Adigang, Adigung, Adiguna (T.490)
Bab 17: Ketiga Raja Panik Hutan Gumitir elum benar-benar tenang. Meskipun mesin besar itu berhenti untuk sementara, suasana tetap mencekam. Bau bahan bakar masih menggantung di udara, dan suara-suara manusia masih terdengar dari kejauhan.
Raja Gajah berdiri di tengah padang yang mulai gersang. Pohon-pohon di sekelilingnya sudah tumbang, dan tanah menjadi becek serta dipenuhi jejak roda besi. Matanya menatap penuh duka ke arah akar-akar pohon yang terangkat dan sarang hewan-hewan kecil yang hancur.
“Kita terlambat,” gumam Raja Gajah dengan suara berat.
“Kita semua… terlalu sibuk merasa hebat.”
Raja Kijang muncul dari balik semak. Bulu-bulunya dipenuhi lumpur, tanduknya tergores ranting tajam.
“Aku berlari secepat mungkin, tapi tetap saja tidak cukup. Aku selalu berpikir kecepatan bisa menyelamatkan semuanya,” ucapnya sambil menunduk.
Tak lama kemudian, dari balik batu besar, Raja Ular meluncur. Ia tidak seanggun biasanya. Sisiknya kotor, matanya lelah.
“Rencana yang kususun... tak mampu menandingi kekuatan mesin mereka. Semua hitunganku meleset,” desisnya pelan.
Tiga raja, tiga penguasa hutan, kini berdiri dalam ketakutan dan kepanikan. Bukan takut akan diri mereka sendiri melainkan takut kehilangan rumah yang mereka jaga, meski selama ini mereka tak benar-benar peduli satu sama lain.
Tiba-tiba Pipit terbang menghampiri mereka.
“Raja-raja… jangan menyerah! Kita memang sudah kehilangan banyak, tapi belum semuanya hancur. Pohon Rapat masih berdiri!”
Raja Gajah menatap Pipit dengan wajah lelah. “Pohon itu mungkin masih berdiri… tapi hutan kita? Separuhnya sudah berubah jadi tanah gundul.”
Raja Kijang mengangguk pelan. “Hewan-hewan kecil kehilangan tempat tinggal. Anak-anak mereka ketakutan. Ini… tanggung jawab kita.”
Raja Ular bersuara lirih. “Kita terlalu lama menyombongkan diri, saling menganggap diri paling hebat… padahal, hutan ini bukan milik satu makhluk saja.”
Pipit mengepakkan sayapnya dengan penuh semangat.
“Justru karena itu, kita harus berubah sekarang. Kita tak bisa mengulang waktu, tapi kita bisa memperbaiki sisa-sisa yang masih ada. Kita bisa menunjukkan bahwa kalian bukan hanya raja karena kuat, cepat, atau cerdik… tapi karena kalian peduli.”
Ketiga raja saling pandang. Tak ada satu pun yang bicara untuk beberapa saat. Hanya suara angin yang menggoyangkan daun-daun yang tersisa.
Lalu, Raja Gajah menarik napas dalam.
“Aku akan memanggil semua gajah yang tersisa. Kami akan membangun bendungan kecil untuk menahan aliran lumpur dan menjaga sumber air.”
Raja Kijang menambahkan, “Aku akan menyebar ke penjuru hutan. Kita harus cari tahu berapa banyak hewan yang masih selamat dan di mana mereka bisa tinggal.”
Raja Ular menyusul, “Dan aku akan menyusup ke tenda manusia. Aku akan dengar rencana mereka, kapan mereka akan kembali. Kita butuh semua informasi.”
Pipit tersenyum. “Inilah saatnya… bukan lagi soal siapa yang paling hebat. Tapi siapa yang paling rela berubah demi hutan ini.”
Ketiga raja mengangguk serentak. Untuk pertama kalinya, mereka merasakan ketakutan yang sama, dan untuk pertama kalinya pula, mereka punya tujuan yang sama.
Hari itu, langit Hutan Damai mulai berubah warna dari kelabu menjadi jingga. Matahari sore menembus celah pepohonan yang tersisa, seakan memberi harapan bahwa hutan ini… belum sepenuhnya hilang.
===============================================================
Garahan, 28 Juni 2025 / Sabtu Legi, 02 Dzulhijjah 1446 H, 08.40 WIB

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren pak... menjadi inspirasiku...
Terima kasih pak. salam kenal dari Jember, semoga jadi saudara di Gurusiana