A.Faizin

Nama ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cintaku Terukir di Jam Gadang Bagian#10

Kebiasaanku tidak pernah menjawab pertanyaan orang tua secara gegabah, membuatku mampu bertafakkur seraya memohon kepada Allah untuk selalu dalam lindungan Nya, selalu diturunkan hidayah dan karomah Nya. Dalam keheningan hati yang terpaku pada kebesaran Allah, aku berdoa dalam hati.

“Ya Allah, kumohon kepada Mu, berilah aku ilmunya orang-orang yang takut kepada Mu dan takutnya orang-orang berilmu tentang Mu, yakinkan orang-orang yang bertawakkal kepada Mu dan tawakkalnya orang-orang yang beriman kepada Mu, taubatnya orang-orang yang tunduk kepada Mu dan tunduknya orang-orang yang kembali kepadamu ” bisikku dalam hati yang terdalam sambil kudekap kedua tanganku ke depan mulutku.

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, dengan kedholiman yang amat banyak, tidak ada seorangpun yang dapat mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau”. Aku menghela napas panjang sambil kupejamkan mataku, sambil terus berdoa.

“Maka ampunilah aku, dengan ampunan di sisi Mu dan berilah kasih sayang Mu kepadaku, karena sesungguhnya hanya Engkau Dzat yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.

Pak tua diam menunggu, setidaknya beliau sudah faham dengan sikapku ketika diberikan pertanyaan. Selalu terdiam sebentar sebelum nenjawab pertanyaan. Apalagi pertanyaan sepenting itu.

Keyakinanku yang sudah terpatri dalam hati bahwa Allah akan mengabulkan setiap doa hambanya, benar-benar menjadi senjata penolong bagiku. Ada kekuatan yang seolah membisikkan sesuatu kepadaku, yang memberiku keberanian untuk menjawab sesuai dengan hati nuraniku.

“Maaf pak, sekali lagi mohon maaf kalau apa yang kukatakan tidak sesuai dengan yang bapak harapkan”. Kataku membuka percakapan yang sempat terhenti sementara.

“Sesungguhnya hidup dan mati kita hanya milik Allah. Artinya kapan kita hidup dan kapan kita mati menjadi hak preogratif Allah Subhanahu Wa Ta’ala” ujarku mantap.

“Setiap saat maut mengintai kita menurut kehendak Allah, kapan saja bisa saat ini, esok atau lusa. Selagi kita masih diberikan hidup, tidak akan ada seorang pun yang dapat menolaknya ”. Pak tua masih belum ada reaksi. Aku berusah meyakinkan dan tidak muter-muter dalam berbahasa.

“Singkatnya sisa umur yang diberikan oleh Allah kita pergunakan untuk Allah, di bidang dan disiplin pekerjaan masing-masing. Insya Allah berkah” kataku singkat.

“Lalu bagaimana dengan permintaan Tiara?” pak tua mendesak.

“Maaf, yang mana ya pak” aku berlagak pilon.

“Menyerahkan sisa hidup Tiara untukmu, siapa pun adanya dirimu” kata pak tua mengulangi ucapan anaknya.

“Bukankah aku sudah menjawabnya dengan detail?” jawabku singkat.

“Maksudnya apakah nak Rahman, bersedia menjadi suami dari anakku?” kata pak tua berkata terlalu vulgar, sehingga wajah Tiara mendadak merah merona menahan malu.

Aku terperanjat, dan minta izin kebelakang karena tak kuasa menahan rasa yang tak karuan memasuki jiwa, sehingga benda diujung badanku menghentak memaksaku untuk keluar.

Aku heran mengapa Allah menciptakan tubuh manusia begitu kompak ? sehingga apabila jiwa tertekan badan bereaksi jujur untuk mengungkapkannya. Sampai tak terasa sebagian celana jeans ku basah karenanya.

Rasa malu akibat agresi pak tua, tak sanggup untuk kutahan. Sehingga aku tak mampu mengungkankan dengan kata-kata. Aku buka notes book yang selalu setia di kantong jaketku. Kutuliskan jawabanku besar-besar dalam huruf kapital.

MAAF BAPAK, TIARA UNTUK SAAT INI SAYA BELUM BISA MENJAWAB. KALAU ALLAH MENTAKDIRKAN LAIN WAKTU KITA AKAN DIPERTEMUKAN.

Kutitipkan catatan kecil itu pada perawat yang kebetulan lewat. Kutunjukkan alamat bangsal dan ciri-ciri orangnya dengan jelas. Harapanku tidak salah alamat. Perawat bergegas menyampaikannya, sementara aku sudah kabur dengan Supra X 125 ku.

Begitulah sifat anak muda kebanyakan. Ada yang beranggapan bahwa hidup sendiri itu lebih enak, karena tidak ada orang lain yang mengatur. Apakah itu benar atau tidak. Anekdot yang dipakai kadang membuat orang tua ngeri-ngeri sedap karena Jomblo itu pilihan bukan nasib.

Sepanjang perjalanan konsentrasiku buyar. Berbagai perasaan bercampur aduk menjadi satu.

“Kau munafik” sisi hatiku berkata.

“Kau tidak bertanggungjawab” sisi hatiku yang lain memaki.

“Kau mau enaknya sendiri, setelah mempermainkan perasan orang lain. Apakah kau tidak kasihan dengan Tiara, dia sedang sakit, baru sadar dan baru bangkit semangat hidupnya? dimana kesopananmu terhadap orang tua” kata sebagian hatiku yang lain.

“Kau anak muda macam apa?”

“Bagaimana kalau terjadi sesuatu terhadap Tiara” bermacam-macam makian saling beradu dalam benak dan hatiku. Memaksaku untuk lebih kencang berlari.

Tikungan demi tikungan sudah kulalui tanpa mengurangi kecepatan motorku, sampai pada akhirnya aku berkesimpulan bahwa perjalanan hidup ku sudah di atur oleh Dzat Yang Maha Mengetahui. Sampai di sini, hatiku mulai tenang. Saat itu hatiku mulai berdzikir, beristighfar dan bershalawat, untuk menambah ketenangan dalam jiwaku.

“Haaai, berhenti !” teriak segerombolan pemuda tiba-tiba menghardik tepat fly over Maninjau, Bukit Tinggi dan Padang.

“Itu orang yang telah membuatku terjatuh diselokan” teriak yang lain.

“Kejar, jangan kasih ampun” pemuda gondrong bertubuh tambun menimpali.

Kewaspadaanku tidak hilang. Ku tambah kecepatan motor ku. Dan terus berpacu. Meninggalkan mereka jauh dibelakangku.

Suara hiruk-pikuk knalpot menembus kegelapan malam, menghiasi jalan lintas Bukittinggi Padang Panjang. Beberapa lubang di jalanan membuatku mengurangi kecepatan laju motorku. Sementara CBR di belakangku dengan bonceng dua semakin mendekat. Di iringi oleh kawanan yang lain yang tidak kalah kencangnya. Malam itu menjadi malam menegangkan bagi hidupku. Seperti pencopet yang dikejar massa.

Tepat di tikungan pasar Padai Sikek, beberapa pengejarku memotong dengan amat tidak sopan. Tiba-tiba.

“Grubyak ....”

NANTIKAN KELANJUTAN KISAH INI, SETELAH TIM MEDIA GURU MENERBITKAN BUKU INI.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Laaah...nunggu terbit kelamaan romo...selak tayumen yg nungguin....mana gantung lagi...bisa2 klenger penasaran jd pembaca...hiks...hiks...

11 Feb
Balas

sabar ya naaak,

12 Feb



search

New Post