Suherman, C.DAI., M.A., M.Pd

Riwayat Pendidikan : S.1 Fakultas Dirosat Islamiyyah UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Dirosat Islamiyyah SPS UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Pendidi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pendidikan itu Butuh Proses
Tarbiyah adalah pendidikan. Murabbi adalah pendidik. Pendidikan itu butuh proses. Karena itu murabbi mesti sabar dalam menjalani proses.

Pendidikan itu Butuh Proses

Pernahkah kita berpikir kenapa Allah Swt menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa)? Apa sulitnya bagi Dia untuk menciptakan alam semesta ini dalam sekejap mata atau bahkan lebih cepat dari itu? Kenapa untuk jadi sebuah pohon kelapa mesti melewati berbagai tahapan dulu? Bukankah semua bisa terjadi dengan ‘kun’ maka ia akan jadi?

Diantara hikmahnya –wallahu a’lam- Dia ingin mengajarkan pada kita bahwa semua butuh proses. Tidak ada yang langsung jadi tiba-tiba, meski Dia mampu melakukannya. Dia adalah ‘Rabb’ yang akar katanya sama dengan ‘Tarbiyah’ yang berarti menumbuhkan sesuatu secara bertahap.

Tarbiyah adalah pendidikan. Murabbi adalah pendidik. Pendidikan itu butuh proses. Karena itu murabbi mesti sabar dalam menjalani proses. Ketika objek didik (anak kandung atau siswa) memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan akhir dari pendidikan, seperti kenakalan, melawan, suka mem-bully dan sebagainya, ini pertanda ada yang salah pada proses yang dilakukan.

Ibarat seorang mekanik membuat sebuah mesin. Ketika dinyalakan mesin tidak berfungsi dengan baik. Ini boleh jadi karena ada bagian yang tidak terpasang dengan baik. Atau ada komponen yang tidak bekerja dengan semestinya. Tentu proses pendidikan manusia jauh lebih kompleks dan tidak bisa disamakan dengan proses pembuatan barang.

Ada sebagian penceramah yang menyampaikan pada jamaah doa-doa khusus untuk menyikapi perilaku anak. Misalnya, jika anak rewel baca zikir ini. Agar anak patuh pada orang tua baca doa ini. Menginginkan anak berakhlak mulia baca ayat ini. Dan seterusnya.

Tentu ini sesuatu yang baik. Karena bagaimanapun hati manusia berada dalam kuasa Allah Swt; Dia yang membolak-balikkan sekehendak-Nya. Termasuk juga hati anak kita. Sehebat apapun usaha kita merubah perilakunya kalau Allah Swt tidak memberikan taufiq-Nya tidak akan berhasil. Jadi peran doa tidak bisa diabaikan.

Namun yang dikhawatirkan adalah orang tua atau guru cenderung memilih cara instan yang mereka anggap bisa memberikan dampak pada anak secara cepat. Akhirnya ketika anak terlihat rewel atau nakal, orang tua langsung membaca ayat, doa atau zikir yang diajarkan sang penceramah. Kemudian ia akan menunggu hasilnya. Kalau hasilnya tak kunjung tampak ia akan berdoa lagi dengan lebih sungguh-sungguh. Kalau perlu ia akan meminta doa dari orang yang dinilainya lebih soleh dan alim.

Padahal masalah sesungguhnya adalah proses dan pola pendidikan yang ia lakukan selama ini salah sehingga muncullah sikap anak seperti itu. Dari sini ia semestinya mulai memperbaiki. Sebagai contoh. Anak yang suka melawan itu karena orang tua suka memerintah, membentak, dan berbahasa kasar. Wajar kalau anak akhirnya suka melawan.

Lalu ketika orang tua ingin memperbaiki perilaku negatif pada anaknya ini bisakah dengan cara berdoa saja? Atau membaca ayat-ayat dan zikir-zikir tertentu sementara sikap dan bahasanya pada anak tidak ia perbaiki?

Disinilah briliannya Umar bin Khattab ra. Ketika ada seorang bapak mengadukan anaknya yang durhaka padanya, Umar tidak menyuruhnya membaca doa-doa tertentu. Ia teliti dulu akar permasalahannya.

Umar memanggil sang anak. Ia bertanya: “Apakah benar engkau durhaka pada ayahmu?”

“Benar wahai Amirul Mukminin,” jawab sang anak.

“Kenapa engkau lakukan itu?”

“Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak terhadap orang tua?”

“Iya, benar," jawab Umar.

“Ayahku tidak menunaikan kewajibannya terhadapku. Ia pilihkan ibuku (maksudnya ia menikah dengan) seorang wanita Zinjiy dari asal Majusi. Ia juga memberiku nama Khanfasa` (yang berarti kumbang). Dan ia tidak pernah mengajarkanku al-Quran sama sekali.”

Mendengar itu Umar berkata pada sang ayah:

لقد عققته قبل أن يعقك

“Engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu.”

(Riwayat ini disebutkan Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Awlad. Sanad riwayat ini bermasalah. Namun substansinya bisa diambil hikmahnya).

Maka ketika anak rewel, melawan, punya kebiasaan buruk dan sebagainya, cari sumber masalahnya terlebih dahulu. Jangan-jangan kita telah mendurhakainya sehingga ia mendurhakai kita.

والله تعالى أعلم وأحكم

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ya salaam. Sungguh ini sebuah artikel yang mencerahkan. Salam kenal dari saya LISATA, Pekanbaru, Riau.

25 Jan
Balas

Masyaallah. Tulisan ini bagus sekali. Mengingatkan saya sebagai orang tua dan guru.

25 Jan
Balas

Ulasan yang keren dan berkualitas Pak

25 Jan
Balas

Tabarokalloh Ustadz semoga anak2 selalu solihin, sholihat n manfaat

25 Jan
Balas



search

New Post