Adigang, Adigung, Adiguno (T.473)
Di sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk manusia, terdapat sebuah hutan yang sangat indah. Hutan itu bernama Hutan Gumitir. Dinamakan begitu karena dahulu, semua penghuni hutan ini hidup dalam kedamaian dan kebersamaan. Pepohonan menjulang tinggi seperti penjaga yang tak pernah tidur. Sungai jernih mengalir seperti tali perak yang mengikat seluruh penjuru hutan. Burung-burung bernyanyi setiap pagi, dan angin berbisik lembut di sela-sela daun.
Di Hutan Gumitir, hidup berbagai macam hewan: kijang-kijang yang lincah, gajah-gajah yang besar dan kuat, ular-ular yang gesit dan bijak, serta hewan-hewan kecil seperti tupai, semut, burung pipit, dan banyak lagi. Mereka semua saling mengenal dan menghormati satu sama lain.
Namun, seiring waktu, hutan itu tidak lagi seharmonis dulu.
Di dalam Hutan Gumitir, terbagi tiga wilayah besar yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja. Di timur hutan, terdapat Kerajaan Kijang yang dipimpin oleh Raja Kijang. Ia terkenal karena kecepatan larinya. Tidak ada yang bisa menyainginya dalam berlari, bahkan angin pun seperti tertinggal di belakangnya.
Di bagian barat, berdirilah Kerajaan Gajah yang dipimpin oleh Raja Gajah. Tubuhnya besar dan suaranya menggelegar. Ia percaya bahwa kekuatan adalah segalanya. Setiap kali ia melangkah, tanah bergetar, dan pohon-pohon pun ikut bergoyang.

Sedangkan di bagian selatan, ada Kerajaan Ular, diperintah oleh Raja Ular yang licin dan penuh akal. Ia tidak punya kaki, tapi bisa bergerak cepat tanpa suara. Ia pandai bicara, dan sering memberi nasihat, meskipun terkadang terasa agak licik.
Dulu, ketiga raja ini bersahabat. Mereka sering bertemu di tengah hutan untuk berbincang dan bersenda gurau. Tapi, suatu hari, semuanya mulai berubah. Entah siapa yang memulainya, tapi mereka mulai saling membandingkan satu sama lain.
“Tanpa kecepatan, bagaimana mungkin kau bisa menyelamatkan diri dari bahaya?” kata Raja Kijang sambil membusungkan dada.
“Kecepatan tak ada gunanya jika tubuhmu lemah. Hanya kekuatan yang bisa melindungi,” balas Raja Gajah dengan suara berat.
“Cepat dan kuat memang hebat,” sahut Raja Ular,
“tapi tanpa akal, kalian hanya akan seperti daun yang ditiup angin.”
Sejak saat itu, ketiga raja mulai menjauh satu sama lain. Mereka lebih sibuk membanggakan diri di depan rakyatnya masing-masing. Mereka membangun istana lebih tinggi, lebih megah, dan memerintahkan rakyat untuk menghias hutan dengan patung-patung mereka. Mereka mengadakan lomba untuk membuktikan siapa yang paling hebat, dan rakyat pun mulai terpengaruh. Tak ada lagi kerja sama. Hewan-hewan kecil merasa bingung dan takut. Hutan Gumitir perlahan-lahan kehilangan kedamaiannya.
Namun di antara semua hewan, masih ada satu yang tidak berubah: seekor burung pipit kecil yang tinggal di ranting tertinggi pohon beringin tua. Ia tidak punya kerajaan, tidak punya kekuatan, tidak bisa berlari cepat, apalagi bicara sefasih Raja Ular. Tapi ia memiliki hati yang lembut dan pandangan yang jernih.
Setiap hari, Pipit terbang mengamati perubahan di hutan. Ia melihat Raja Kijang yang sibuk berlari-lari sendiri, Raja Gajah yang sibuk memamerkan kekuatan dengan menumbangkan pohon tua, dan Raja Ular yang mengajak hewan-hewan pintar berdebat soal siapa yang paling bijak.
Pipit kecil merasa sedih. Ia rindu masa-masa ketika semua hewan bisa duduk bersama di bawah sinar bulan, saling bercerita dan berbagi makanan. Ia yakin bahwa jika para raja bisa mengingat kembali arti kebersamaan, Hutan Gumitir bisa kembali seperti dulu.
“Masih ada harapan,” bisik Pipit kepada angin.
“Asalkan kita tidak menyerah, Hutan Gumitir pasti bisa diselamatkan.”
Dan begitulah, dari seekor burung kecil, benih harapan mulai tumbuh.
===========================================================================================
Garahan, 09 Juni 2025 / Senin Pahing, 12 Dzulhijjah 1446 H, 01.23 WIB

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap surantap Mas ustadz. Banyak pesan yang terukir indah didalamnya.. Semoga sekarang tidak banyak bahkan tidak ada yang berperan seperti ular.. hehe. Lanjuut. Sukses selalu
Siap mas ustadz, semoga sampai tuntas di Bab 30
Semoga burung pipit kecil bisa mendamaikan hutan kembali.
Insyaallah bunda, tunggu episode selanjutnya hehehe
Wauw ..crt inspiratif.
Terima kasih Oma, cerita baru nih
Luar biasa... keren Pak
Hahaahaaa siap pak, terima kasih ijinnya pak, semoga kelanjutannya bisa menarik untuk dibaca, salam sukses pak
Mantap luar biasa. Saya akan ikuti lanjutannya.
Terima kasih bunda, Alhamdulillah kalau bisa mengikuti sampai bab 30