Aan Harinimiswari

Mari terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik....

Selengkapnya
Navigasi Web
Geliat Literasi di Sekolah Kami
Kamis Membaca

Geliat Literasi di Sekolah Kami

Ini parah, koleksi buku di mini library kelas kami tiba-tiba membludak. Gara-gara Gerakan Literasi Sekolah (GLS), anak-anak jadi ketagihan baca buku. Ini baru kegiatan tahap 1 dari GLS, menumbuhkan minat baca. Setiap hari Kamis pagi, sebelum pelajaran dimulai, seluruh warga sekolah wajib membaca buku selama 15 menit.

Oleh karena itu, petugas perpustakaan berusaha mengakomodir GLS ini dengan menambah koleksi buku. Selain di perpustakaan, tim literasi harus menyediakan bahan bacaan di sudut-sudut baca maupun di kelas. Itu berarti kerja keras. Bagaimana tidak? Petugas perpustakaan yang cuma 2 orang ini ketiban sampur menyortir konten buku yang hendak didisplay. Mana yang layak dibaca, mana yang tidak. Itu berpengaruh pada kecepatan penyediaan koleksi buku baru. Tidak lucu kan, pembacanya siswa SD, tapi konten bukunya menyasar remaja.

Kesabaran itu mahal harganya. Menunggu buku baru yang datangnya sebulan sekali? Wah, itu cobaan berat bagi minat baca yang sudah menjadi candu. Tengok saja grafik literasi yang ada di kelas. Target sekolah sebanyak 15 buku per anak per tahun, terlampaui hanya dalam hitungan minggu. Lalu, apa solusinya?

“Bawa koleksi buku kalian yang ada di rumah!”

Yah, itu salah satu solusi yang bisa digagas walas. Pertama, paling tidak gagasan itu bisa memecahkan masalah kurangnya koleksi buku baru di perpustakaan sekolah. Kedua, buku yang dibawa anak-anak dari rumah diharapkan sudah tersortir oleh orang tua, sehingga aman untuk dinikmati para siswa di sekolah. Ketiga, para siswa bisa saling bertukar buku. Ini sekaligus melatih karakter tanggung jawab. Jangan sampai buku teman yang dipinjam rusak, apalagi hilang. Gagasan ini juga merangsang anak-anak untuk bisa memanajemen koleksi mini library dengan baik. Mereka jadi belajar melabeli buku, membuat kode buku, mengatur peminjaman, mencatat buku keluar masuk, dan lain-lain. Pendek kata, dari literasi, para siswa sekaligus belajar manajemen.

Masalah selesai? Tidak semudah itu Ferguso! Entah bagaimana, kecepatan para kutu buku ini dalam melahap buku tidak sebanding dengan kemampuan kelas menyediakan buku. Stop dulu! Ini berbahaya, akan makin banyak buku yang kontennya belum tentu layak dinikmati anak-anak seusia mereka. Kemampuan sortir kami terbatas. Maka sekolah memulai tahap berikutnya: BERKISAH. Guru harus memberi contoh bagaimana harus berkisah. Lalu pada pertemuan berikutnya, ganti siswa yang harus berkisah.

Saat guru berkisah, siswa akan belajar mendengarkan. Ini penting untuk melatih kesabaran dan meningkatkan kepekaan. Selain itu, siswa akan belajar berimajinasi. Kemampuan imajinasi ini juga penting. Kadang untuk memahami soal cerita, siswa harus bisa membuat imaji mengenai maksud soal di kepalanya kan?

Oke, lanjut! Setelah mendengarkan guru berkisah, giliran siswa yang berkisah. Dengan berkisah, siswa akan belajar tampil lebih percaya diri. Selain itu siswa belajar merangkai kalimat dengan terstruktur, melafalkannya dengan jelas, memilih intonasi yang tepat, serta mengekspresikannya dengan terbuka.

Bahan untuk berkisah ditentukan oleh tim literasi sekolah. Sayangnya, bahan tersebut kontennya minimalis. Maka walas harus berburu informasi lebih untuk disampaikan ke siswa. Itu berarti, guru juga harus literat. Tidak lucu kan? Siswa harus literat, gurunya melulu baca pesan whatsapp.

Tapi berkisah tidak bisa kami lakukan terus menerus. Anak-anak itu mudah bosan. Jadi demikianlah. Kegiatan literasi di sekolah kami diselang-seling: membaca bebas-mendengarkan kisah-berkisah. Lalu masalah itu berulang. Kami kehabisan bahan baca. Pameran bukupun diserbu. Oh, tidak! Buku impor tidak selalu peduli apakah mereka masih anak-anak atau sudah remaja. Bagaimana jika di dalam buku-buku itu terselip konten seksual? Bahaya tingkat dewa!

“Kalau kalian kesulitan mendapatkan buku yang layak kalian baca, maka buat sendiri buku yang layak kalian baca!” Hehe...ide brilian memang sering muncul saat kepepet. Kan bagus, siswa belajar menulis bukunya sendiri. Kata CEO Media Guru, dengan menulis, anak akan belajar menyelesaikan masalah. Keterampilan problem solving ini penting bagi generasi emas kita kelak. Dengan menulis buku, secara otomatis akan membuka memori. Daya ingat jadi meningkat. Pun untuk menulis, kita dituntut bisa memahami konteks masalah dengan utuh. Maka dibutuhkan banyak pengetahuan, banyak baca, wawasan otomatis bertambah. Dalam kegiatan menulis pula, siswa bisa menerapkan pengetahuan untuk menganalisis masalah, dan pada akhirnya membuat solusi. Whole package, kan!

Nah, kegiatan literasi di sekolah kami memang paket lengkap. Ada membaca, mendengarkan, berkisah, dan menulis kisah sendiri. Belum sempurna memang. Tapi mendidik generasi emas untuk menjadi lebih literat memang tidak semudah membalik telapak tangan. Semua butuh proses, step by step. Dan proses ini butuh dukungan semua pihak yang berkepentingan menyiapkan generasi emas demi masa depan Indonesia. Jadi kami lakukan saja apa yang bisa kami lakukan sekarang. Tidak perlu menunggu rumput tumbuh di musim dingin. Kapan tumbuhnya?

Jadi, hari Kamis ini jadwal kami membaca lagi. Tapi, 15 menit mana cukup untuk mengunyah kisah dalam sebuah buku? Alhasil, 15 menit ditambahkan demi keutuhan imajinasi yang sudah terlanjur terbangun lewat untaian kata-kata. Yo wes rek, gapopo! Untung ini jam mengajar walasmu sendiri. Kalau tidak, bisa disemprit waka akademik ustazahmu ini😞

Note:

Penulis adalah seorang guru SD yang senang berkarya melalui tulisan. Pernah menjadi staf redaksi di buletin sekolah dan mengasuh rubrik suplemen. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa. Dua buku antologinya sudah terbit: Kepak Sayap Para Mujahid dan Tentang Sebuah Rasa. Kenekatannya mengikuti pelatihan SaGuSaBu harus ia bayar dengan begadang berhari-hari untuk menyelesaikan sebuah buku tunggal. Untuk mengenali tulisannya, silakan berkunjung ke gurusiana dan follow aanharinimiswari.gurusiana.id.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih bu. Tulisan Ibu juga bagus!

31 Oct
Balas

Ini mah juara, ahhh

31 Oct
Balas

Masih belajar kok pak. Terima kasih atas responnya. Semoga tulisan saya bermanfaat.

05 Nov



search

New Post