ADE RIFQI ROZIQIN

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Benar-benar tidak benar

Benar-benar tidak benar

Suasana kampungku yang hening mendadak ramai gara-gara perselisihan 2 kelompok. Kelompok satu dengan lainnya masing masing punya referensi, punya guru. Perselisihan dipicu karena salah satu kelompok membelot, lalu meyakini kelompok lain. Perselisihan tentang kehendak tuhan. Satu kelompok meyakini segala sesuatu dalam hidup ini sudah ditentukan tuhan sehingga mereka ikhlas, rela dengan takdir mereka apapun yang terjadi. Kelompok lain meyakini manusia punya kuasa atas dirinya sendiri, atas takdirnya. Tuhan sebagai pencipta sekaligus sutradaranya. Ini tak terjadi hanya pada orang dewasa, bahkan anak-anak mereka pun didoktrin dengan keyakinan masing masing kelompok. Meski tak pernah bentrok fisik. Secara batin mereka berperang.

Waktu berlalu terasa lama, tapi sudah berapa tahun saja terlewati. Sampai akhirnya tiba orang- orang dewasa menjadi tua dan anak-anak menjadi dewasa. Seorang pengembara cilik datang ke kampungku, tanpa aba aba ia naik mimbar berteriak agar semua orang berkumpul. Setelah salam dan perkenalan pengembara cilik itu memperlihatkan sebuah penggaris berukuran 30 cm. Ia pegang penggaris itu di bagian tengah.

“ Manakah ujung dari penggaris ini? “ tanya nya

Dibalik kerumunan seseorang berteriak, “ Angka 0 cm, sudah pasti”.

Suara lain menimpali, “Dasar bodoh ujung penggaris ya angka 30 cm”

Sura lain saling bersahutan seperti dengung lebah. Seketika hening, saat pengembara cilik batuk kecil.

“ Angka 0 cm dan 30 cm keduanya ujung, 0 cm merasa dirinya ujung sedangkan 30 cm juga merasa dirinya ujung. 0 cm takkan mau menjadi 30 cm begitu sebaliknya. Tanpa adanya 0 cm dan 30 cm penggaris ini tentu tak sempurna bahkan takkan ada.”

Pengembara cilik berhenti berkata. Tiga detik kemuadian ia melanjutkan perkataannya

“ jadi, silahkan simpulkan”

Kerumunan bubar. Beberapa bulan berlalu kampung jadi damai. Hanya sebentar. Semua terusik Kembali karena sebuah status whatsapp.

*

Potongan cerita meskipun fiktif tapi tentu berdasarkan kenyataan. Meyakini sebuah kebenaran membuat kita bagai memakai kacamata kuda, meremehkan hal lain yang bisa mempengaruhi kebenaran yang kita yakini. Kalau tidak demikian,bisa jadi kita bimbang. Semisal saat mendengar berita tentang seorang tokoh besar yang didalam hidupnya banyak kebohongan. Apakah itu benar?. Pernah kawan menyampaikan, jika sumber beritanya berasal lebih dari 3 media itulah kebenaran.

Maka percakapan kita sekarang beralih ke media, yang konon merupakan gerbang terakhir pemegang kebenaran. Setidaknya keyakinan itu ada sesaat, sebelum dua pihak media bersebrangan dalam mengutarakan suatu hal. Pernah suatu saat pemberitaan sama, sudut opandang berbeda : satu pro satu kontra. Lalu kebenaran mana yang harus diyakini?

Bagaimanakah kebenaran itu?

Kebenaran dan pembenaran. Saat kebenaraan dilihat membabi buta tentulah muncul pembenaran. saya meyakini kebenaran agama saya 100 persen. Apakah agama lain salah?. Memang antonim kata benar adalah salah. Namun dalah hal ini katakanlah antonim benar = berbeda. Agama lain pun meyakini kebenaran agamanya. Kalau semuanya benar siapa yang salah?. Kembali lagi, katakanlah ‘berbeda’.

Pembenaran tidaklah dibenarkan, sikap anarkis bisa muncul. Dalih agama,dalih keyakinan, dan dalih lainnya bisa membuat nurani tertutup. Tragis, pernah dimuat di berita seorang dibakar karena meyakini hal yang berbeda dari orang lain. Kalaupun tidak tragis, pembenaran bisa jadi lucu namun menjengkelkan. Seperti kisah orang-orang yang tak bisa ‘dipindahkan’ tempat tinggal nya meski tak punya surat kepemilikan tanah. Argumen yang dipakai orang tersebut adalah : ‘bukankah tanah itu diciptakan tuhan, maka semua nya milik tuhan. Manusia tidak punya hak memiliki tanah tersebut.’ Argumen yang mudah dipatahkan: ‘apakah anda tuhan?’

Mari kita coba renungi teori berikut : ‘Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme’.

Bagaimanakah kebenaran itu? Kebenaran itu terletak pada sudut pandang.

Panjang kali lebar kali tinggi , serta melonca-loncat pemikiran ini. Tunggu, apakah pemikiran ini benar?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Nggak benar, eh, nggak beda, eh,... mbuh Pak..hehehe..Saya sangat suka ulasannya, dari judulnya saja sudah menarik. Lagi, dong, Pak..

18 Jan
Balas



search

New Post