Aan Frimadona Roza

Lahir di Way Kanan, 22 Februari 1982, Saat ini mengajar dan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah di SMPN 2 Kasui Kabupaten Way Kanan,Lampung....

Selengkapnya
Navigasi Web
Menanti Sunrise Bromo
Bromo, 2015.

Menanti Sunrise Bromo

Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru memang layak menjadi obyek wisata andalan Indonesia di mata dunia. Dari waktu ke waktu jumlah wisatawan yang berkunjung ke taman nasional ini terus meningkat baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Bagi penduduk Bromo suku Tengger Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. Menurut mitos tentang asal usul Suku Tengger. Dahulu di pulau Jawa di perintah oleh Raja Brawijaya dari Majapahit yang mempunyai anak perempuan bernama Rara Anteng yang menikah dengan Joko Seger, keturunan Brahmana. Ketika terjadi pergolakan di pulau Jawa, sebagian masyarakat yang setia pada agama Hindu melarikan diri ke pulau Bali. Sebagian lainnya menarik diri dari dunia keramaian dan bermukim di sebuah dataran tinggi di kaki Gunung Bromo, dipimpin oleh Roro Anteng dan Joko Seger, jadilah mereka suku Tengger, kependekan dari Anteng dan Seger.

Kisah pesona Bromo mengusik kami untuk menuntaskan rasa penasaran dan menjajaki keindahan alam yang kabarnya begitu menakjubkan. Berangkat dari Kota Malang dengan mengunakan kendaraan roda empat yang kami sewa, Saya dan rombongan berjumlah enam orang bersepakat menuju Bromo dengan maksud menikmati keindahan jelang matahari tiba dikawasan Gunung Bromo sekaligus mengabadikanya moment yang dahsyat pikir kami.

Pukul setengah 12 tengah malam beberapa menit pergantian hari. Mobil kami melaju kencang dengan lalulintas sepi dalam kurun waktu dua jam kendaraan kami tiba di pintu masuk menuju gerbang taman nasional Gunung Bromo. Beberapa waktu kami istirahat dengan menyiapkan peralatan dan perlengakapan untuk naik kawasan gunung Bromo ;topi, jaket, syal, kaos kaki dan tangan serta tidak ketinggalan peralatan yang akan digunakan untuk merekam sunrise di pagi usai subuh itu. Pukul tiga pagi sang sopir yang mengantar kami bergegas untuk memulai perjalanan mengunakan mobil jeep hardtop menuju tempat yang akan kami datangi untuk menikmati sunrise.

Adalah Penanjakan nama tempat yang pertama kami tuju di kawasan Bromo, puluhan hardtop yang mengantar pengunjung Bromo bergegas, Dengan bebaris mobil-mobil itu mengitari jalan yang berkelok tajam dan menanjak hingga debar jantung kami kerap menyerang semacam ada rasa khawatir di perjalanan yang belum pernah kami jumpai. Dengan dikelilingi pepohonan hutan jalan yang mulus ditambah pengemudi yang mumpuni dalam waktu 30 menit kami sampai.

Disana wisatawan telah ramai kami pun bergegas turun dengan bergerombolan berjalan kaki hampir tujuh menit lama perjalanan. Walau waktu tempuh yang tak lama nafas kami lumayan tersengal-sengal akibat oksigen yang sedikit dipuncak Penanjakan dan kerja fisik yang lumayan berat sebab menaiki tangga dan jalan menanjak. Akhirnya kami sampai ditempat penantian yang merupakan area yang lumayan luas tetapi sudah disesaki keramaian orang yang menunggu sang surya tiba.

Tak lama dengan sedikit pelan dan sabar menunggu perlahan sebuah pemandangan yang menakjubkan terkuak. Sungguh cantik, indah dan mengetarkan bibir kami tanpa malu berteriak tajub, Sunrise Penanjakan Gunung Bromo sangat memukau kami. Ratusan kamera milik pengunjung tak henti menangkap moment indah itu dan tak ayal orang-orang berebut berfoto dengan latar setting alam dengan matahari dan pesona alam yang mengitarinya, warna oranye yang mensisipi langit mulai memudar ata gelap dan muncul penampakan gunung-gunung disekeliling Bromo yakni gunung Semeru dan gunung Batok yang sangat mempesona dengan samar awan putih yang mengelilingi puncaknya.

Hampir tiga jam kami menikmati panorama sunrise Gunung Bromo dari puncak Penanjakan, jujur saja engga kami meninggalkan dari tempat itu tetapi kami harus meneruskan perjalanan untuk melengkapi seluruh isi keindahan Bromo yakni menuju padang rumput luas (sabana), menuju lautan padang pasir (pasir berbisik) hingga melihat langsung kawah Gunung Bromo dari dekat.

Dengan kembali mengendarai hardtop kami menuruni Gunung Penanjakan dan melewati padang pasir yang cukup luas. Adrenalin kami sempat naik ketika kendaraan yang kami naiki melewati medan pasir yang naik turun dan sesekali melewati lubang dan menerjang bebatuan. Gunung Bromo merupakan salah satu gunung yang terletak pada Pegunungan Tengger memiliki 2.392 meter di atas permukaan laut. Gunung Bromo terletak dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah aktif yang mengepulkan asap putih dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo.

Hardtop yang kami naiki berhenti di kawasan parkir Taman Nasional Gunung Bromo yang berjarak 3 kilometer dari mulut kawah Gunung Bromo. Kami meneruskan perjalanan menuju Kawah Gunung Bromo dengan berjalan kaki. Bagi yang tidak kuat berjalan kaki, dari area parkir juga tersedia persewaan kuda untuk melewati lautan pasir menuju tangga naik ke Kawah Gunung Bromo. Harga yang ditawarkan oleh penyedia layanan kuda cukup terjangkau meskipun kita harus menawarnya terlebih dahulu agar mendapatkan harga yang murah dan pantas.

Dalam perjalanan menuju Kawah Gunung Bromo, kami melewati sebuah bangunan peribadatan milik umat Hindu yang bernama Pura Luhur Poten. Pura ini terkunci dari luar karena sedang tidak ada peribadatan dan kami hanya bisa melihat isi bangunannya dari luar. Pemandangan pura ini tampak apik dengan latar Gunung Batok dibagian sampingnya. Perjalanan kami lanjutkan dengan mengikuti jejak langkah kaki dan jejak tapak kuda yang digunakan wisatawan untuk menuju tangga Gunung Bromo. Tangga ini dibangun untuk memudahkan wisatawan mencapai puncak Gunung Bromo.

Sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan gunung-gunung yang ada disekitarnya berawal dari keberadaan Gunung Tengger (4.000 mdpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi saat itu. Kemudian terjadi letusan dahsyat yang menciptakan kaldera dengan ukuran diameter lebih dari 8 kilometer. Material vulkanik letusan gunung sekarang berubah menjadi lautan pasir, konon material tersebut pernah tertutup oleh air. Aktivitas vulkanik dengan munculnya lorong magma mengakibatkan terbentuknya gunung-gunung baru seperti Gunung Bromo, Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Watangan, Gunung Kursi dan Gunung Semeru

Di mulut tangga naik ke puncak kawah Gunung Bromo, suasana cukup ramai. Selain wisatawan yang mengantri menaiki tangga, tempat ini banyak terdapat orang yang menyewakan kuda untuk wisatawan yang akan kembali menuju pos parkir dan beberapa penjual makanan dan minuman. Terlihat hiruk pikuk wisatawan bergantian menaiki dan menuruni tangga yang tinggi dan sempit. Para wisatawan termasuk kami harus menaiki anak tangga yang berjumlah sekitar 250 buah untuk menuju puncak Gunung Bromo.

Udara dingin dan rendahnya kadar oksigen pada tempat yang tinggi membuat tubuh kami cepat lelah. Untung saja di beberapa titik tangga diberi ruangan sedikit lebih lebar yang berfungsi untuk tempat beristirahat walaupun hanya dengan berdiri. Dari titik pemberhentian tersebut, kita dapat menikmati pemandangan lautan pasir yang luas berlatar tebing gunung. Sebagian tebing gunung yang tertutup kabut perlahan-lahan mulai memudar ketika sinar matahari mulai menyengat. Rasa puas tercipta ketika tinggal beberapa anak tangga yang harus kami lalui dan tiba di Puncak Gunung Bromo. Dari Puncak Gunung bromo ini kami bisa melihat jelas kepulan asap kawah yang keluar dari mulut kawah. Di sekeliling mulut kawah Gunung Bromo dikelilingi oleh pagar beton sebagai batas aman pengunjung dan larangan untuk melewati pagar. Bila diperhatikan luas area kawah Gunung Bromo lebih kecil daripada luas area Kawah Ratu di Gunung Tangkuban Perahu, namun lubang kawah di Gunung Bromo lebih besar dan kepulan asap kawah lebih tebal.

Bau belerang cukup tebal saat kami berada tepat berada di mulut kawah Gunung Bromo. Banyak wisatawan mengabadikan munculan asap belerang dari lubang kawah Gunung Bromo tak terkecuali kami. Asap yang berwarna putih yang keluar dari mulut Kawah Gunung Bromo ini merupakan tanda bahwa aktivitas gunung berapi berlangsung normal, apabila berubah warna menjadi gelap terjadi peningkatan aktivitas. Selain itu dari puncak Gunung Bromo, kami bisa melihat pemandangan alam berupa lautan pasir yang luas, padang savana dibagian ujung, dan Gunung Batok yang terletak di sebelah Gunung Bromo. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mempesona bagi kami dan wisatawan yang lain.

Untuk menjaga keindahan pesona Bromo ada baiknya pembatasan jumlah pengunjung terjadwal dan teratur dengan jumlah yang sepantasnya sebab bagian ini perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian alam dan ekosistem yang ada. Kemudian pemahaman kepada pengunjung harus ditegaskan semisal bagi pengunjung memungut sampah dan membuang sampah pada tempatnya atau dengan menyiapin sejenis plastik atau penyediaan tempat sampah yang banyak tersedia hal ini dilakukan agar wisatawan ikut serta dalam menjaga area taman nasional ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post