Abd. Karim Tahir

Tinggal di Gowa - Sulawesi Selatan. Guru IPS SMP Negeri 1 Parangloe Kab. Gowa dan Ketua Pusat Belajar Guru (PBG) Gowa....

Selengkapnya
Navigasi Web

Booming Literasi

Minat baca masyarakat Indonesia yang rendah sudah lama menjadi bahan perbincangan. Jauh sebelum kita mengenal istilah era revolusi industri 4.0. Mungkin inilah yang melatari keluarnya kebijakan pemerintah terkait Gerakan Literasi.

Budaya di literasi digalakkan. Di sekolah, siswa diwajibkan membaca lima belas menit sebelum jam pertama dimulai. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru diharuskan memuat kegiatan literasi. Pojok-pojok baca menghias kelas, taman baca terpasang dengan gagah di sudut-sudut sekolah. Pengadaan buku bacaan di sekolah meningkat. Perlombaan literasi di kalangan siswa digelar.

Kesadaran akan pentingnya budaya literasi menggeliat. Ditangkap dengan baik oleh guru-guru kreatif dengan membentuk wadah pergerakan literasi, yang terkenal adalah gerakan satu guru satu buku (sagusabu). Demam menulis melanda, tiba-tiba banyak guru yang menulis dan selanjutnya menerbitkan buku, mengangetkan. Dalam waktu singkat gerakan literasi menuai hasil.

Sebuah perkembangan yang sangat membahagiakan. Jika diingat bahwa selama ini manusia Indonesia (termasuk guru) lebih mengedepankan ngobrol daripada membaca apalagi menulis. Mungkin ini konsekuensi dari naluri manusia Indonesia yang dikenal peramah. Tidak enak rasanya duduk bersama tanpa saling sapa, ngobrol, dan jika sudah begitu kadang lupa waktu.

Pemerintah seharusnya jeli menangkap moment kebangkitan ini. Misalnya, dengan memperbanyak penerbitan buku, hargai para penulisnya agar termotivasi untuk terus berkarya. Permudah distribusi buku, dirikan perpustakaan-perpustakaan dan taman-taman baca di tempat-tempat umum. Ciptakan suasana kondusif untuk berdirinya toko-toko buku, yakinkan para pemodal bahwa usaha di bidang perbukuan adalah suatu hal yang sangat menjanjikan. Terus menerus kampanyekan budaya literasi ini di setiap level kebijakan, bukan hanya di sekolah-sekolah, kampus-kampus, tetapi di kantor-kantorpun harus terjamah bahkan sebisa mungkin hingga ke rumah-rumah. Membiasakan sejak dini anak-anak akrab dengan buku, dan ini harus mulai dari rumah melalui kepedulian orang tua.

Jika program ini bisa berjalan dengan berkesinambungan, bukan tidak mungkin, di masa yang tidak akan lama lagi, kita akan melihat di tempat-tempat umum akan dipenuhi orang-orang yang membaca, sambil menunggu bis, mengantri di bank, lagi istrirahat di taman-taman kota dan di tempat-tempat umum lainnya. Mengapa gerakan ini perlu mendapat perhatian serius? Karena literasi adalah kunci bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Mari kita bercermin pada sejarah perdaban Islam yang diwakili oleh Bagdad di Timur dan Andalusia di Barat. Sejarah menyajikan fakta kepada kita. Philip K Hitti dalam bukunya yang sangat terkenal, "Dunia Arab" menjelaskan tentang Cordoba sebagai mutiara dunia, pusat peradaban antara abad ke 9 hingga abad ke 11. Kalau di Timur dikenal Bagdad sebagai simbol kemajuan, maka di Barat Cordobalah bintangnya.

Apa yang membuat Cordoba maju? Philip K Hitti menjelaskan bahwa penguasa Islam di Andalusia (Spanyol) merancang Cordoba sebagai pusat ilmu pengetahuan. Dijelaskan bahwa pada abad ke 10 Masehi di kota Cordoba sudah berdiri 70 buah perpustakaan dengan toko-toko bukunya yang tidak terhitung jumlahnya.

Minat terhadap ilmu pengetahuan tidak hanya milik para ilmuan bahkan para peminpin mereka berlomba-lomba dalam hal itu. Al-Hakam, adalah salah seorang penguasa Andalusia yang memiliki kecintaan terhadap buku. Agen-agennya mencari buku di toko-toko buku di Iskandaryah, Damasik dan Bagdad untuk membelinya dan menyalin naskah-naskahnya. Buku -buku yang diperoleh dengan jalan tersebut, konon kabarnya berjumlah sampai 400.000 buah.

Bukan hanya di Andalusia, keadaan serupa berkembang pula di Bagdad, Iskandaryah dan Kairo. Bahkan perpustakaan di Kairo koleksi bukunya mencapai dua juta. Penerjemahan kitab-kitab klasik dari Yunani dan India digalakkan, khalifah Al-Ma’mun memberikan gaji sebesar 500 dinar atau setara dengan dua kilo gram emas perbulan untuk para penerjemah ini. Sedangkan para penulis buku, karyanya dihargai dengan emas sesuai dengan berat kitab hasil karyanya. Alhasil, kecintaan terhadap pengetahuan ini telah melahirkan ilmuan-ilmuan dari berbagai disiplin ilmu yang banyak memberikan sumbangan terhadap perkembangan perdaban dunia.

Di dunia modern kita mengenal Jepang dengan tingkat Literasi yang jauh di atas negara kita. Hasil penelitian terhadap 24 negara di dunia, mengungkapkan bahwa Jepang merupakan negara dengan kemampuan literasi yang terbaik. Baik dalam kemampuan membaca serta kemampaun menulisnya. Dengan ini Jepang menempatkan diri sebagai negara maju yang sulit tertandingi. Menurut studi yang dilaporkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), orang dengan tingkat literasi rendah mengalami resiko lebih besar untuk menjadi pengangguran serta berkaitan dengan kesehatan yang lebih buruk. Sementara orang yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis tinggi memiliki penghasilan 60 persen lebih besar ketimbang yang berliterasi rendah.

Kita berharap bahwa gerakan literasi yang saat ini lagi booming mendapat lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hanya dengan jalan ini kita bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post