

“Lalu… kita harus bagaimana?” tanya seekor kelinci kecil.

Pipit menatap mereka satu per satu, lalu berkata, “Kita mulai dari cerita. Karena dari cerita, kita belajar. Dan dari pelajaran, kita bisa bertindak.”

Ia pun memulai kisah yang pernah ia dengar dari Rusa Tua.

Dulu, saat hutan masih muda, pernah datang musim kering panjang. Sungai surut, dedaunan layu. Para hewan hampir menyerah. Tapi seekor semut kecil punya ide: ia mengajak semua hewan mengumpulkan embun pagi, sedikit demi sedikit, untuk mengisi kolam kecil yang mengairi akar pohon besar. Butuh waktu lama, tapi mereka berhasil. Hutan selamat bukan karena satu hewan besar, tapi karena kerja sama banyak makhluk kecil.

Mendengar itu, kura-kura tua mengangguk. “Dulu aku masih muda. Aku ingat cerita itu. Dan benar… yang menyelamatkan hutan bukan satu raja, tapi semua yang mau bergerak.”

Tupai berdiri di atas batu. “Kalau semut dulu bisa, kita juga bisa!”

Katak berseru, “Ayo kita kumpulkan teman-teman! Kita bentuk kelompok penjaga hutan!”

Kelinci berteriak, “Kita bisa buat tanda peringatan agar manusia tahu hutan ini bukan kosong!”

Suasana menjadi ramai. Pohon Rapat kembali hidup. Dari cerita sederhana, semangat menyala.

Pipit tersenyum. Ia tidak tahu apakah mereka akan berhasil. Tapi hari itu, harapan mulai tumbuh kembali.

Dari langit yang mendung, setitik cahaya matahari menembus daun-daun. Pohon Rapat seolah berbisik lembut, “Hutan ini belum selesai. Selama masih ada yang peduli, segalanya bisa dimulai.”

===========================================================================================

Garahan, 20 Juni 2025 / Jum'at, 23 Dzulhijjah 1446 H, 07.47 WIB

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post