Abd. Karim Tahir

Tinggal di Gowa - Sulawesi Selatan. Guru IPS SMP Negeri 1 Parangloe Kab. Gowa dan Ketua Pusat Belajar Guru (PBG) Gowa....

Selengkapnya
Navigasi Web

Memaknai Hari Buku Internasional

Pada tahun 1995 UNESCO menetapkan tangal 23 April sebagai Hari Buku Internasional. Tanggal tersebut dipilih untuk mengenang meninggalnya William Shakespeare dan Inca Garcilaso de la Vega serta hari lahir atau kematian beberapa penulis terkenal lainnya. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa 23 April ditetapkan sebagai Hari Buku Internasional dihubungkan dengan acara La Diada de Sant Jordi alias Sant Jordi di Catalunya, Spanyol. Pada 23 April 1923, para pedagang buku di Catalunya mengadakan acara festival buku pada momen perayaan tahunan masyarakat Catalan tersebut.

Di Indonesia, peringatan Hari Buku Internasional baru dimulai pada tahun 2006 diprakarsai oleh Forum Indonesia membaca. Sangat disayangkan bahwa kampanye tentang Hari Buku Internasional kurang semarak, sepi. Padahal sosialisasi tentang peran penting buku dalam menyokong perkembangan peradaban harus terus digalakkan. Mengingat Indonesia masuk dalam kategori negara “darurat literasi”. Data dari UNESCO menyebutkan bahwa dari 1.000 penduduk Indonesia, yang minat membaca hanya satu orang atau perbandingannya 1000:1. Dalam hal jumlah buku, kitapun masih tertinggal. Satu buku dibaca lima belas ribu orang, padahal berdasarkan standar UNESCO idealnya satu buku dibaca oleh dua orang.

Tidak mengherankan jika Indonesia menjadi negara dengan tingkat literasi yang sangat rendah. Pada Maret 2016 Most Literate Nations in the World merilis peringkat literasi internasional yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 di antara 61 negara. Sementara, data dari World Education Forum, negeri kita menempati urutan ke 69 dari 76 negara.

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Permendikbud nomor 23 Tahun 2015 tentang Pendidikan Budi Pekerti yang di dalamnya juga mencakup Gerakan Literasi Sekolah. Untuk menumbuhkan budaya baca di kalangan peserta didik, berdasarkan regulasi ini, maka diadakan pembiasaan membaca lima belas menit sebelum pembelajaran dimulai. Dengan pembiasaan ini maka peserta didik diharapkan menjadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan dan pada akhirnya menjadi karakter. Jika membaca sudah menjadi karakter maka dengan sendirinya “masyarakat membaca” akan terbentuk.

Masyarakat membaca yang dimaksudkan adalah masyarakat di mana membaca sudah menjadi budaya. Aktifitas masyarakat tidak lepas dari bacaan. Memberi hadiah dengan buku, aksesoris rumah adalah buku, pusat-pusat keramaian tidak lengkap tanpa ruang baca, di mall, di pasar bahkan di trotoar.

Untuk itu diperlukan iklim yang kondusif untuk terciptanya karakter membaca. Terutama adalah tersedianya bahan bacaan yang memadai. Taman atau pojok baca yang mudah diakses. Perpustakaan yang lengkap dan nyaman. Toko buku yang menjual buku dengan harga terjangkau. Kebijakan perbukuan yang memberikan kemudahan bagi penulis, penerbit, maupun toko buku untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun yang terpenting dari semua itu adalah keteladan dari semua pihak, guru, orang tua, dan juga para pejabat. Mereka harus menjadi model pada semua peserta didik tentang kesukaan membaca.

Apakah ini bisa terwujud? Yakin bisa. Bahkan saat ini bisa dikatakan moment yang sangat tepat. Dalam hal kepenulisan misalnya, saat ini beberapa komunitas guru sedang giat-giatnya menulis. Sebut saja di antaranya adalah Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Media Guru dengan blog gurusiana-nya. Kedua komunitas ini aktif memberikan pelatihan dan motivasi menulis melalui kegiatan Satu Guru Satu Buku (Sagusabu). Melalui kegiatan tersebut telah lahir begitu banyak guru penulis yang telah berhasil menerbitkan buku mereka. Selain kedua komunitas itu, banyak juga guru yang secara mandiri menulis dan menerbitkan buku.

Fenomena ini bisa menjadi peluang bagi kebangkitan literasi Indonesia. Hanya saja, dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk menjaga semangat ini. Penulis terkesan membaca berita bahwa di salah satu kabupaten, Kepala Dinas Pendidikannya mengundang pelatih untuk melatih guru-guru di daerahnya untuk menulis. Belaiu juga berjanji untuk membeli buku karya guru hasil pelatihan tersebut untuk disalurkan ke sekolah-sekolah. Contoh salah satu kebijakan cerdas yang semoga saja bisa diikuti oleh daerah-daerah lainnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post