Adigang, Adigung, Adiguna (T.496)
Bab 24: Persatuan di Tengah Bencana Fajar baru saja menyentuh pucuk-pucuk pohon di Hutan Damai. Kabut tipis masih menyelimuti tanah, tapi suasana hutan terasa lain dari biasanya. Tak ada kicauan pagi, tak ada suara rusa berlari atau monyet melompat. Hutan itu diam… terlalu diam.
Tapi di balik kesunyian itu, semua makhluk sedang bersiap. Pipit kecil terbang rendah melewati semak-semak, memastikan setiap tim sudah di posisinya.
Lebah-lebah bersembunyi di dalam batang pohon yang berlubang. Musang-musang mengintai dari sela bebatuan. Semut-semut berkumpul di dekat tenda manusia yang baru didirikan. Dan di kejauhan, gajah dan kerbau telah bersiaga untuk mengguncangkan tanah saat waktunya tiba.
“Ini waktunya,” bisik Pipit kepada dirinya sendiri.

Tiba-tiba, bunyi mesin menderu-deru terdengar dari kejauhan. Truk besar dan alat berat mulai memasuki hutan. Manusia-manusia berseragam oranye tampak turun membawa gergaji mesin dan alat potong pohon.
“Tebang yang besar itu dulu!” teriak seorang manusia, menunjuk ke pohon jati tertua.
Namun tepat ketika mereka akan mulai, bunyi dengungan keras memenuhi udara. Lebah-lebah keluar dari sarang mereka dan menyerbu para pekerja. Beberapa manusia langsung berteriak dan berlari menjauh, menepuk-nepuk wajah mereka.
“APA INI?!”
Lalu, dari semak belukar, babi hutan berlari dengan cepat, membuat lubang-lubang jebakan kecil di jalur logistik. Truk yang datang kemudian terperosok dan rodanya terjebak dalam lumpur.
“BAN-NYA TERBENAM!”
Tak lama kemudian, suara-suara aneh terdengar dari balik pepohonan: suara burung hantu, desis ular, teriakan musang yang melengking… semuanya bercampur menjadi suara menakutkan seperti hantu hutan.
Beberapa manusia mulai saling tatap dengan wajah pucat.
“Tempat ini... aneh. Seperti... dihuni makhluk-makhluk gaib,” gumam salah satu dari mereka.
Sementara itu, semut-semut berhasil menyerbu perbekalan makanan dan perlengkapan tidur. Tikus-tikus ikut menggigit kabel alat berat. Dalam hitungan jam, semua peralatan lumpuh. Gergaji tidak bisa menyala. Komunikasi rusak.
Dan saat para manusia mulai mundur ke belakang, dari sisi sungai, buaya dan burung bangau mulai bermunculan, membuat sungai tampak seperti gerbang rimba yang penuh penjaga.
Di sisi lain, Pipit kecil mengumpulkan pasukan burung-burung kecil untuk terbang membentuk formasi di udara: gambar pohon besar dan hati.
“Ini pesan kita,” ujar Pipit, “bahwa hutan ini hidup dan punya perasaan.”
Manusia-manusia itu kini ketakutan. Mereka mulai memanggil atasannya.
“Kami tidak bisa melanjutkan! Tempat ini... terlalu aneh. Terlalu banyak gangguan!”
Pemimpin mereka mencoba memeriksa satu per satu, tapi yang ditemuinya hanya alat rusak, suara misterius, dan tatapan ratusan mata dari dalam semak.
Akhirnya, setelah sehari penuh dihantui kekacauan yang tidak bisa dijelaskan, tim penebang memutuskan untuk mundur. Mereka meninggalkan tenda, alat berat, dan rencana mereka.
Ketika kendaraan mereka menghilang di tikungan terakhir, hutan bersorak.
Raja Gajah mengangkat belalainya dan mengeluarkan suara keras yang menggema. Raja Kijang melompat girang, dan Raja Ular menjulurkan lidahnya sambil tersenyum.
Pipit kecil? Ia hanya duduk di atas dahan tinggi dan memejamkan mata, menikmati tiupan angin yang lembut.
“Kita bukan siapa-siapa jika sendiri,” bisiknya. “Tapi jika bersama, kita lebih kuat dari mesin mana pun.”
================================================================
Garahan, 04 Juli 2025 / Jum'at Pahing, 08 Muharram 1446 H, 09.12 WIB

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar