Ade Sari Dewi

Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Kedungjati Menulis adalah salah satu hobi yang saya lakukan di selasela waktu

Selengkapnya
Navigasi Web

Sahabat Tak Sejati (Part 1)

Gelas yang pecah sudah tak bisa lagi disatukan. Mungkin itu pepatah yang tepat untuk 2 sahabat akrab Nita dan Silvi. Dua sahabat yang kini telah berpisah dan mempunyai kehidupan sendiri-sendiri.

Hari itu Silvi pun mengingat kembali apa yang pernah terjadi kala ia duduk di bangku SMP. Masa-masa penuh bahagia. Masa-masa penuh canda dan ceria. Dua sahabat sejati yang selalu ada dalam suka dan duka berjalan seiring seirama menyusuri lorong-lorong sekolah. Para guru pun melihat persahabatan dua sahabat ini sudah seperti saudara. Bagaimana tidak, sepulang sekolah Silvi langsung ke rumah Nita. Malamnya Nita ke rumah Silvi untuk belajar bersama. Orang tua Silvi dan Nita pun tak keberatan dengan kelakuan anak mereka. Ibunya Silvi bekerja sebagai pelayan toko milik orangtuanya Nita.

Di sekolah Silvi termasuk siswi yang cerdas, segala lomba yang diikutinya selalu dimenangkannya. Sedangkan Nita tergolong siswa yang biasa-biasa saja. Prestasinya tak terlalu menyolok di sekolah. Ia hanya mendampingi Silvi jika mengikuti berbagai perlombaan. Yah sekadar sebagai penggembira alias suporter.

Suatu hari Silvi mengikuti perlombaan debat Bahasa Inggris. Nita mendampinginya untuk memberi semangat sebagai suppoter. Dari pagi hingga sore ia tetap setia menunggu Silvi. Dalam perlombaan itu salah satu pesertanya bernama Sofyan dari SMP Cendrawati. Sofyan berperawakan kurus tinggi, berambut tebal dengan kulitnya yang kecoklatan. Saat menunggu panggilan peserta lomba mereka pun berkesempatan berkenalan dengan Sofyan. Sofyan terlihat cuek karena ia berfokus pada lomba yang akan diikutinya.

Akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Silvi pun naik ke podium sedangkan lawan debatnya ternyata Sofyan. Awalnya Nita yang tadinya menjadi supporter Silvi tiba-tiba berubah menjadi supporternya Sofyan. Setiap kali Sofyan bisa membalas tanggapannya Silvi, Nita selalu memberi tepukan yang meriah bahkan ia tak henti-hentinya berterik “Sofyan..Sofyan..yes!”

Saat itu Silvi sedikit down, karena supporter yang diharapkan malah berubah mendukung orang lain. Ada sedikit perasaan kecewa tetapi itu ditepisnya jauh-jauh karena ia harus berkonsentrasi mempertahankan pendapat-pendapatnya.

“Lho kamu nih mau menyemangati saya atau yang dari SMP lain sih...kok dari tadi selalu yang diterikin Sofyan terus?”kata Silvi dengan sedikit merengut waktu selesai berlomba.

“He..he..maaf..maaf..tadi aku khilaf..khilaf karena Sofyan itu aduuuuhhh...apa ya..kok jadi grogi.”jawab Nita dengan tersipu-sipu.

Keesokan harinya, hari pengumuman hasil lomba melalui radio RRI. Juara debat kali ini disabet oleh Sofyan siswa dari SMP Cendrawati. Silvi yang mendengar hasil pengumuman itu tersenyum simpul saja karena dia pun mendapat juara ke-2. Reaksi yang diberikan Nita nampaknya berbeda sekali. Ia nampak kegirangan sewaktu nama Sofyan diumumkan penyiar berita. Malahan sujud syukur. Silvi pun telah paham dengan sifat Nita yang agak agresif. Penyerahan hadiah dilakukan dua hari kemudian. Itu adalah kali kedua Sofyan bertemu dengan Silvi. Ada rasa kagum dalam hati Sofyan terhadap kepintaran Silvi. Betapa ia harus mati-matian mengkanter semua pendapat Silvi saat lomba.

Silvi yang kala itu juga berdiri di samping Sofyan terlihat cuek-cuek saja bahkan hanya sesekali melempar senyum manisnya ke Sofyan. Ia tidak terlalu mempedulikan apakah saat itu sedang dipandang Sofyan atau tidak. Yang ada dalam benaknya adalah ia bisa membanggakan sekolahnya dan keluarga walaupun hanya juara 2 dan juga mendapat hadiah untuk bisa membeli tas dan sepatu baru. Lumayanlah pikir Silvi ketimbang minta orang tua.

Saat selesai acara penyerahan hadiah, Sofyan berinisiatif meminta nomor handphone Silvi. Tapi berhubung Silvi tak punya handphone maka ia hanya memberikan nomor hp-nya Nita. Nita sangat senang dan tidak keberatan, pikirnya ini namanya pucuk dicinta ulam pun tiba. Silvi tak punya pemikiran apapun baik itu iri atau cemburu yang dipikirnya hanya sebatas teman.

Namun suatu hari Sofyan mengirimkan pesan lewat sms. Pesan Sofyan yaitu ingin bertemu Silvi di cafe depan sekolah. Namun pesan itu tak disampaikan Nita. Ia pura-pura lupa dan tak mengindahkan sama sekali pesan itu. Yang ada dalam benaknya tmbullah rasa cemburu terhadap Silvi karena cowok yang ditaksir malah tidak mempedulikannya.

Sofyan nekad menunggu di cafe walaupun tak dijawab Nita. Namun tak diduga yang ditemui malah Nita. Nita hanya tersenyum tersipu-sipu, Sofyan menanyakan tentang Silvi tapi ia pura-pura tak tahu.

“Aku gak tau kemana dia, mungkin sudah pulang duluan.”kata Nita dengan ketus.

“Oke besok tolong dikasih tahu jika ketemu di kelas, aku menunggunya di sini.” Kata Sofyan sedikit kesal.

Malam harinya, Nita buru-buru ke rumah Silvi, kali ini bukan untuk belajar tetapi ingin mengatakan sesuatu pada Silvi. Tak disangka-sangka bukannya pesan Sofyan yang disampaikan malah marah-marah ke Silvi.

“Sil...! kali ini saya tak bisa memaafkanmu karena kamu selalu saja merebut hati lelaki yang kuidamkan. Detik ini juga persahabatan kita putus! saya tak akan pernah menjadi sahabatmu lagi ketimbang saya sakit hati terus hanya untuk membelamu!”

“Hey Nit, datang-datang kok langsung marah-marah. Ayo masuk dulu, kita bicara baik-baik.” Jawab Silvi yang tak menyangka dengan sikapnya Nita.

“Cukuplah saya selalu berada di bawahmu, saya selalu kalah denganmu.Terlalu banyak sakit hati untuk selalu bertahan dalam cemburuku...kamu tau gak.... berat rasanya. Kamu harus tahu diri bagaimana pengorbananku kepadamu ! Kali ini tidaaaak. Level kita berbeda saya anak juragan dan kamu hanya anak pelayan. Jadi sorry....”

Nita berlari meninggalkan rumah Silvi dengan bercucuran air mata, kali ini ia merasa sungguh tega tapi mau apa lagi semua caci maki telah ia lontarkan dan ia pun lega walaupun sangat menyakitkan hati Silvi. Nita tak peduli ia lebih peduli perasaannya.

Sejak saat itu persahabatan dua orang yang sangat akrab ini akhirnya terpisah. Ibu Silvi akhirnya berhenti bekerja di toko orang tuanya Nita karena tersinggung dengan kata-kata Nita. Sedangkan Silvi tak pernah lagi bergaul dengan Nita, ia telah mendapat teman baru yang sangat mengerti kondisinya. Silvi tak sakit hati dengan Nita karena ia tahu diri tetapi Nita tetap bertahan dalam keangkuhannya sampai saat ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita seru..adakah kelanjutannya ibu ade?

25 Aug
Balas

Insya Allah ada Bu..

25 Aug

Wow..... keren....saya tunggu kelanjutannya Bu ... Barakallah

25 Aug
Balas

Oke siap Bu Siti...saya juga butuh koreksi loh Bu...menawi ada kejanggalan dalam teks saya...maklumlah Bu baru belajar menulis.

25 Aug

Cerita yang seru.... Tapi ada koreksi sedikit Bu Ade..di bagian paragraf 2..."Ibunya Nita bekerja sebagai pelayan toko milik orangtuanya Nita". Mungkin maksudnya "Ibunya Silvi bekerja sebagai pelayan toko milik orangtuanya Nita". Saya selalu menunggu cerpen dari Bu Ade...Salam literasi...

25 Aug
Balas

Oke bu makasih...kritikan yang bagus..senang rasanya bisa dikoreksi pembaca-pembaca setia he..he..siap Bu Rini...maksudnya memang begitu..Matursuwun njih..

25 Aug



search

New Post