Rahasia Jenang Suro (T.490a)
Bubur Bulan Sura dalam Budaya Jawa
a. Bulan Sura (Suro) Dalam penanggalan Jawa, bulan Sura (serapan dari Muharram dalam kalender Hijriyah) adalah bulan pertama yang dianggap keramat dan penuh makna spiritual. Banyak orang Jawa menghindari pesta pernikahan atau kegiatan hura-hura di bulan ini karena dianggap sebagai waktu untuk introspeksi diri, lelaku batin, dan tirakat.
b. Bubur Sura (Bubur Suro) Masyarakat Jawa membuat bubur sura sebagai simbol keselamatan, penolak bala, dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Biasanya dibuat dari beras putih yang dimasak dengan rempah-rempah, kadang dicampur dengan bubur merah sebagai pelengkap.
Bubur putih melambangkan kesucian, ketulusan, dan keikhlasan. Bubur merah melambangkan semangat, pengorbanan, dan kekuatan. Kombinasi keduanya menyimbolkan keseimbangan hidup antara lahir dan batin, antara rasa sabar dan semangat perjuangan.Bubur ini biasa dibagikan kepada tetangga atau orang-orang sekitar sebagai bagian dari tradisi slametan.
2. Bubur Bulan Sura dalam Budaya Madura
a. Tradisi Serupa Slametan Masyarakat Madura juga menghormati bulan Sura sebagai bulan yang sakral. Mereka memiliki tradisi yang mirip dengan orang Jawa, yaitu membuat bubur syura dan melakukan doa bersama sebagai bentuk permohonan perlindungan kepada Allah dari malapetaka.
b. Filosofi dalam Bubur Sura Madura Di Madura, bubur syura biasanya terdiri dari:
Bubur putih: Melambangkan kesucian dan niat baik. Bubur merah (kadang dari ketan atau sirup): Melambangkan kekuatan dan keberanian. Pelengkap seperti telur rebus, ayam suwir, kelapa parut, dan rempah memiliki makna keberkahan dan kelimpahan.Orang Madura percaya bahwa bubur ini adalah simbol doa agar sepanjang tahun diberi keselamatan dan rejeki. Selain itu, ada kepercayaan bahwa bubur syura bisa menangkal bala, terutama untuk anak-anak dan keluarga.
3. Makna Filosofis dan Spiritual
Baik dalam budaya Jawa maupun Madura, bubur bulan Sura mengandung nilai-nilai berikut:
Introspeksi diri: Momen untuk merenungi kesalahan dan memperbaiki diri. Permohonan keselamatan: Doa agar terhindar dari mara bahaya dan penyakit. Gotong royong dan sedekah: Bubur dibagikan kepada orang lain sebagai simbol kebersamaan dan kepedulian sosial. Menjaga tradisi dan warisan budaya: Sekaligus sebagai media edukasi nilai-nilai leluhur kepada generasi muda.Penutup
Bubur bulan Sura bukan sekadar makanan tradisional, melainkan sarat makna budaya, spiritual, dan sosial. Ia menjadi simbol kerendahan hati kepada Sang Pencipta, doa keselamatan, serta ungkapan rasa syukur atas hidup yang telah dan akan dijalani. Dalam masyarakat Jawa dan Madura, tradisi ini tetap hidup karena mampu menjaga keseimbangan antara agama, adat, dan nilai-nilai kemanusiaan.
==============================================================
Garahan, 28 Juni 2025 / Sabtu Legi, 02 Muharram 1447 H, 14.30 WIB

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap .... saya juga pecinta bubur, bubur apa saja. Apalagi bubur Suro.
Alhamdulillah, saya juga suka bunda