Adi Faridh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Mereka yang Fobia Sekolah Akhir Tragis Sidis

Kisah Mereka yang Fobia Sekolah Akhir Tragis Sidis

Kisah Lain Mereka yang Fobia Sekolah:

Akhir Tragis William Sidis

Oleh

Adi Faridh*)

Pada awalnya berjalan manis. Bocah William Sidis tumbuh di tengah keluarga yg mengagungkan ilmu. Boris ayahnya, adalah pakar psikologi yg getol merancang metode pendidikan baru.

Buku yang ditulisnya menawarkan formula sukses; hanya dengan merangsang pertumbuhan anak sejak dini, produk yang dihasilkan adalah manusia yang dapat mencegah kejahatan, kriminal, dan jadilah manusia beradab.

Maka Sidis kecilpun dijadikan kelinci percobaannya. Fakta pembenar konsepsi sang ayah.

Dibuatkanlah bocah itu peta jalan sukses. Hasilnya sekejap terlihat, di usia balita Sidis telah membuat takjub. Ia pintar tentang ilmu anatomi. Menginjak usianya yg ke delapan, Sidis berhasil merumuskan tabel baru logaritma. Yang semakin membikin decak kagum, di usianya yg baru 11 tahun remaja jenius ini telah menjadi civitas kampus terkenal di AS, Universitas Harvard.

Singkatnya, Sidis nanti akan dicetak jadi pakar matematika.

Boris sang ayah teramat bangga dengan pencapaian sukses luar biasa anaknya. Peta jalan yang dibuatnya tanpa cela. Saat itu seantero Amerika kagum dan ingin menirunya.

Bagaimana dengan Sidis? Si kelinci percobaan yang terkurung labirin peta jalan?

Senyatanya Sidis tak gembira. Ia amat tersiksa. Tersebab Ia sadar akan dirinya yg telah dikarbit ayahnya. Sidis menolak jalan hidup yg digariskan Boris. Ia membuat peta baru untuk memulai jalan lain yg akan ditempuh utk masa depannya. Ia putuskan berontak dengan keluar dari Universitas Harvard tanpa gelar.

Sidis mbalela, kabur menggelandang. Cerita ini merupakan adaptasi dan improvisasi dari

April Fool, esai yg ditulis di Majalah New Yorker. Mengurai kisah tragis tentang Sidis yang gagal dan menderita akibat ambisi Boris, ayahnya. Orangtua yang mungkin berpikiran sekuasa tuhan. Pongah bisa membentuk dan merubah kodrat anak. Sang Ayah memang pakar, tetapi Ia tak terampil merawat tumbuh kembang 'tanaman' yang bernama Sidis. Sidis dibonsai, dipaksa melampaui takaran kecerdasannya.

Pada akhir kisahnya yg pahit, Sidis mati muda dalam keadaan nestapa di Selatan Boston yg kumuh.

Sekali lagi bukti bahwa sekolah memang segaris dengan pengajaran tapi belum tentu senafas dengan penyadaran.

Saya hanya dapat menuturkan cerita, pesan moralnya silahkan anda simpulkan sendiri.

Dirgahayu pendidikan.

*) Guru SMAN 1 Karangbinangun

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Nggih bu hj.. itu realitasnya. Tugas dan tanggungjawab ada di kita para guru untuk kembali ke arah penyadaran.

03 May
Balas

Setuju pak adi, sekolah memang segaris dengan pengajaran tapi belum tentu senafas dengan penyadaran

03 May
Balas



search

New Post