Abd. Karim Tahir

Tinggal di Gowa - Sulawesi Selatan. Guru IPS SMP Negeri 1 Parangloe Kab. Gowa dan Ketua Pusat Belajar Guru (PBG) Gowa....

Selengkapnya
Navigasi Web

Bangku Kecemasan

Tiba-tiba istri saya mengeluh. Badannya lemas seolah tak bertenaga, wajahnya pucat tampaknya kurang darah. segera saya mengantarnya ke Puskesmas terdekat. Perawat memeriksanya dengan cermat, mulai dari tekanan darah, memeriksa mata, dan ambil sampel darah. Dari hasil pemeriksaan darah, dokter menyarankan untuk dirujuk ke rumah sakit. Gawat! Saya kira hanya penyakit biasa, yang akan segera sembuh dengan paracetamol dan beberapa butir vitamin andalan Puskesmas yang biasa jadi ole-ole pasien, apapun jenis penyakitnya.

Di rumah sakit, istri saya langsung ditangani oleh dokter dikerumuni oleh beberapa orang perawat. Sementara saya duduk di sebuah bangku ruang tunggu berdempatan dengan keluarga pasien yang lain. Duduk bersama mencoba menyelami perasaan, sedalam apa tingkat kecemasan masing-masing. Tidak keliru kalau saudara-saudara kita di Malaysia menyebut ruang tunggu ini dengan istilah " ruang kecemasan". Saya setuju. Menunggu identik dengan cemas, harap-harap cemas. Terlebih yang ditunggu adalah hasil pemeriksaan dokter.

Di bangku kecemasan ini saya memperhatikan orang hilir mudik, datang dan pergi dengan aneka penampakan. Ada yang datang dengan mata diperban nampaknya sudah dioperasi katarak. Berjalan tertatih-tatih dipapah oleh seorang perempuan muda, mungkin anaknya. Satunya lagi tak jauh dari tempat duduk saya, seorang ibu dengan badan kurus kering tampak kesulitan bernafas. Setiap kali bernafas menimbulkan suara melengking yang khas, mungkin si ibu terserang penyakit asma. Di pojok bangku yang lain terlihat seorang anak muda dengan lutut berbalut perban, tangannya menyandang tongkat. Sedangkan ibu yang menemaninya terlihat cuek sambil sesekali marah jika anak muda ini meringis kesakitan, brisik!!! Ah, jangan-jangan anak ini jatuh dari motor karena balapan liar, sampai ibunya tidak bersimpati begitu.

Saya teringat ceramah dai sejuta umat, KH. Zainuddin MZ, idola saya sejak SMP. Salah satu bagian ceramahnya, beliau mengatakan bahwa jika hatimu keras maka sering-seringlah berkunjung ke rumah sakit. Benar, di rumah sakit kita bisa mengamati keadaan orang-orang yang terbaring tak berdaya. Ada yang kehilangan kakinya sebelah, berteriak mengerang kesakitan. Ada yang diam tak bergerak, dengan segala macam peralatan medis yang terpasang ditubuhnya. Anak kecil yang menangis merontah dalam gendongan ibunya, tak ingin dipasangi alat infus.

Berkunjunglah ke ruang-ruang UGD (Unit Gwat Darurat) dan anda akan melihat kesibukan paramedis memberikan pertolongan kepada pasien yang nyaris tanpa henti. Datang silih berganti dengan berbagai keadaan. Mulai yang diam tak bergerak sampai yang tak bisa tenang, gemetar memadangi darah dari lukanya sendiri.

Kita bisa menyaksikan dan meresapi semua keadaan ini. Bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang serba lemah. Tidak punya daya dan kekuatan. Sangat tidak pantas menyombongkan diri atas sesuatu yang sebenarnya adalah titipan Allah. Tidak pantas berbuat sewenang-wenang atas secuil kekuasaan yang dititipkan Allah. Jangan bangga diri dengan harta, jabatan, dan ilmu yang dipinjamkan Allah. Karena suatu saat, jika Allah menghendaki semua akan sirna, tak berbekas.

Mari belajar dari perjalanan umat-umat terdahulu. Ketika Allah mengutus para rasul-Nya di setiap kaum. Dakwah rasul-rasul ini selalu dihadang oleh manusia-manusia congkak sok kuasa. Manusia yang merasa diri paling kuasa di muka bumi dan untuk itulah mereka menjadi penghalang dakwah para utusan Allah. Menyepelekan rasul Allah dan menolak kebenaran yang dibawanya

Akhir cerita, semua penantang Allah berakhir tragis, mereka kalah dengan penuh kehinaan. Fira'un yang mengklaim diri sebagai raja diraja bahkan mengangkat diri sebagai Tuhan yang wajib disembah oleh seluruh rakyatnya, ditenggelamkan Allah di Laut Merah. Hingga hari ini jazadnya masih utuh untuk jadi pelajaran bagi manusia yang datang kemudian. Nasib yang lebih tragis dialami raja Namrudz, konon raja lalim ini meninggal karena makhluk Allah yang kecil, semut. Raja besar yang ingin menandingi kekuasaan Allah meninggal dalam keadaan terhina, Fir'aun meninggal karena tenggelam, Namrudz karena semut. Inilah cara Allah memperlihatkan kekuasaanNya dan menghinakan para penentangnya.

Sadarilah betapa kecilnya kita dibanding kemahakuasaan Allah. Betapa tak berdayanya kita dibanding kekuataan Allah. Bersyukurlah jika hari ini kita masih diberikan nikmat sehat, masih diberi kecukupan hidup, dimanahi harta dan kekuasaan. Gunakan semua nikmat di jalan yang diridhoi Allah. Beribadah dengan penuh keikhlasan. Semoga dengan demikian akan mengikis sifat sombong dalam diri kita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post