Nuraeni Ajis

Menulis adalah mengekspresikan rasa melalui kata penuh makna,,menulis itu berimajinasi melalui bahasa sesuai keinginan hati..selalu memotivasi diri untuk membua...

Selengkapnya
Navigasi Web
VALENTINO TEBUN VS VALENTINO ROSSI (bagian 1)

VALENTINO TEBUN VS VALENTINO ROSSI (bagian 1)

Namanya Valentino Tebun. Ia adalah siswa baru dari sekolah dasar yang terletak di desa yang bersebelahan dengan desa tempatku mengajar. Kedua desa kami dibatasi oleh sungai dan perkebunan sawit yang sangat luas.

Aku mengenal anak ini tahun lalu, pada saat penerimaan siswa baru. Sekilas membaca namanya, aku langsung teringat dengan pembalap motoGP Valentino Rossi. Dari sekian nama siswa baru, nama anak ini yang langsung tersimpan di memoriku. Aku suka namanya. Valentino Tebun. Keren

Karena rasa penasaran, pada saat masuk kelas memberikan materi Masa Orientasi Siswa (MOS) . Iseng-iseng aku bertanya "siapa yang namanya Valentino Tebun?". Kuperhatikan seorang anak di pojok belakang mengangkat tangan. "Saya bu", ucapnya.

Kamu lahir bulan Februari, ya? tanyaku.

(Kok tahu, ibu peramal ya. Ngelantur hahhaah)

Iya, Bu, Februari, jawabnya singkat.

Kamu tahu arti namamu? Tanyaku.

Tidak bu, jawabnya lagi.

Kata Valentine, kamu tahu artinya? Cecerku.

"Tidak, bu". Jawabnya.

Kalau kata "tebun" menurut bahasa daerahmu, ada artinya tidak?. Mungkin "manis" seperti tebu atau mungkin berarti " embun" atau orang tuamu suka dengan sang pembalap dunia Valentino Rossi, jelasku.

Anak ini hanya menggeleng. "Tidak tahu, bu" ucapnya (sambil berpikir, nih ibu cerewet amat sih, hahha). Saya berpikir demikian karena beberapa orang tua terkadang memberi nama-nama unik kepada anaknya yang memperlihatkan ciri khas kedaerahan atau kesukuan mereka. Seperti banyak anak di desa ini diberi nama Baun, Uling, Iping, dll. Ternyata nama-nama tersebut memiliki arti tersendiri.

"Nama panggilannya siapa?" Tanyaku lagi.

Tebun, bu. Jawabnya.

Itulah sekilas perkenalanku dengan Valentino Tebun. Seorang siswa baru yang lugu, polos, dan pendiam, sebelum aku juga memperkenalkan diri sebagai guru bahasa kepada ia dan teman-temannya di kelas itu.

Satu minggu setelah masa MOS usai, seorang rekan guru berkata kepadaku bahwa si Tebun tidak bisa membaca. Saya hanya menanggapinya singkat, "oh, ya, selama semingguan ini, aku belum pernah memintanya membaca, jadi aku tidak tahu."

"Wahh, guru bahasa harus bekerja keras nih kalau seperti ini", lanjut rekanku. Aku sempat berkomentar "lo koq bisa sampai tingkat SMP kalau belum bisa membaca".

Kembali karena rasa penasaran, kupanggil Tebun ke kantor dan memintanya membaca buku yang kuambil di perpustakaan. Sengaja aku memilih buku yang memiliki ukuran huruf yang besar, supaya anak ini lebih mudah membacanya. Pikirku.

Lima belas menit duduk di depanku, anak ini belum bisa menyelesaikan kalimat pertama pada paragraf yang kutunjukkan dalam buku tentang bahari.

"Tebun, Kamu belum lancar membaca?", tanyaku penuh selidik. Ia hanya tersenyum sambil kudengar suara-suara halusnya mengejakan satu persatu kata-kata yang ada di depannya.

Aku menghela nafas, kemudian kulanjutkan. "Nih, ibu punya buku dongeng bergambar dan berwarna. Coba ini yang kamu baca! Sambil mengganti buku yang ada di depannya. Ini akan lebih mudah dan menarik, pikirku. Ia pun perlahan-lahan membuka buku tersebut.

"Saya baca yang mana, Bu?"tanya Tebun.

"Terserah, yang menurutmu mudah saja". Jawabku. Kudengar, ia kembali terbata-bata membaca kata perkata dalam dongeng itu. Kubantu ia mengeja dan membenarkan cara bacanya.

"Tebun, mulai besok, ketika jam istirahat, kamu harus menemui ibu, atau siapapun guru yang ada di kantor untuk belajar membaca.

"Iya, bu. Jawabnya.

Sejak hari itu, Tebun setiap hari datang ke kantor untuk "laporan wajib baca". Jika ia lupa atau asyik bermain. Aku atau guru lain akan mencarinya. Satu tahun berlalu ketika rapat kenaikan kelas, Tebun dinyatakan naik kelas. Meskipun anak ini memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tergolong kurang, akan tetapi anak ini rajin dan sudah mulai agak lancar membaca (penilaian pribadiku). Pernah ia datang ke sekolah dengan keadaan baju kotor dan basah karena jatuh dari motor ketika hujan dan jalanan licin penuh lumpur. Pernah ia menelepon ke wali kelasnya, meminta maaf karena tidak bisa sampai di sekolah.

"Kenapa?" Tanya wali kelasnya saat itu.

"Saya lewat sungai, Bu, perahu saya bocor jadi karam di sungai". Jelasnya

"Kenapa kamu tidak lewat darat?" Tanya wali kelasnya.

"Jembatan rusak, bu, tidak bisa lewat, jalanan juga sangat licin. (Ketika itu musim hujan)

Bersambung...

@Terkadang pengetahuan dan keterampilan bagi saya bukan hal utama, meskipun itu adalah hal yang sangat penting dalam penilaian. Akan tetapi sikap yang baik dan hal positif lebih akan saya apresiasi. Sopan, santun, jujur, ada kemauan belajar, mau berusaha salah satu contohnya.

Aeny_ajis,,, Longse 141217... di sela-sela waktu menginput nilai

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post