Suherman, C.DAI., M.A., M.Pd

Riwayat Pendidikan : S.1 Fakultas Dirosat Islamiyyah UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Dirosat Islamiyyah SPS UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Pendidi...

Selengkapnya
Navigasi Web
PAJAK PENGHASILAN BERCOVER ZAKAT PROFESI
Dalam ushul fikih hal ini disebut Qiyas ma'al fariq atau analogi yang cacat sebab ada perbedaan substansi.

PAJAK PENGHASILAN BERCOVER ZAKAT PROFESI

Perhitungan zakat profesi ala Baznas, dan sayangnya juga diamini oleh MUI, sebagaimana diterangkan oleh media detik ini sama sekali tidak punya dasar secara fikih. Harta yang dianggap wajib zakat dihitung brutonya yang berarti:

- Uang untuk makan-minum sekeluarga kena zakat

- Uang untuk beli baju menutup aurat kena zakat

- Uang untuk bayar kebutuhan rumah seperti listrik, air dsb kena zakat

- Intinya semua pengeluaran wajib anda kena zakat.

Ini namanya bukan zakat tapi pajak penghasilan diatasnamakan zakat. Tentu saja di samping itu tetap wajib membayar pajak pada pemerintah.

Logikanya juga batil. Zakat emas batangan saja baru wajib hanya ketika emasnya jelas wujud (riil berbentuk fisik di alam nyata) dan telah mengendap selama setahun penuh di tangan seorang muzakki. Jadi kalau anda orang kaya yang membeli emas 10 nishab misalnya, tapi emas itu anda jual lagi dalam jangka waktu 11 bulan, maka secara fikih anda tidak terkena kewajiban zakat emas tersebut. Dan tentu saja uang belanja yang anda habiskan untuk keluarga anda sama sekali tidak masuk hitungan.

Tapi gara-gara nalar kapitalis yang dipakai dalam zakat profesi yang dikiaskan ke emas ala Baznas tersebut, maka meski anda sama sekali tidak punya emas satu gram pun dalam setahun, maka anda tiba-tiba menjadi wajib zakat dengan perhitungan seolah anda memiliki emas satu nishab setahun! Konyolnya lagi, biaya nafkah pokok dan segala pengeluaran anda terkena zakat juga sebab yang dihitung adalah bruto. Ditambah lagi pengeluarannya bukan setahun sekali seperti emas tapi harus setiap bulan di saat gajian, makin konyol.

Dalam ushul fikih hal ini disebut Qiyas ma'al fariq atau analogi yang cacat sebab ada perbedaan substansi. Dengan demikian maka saya berani berkata bahwa bisa jadi kebijakan perusahaan zakat nasional tersebut tidak berdasar secara fikih. Apalagi, zakat penghasilan memang tidak dikenal sejak masa Rasulullah hingga belakangan ini ketika bab zakat yang sejatinya tawqifi diganti dengan nalar untuk menumpuk kapital bagi perusahaan zakat.

Entah apa yang membuat para fukaha di negeri ini diam? Apakah mereka tidak tahu atau mereka tidak peduli pada permasalahan dalam skala besar yang menyulitkan umat ini? Tapi yang jelas, di antara keheningan berjamaah, tetap ada yang harus memecah kesunyian dengan menyuarakannya.

Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post