"Bi, kenal pak Marto ga?" tanya istriku selepas makan malam.

"Kayaknya kenal," jawabku sambil berusaha menghadirkan sosok pak Marto dalam ingatanku.

"Pak Marto kan meninggal," tambah istriku.

"Kata siapa?" jawabku kurang percaya.

"Ni ada info di grup," balas istriku sambil membaca pesan di grup alumni.

Aku pun jadi penasaran. Segera kuambil handphone untuk mencari kebenaran berita tersebut. Tak berapa lama, akupun mendapatkan berita yang kucari. Dan ternyata benar, pak Marto meninggal dunia. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi roojiuun.

Pak Marto, begitulah aku mendengar para murid dan guru memanggilnya. Murah senyum dan ramah. Sikap itulah yang tersimpan rapi dalam ingatanku atas diri beliau saat aku masih sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al Hidayah. Aku memang belum pernah merasakan langsung didikannya di dalam kelas, karena beliau mengajar di Madrasah Aliyah. Namun, hanya dengan melihatnya dari jarak ± 100 meter, aku sudah merasa dididik oleh beliau.

Saat mengetik tulisan ini, bayangan beliau yang sedang berjalan di depan kantor Aliyah (sekarang sudah menjadi asrama) nampak dengan jelas. Beliau berjalan sambil tersenyum. Ah, tak kuat rasanya untuk melanjutkan tulisan ini lebih banyak lagi.

Aku bersaksi, beliau orang sholeh, orang baik. Yaa Rabb, kumohon ridho-Mu untuk menempatkan beliau di surga-Mu. Aamiin Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum.

Sengaja kutulis berita ini di media sosial. Aku ingin lebih banyak lagi orang yang akan mendoakan beliau.

Dari seorang murid yang ingin menjadi muridnya.