Afri Deliana Putri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
1. Sang Penulis (The Author of the ocean)

1. Sang Penulis (The Author of the ocean)

The Pasifik. Itulah nama kapal pesiar mewah nan megah. Kapal nan hendak merlabuh di dermaga besar di sebuah kota tua peradaban dunia. Semua penumpang bersorak gembira. Anak-anak menunjuk-nunjuk dan berseru Itu dia! Kita akan segera sampai. Kapal ini di isi berbagai kalangan manusia. Terdiri dari berbagai bangsa, agama, dan tujuan yang berbeda.

Sedangkan wanita itu! Dia hanya diam. Memandang kosong ke arah lautan. Seperti sedang memikirkan masalah berat yang tengah menimpanya. Ia tak ikut bergembira, hanya memasang mimik wajah tak bahagia. Sebuah pulpen hitam terus dimainkan di sela-sela jemarinya. Mendekap buku tebal, persis seperti diary.

Seorang gadis kecil berlari riang di dekatnya. Tak sengaja menyenggol lengan wanita itu. Gadis itu menunduk takut. Takut di marahi wanita yang terlihat galak itu. Tapi wanita itu hanya diam. Beberapa detik memandang tajam ke arah gadis malang barusan. Lalu kembali memandang lautan air asin di depannya. Gadis itu berseru maaf lalu bergegas berdiri mendekati ibunya. Bersembunyi di belakang ibunya. Ibunya heran. Apa yang terjadi kepada anaknya. Anne apa yang kau alami? Bukannya kau harus gembira? Kita akan mengunjungi nenekmu di sana. Nyonya itu berlutut di depan putrinya. Menunjuk-nunjuk kearah daratan yang semakin jelas di pandang.

Nyonya berparas blasteran itu berjalan mendekati suaminya di arah depan gelagak kapal. Gadis itu terus mengekori ibunya. Sesekali melirik wanita yang beberapa menit lalu dia senggol.

Sedangkan wanita itu tak menghiraukan gadis itu. Baginya dia hanyalah bocah tak mengerti. Perlu mengenal banyak situasi semacam ini.

Bunyi tiupan siulan kapal memeriahkan perayaan di kota itu. Para penduduk bergegas menuju tepian dermaga. Ada yang memang menanti kedatangan keluarga mereka dan ada juga yang hanya ikut melihat kemegahan kapal pesiar yang di agungkan dunia. Mereka bersorak-sorai. Menyambut hangat kedatangan penguasa samudra.

Selang beberapa menit, kapal itu pas berlabuh di kota tua nan cantik ini. Semua penumpang bersiap turun dan menjemput mimpi mereka di kota ini. Wanita itu menoleh lemah. Dia masih bingung akan ke datangnya ke kota ini. Untuk apa gerangan kakinya melangkah menaiki Kapal ini sewaktu ia masih di benua kelahirannya? Untuk apa ia datang ke kota ini? Untuk apa?

Hingga seorang kelasi memanggil namanya. " Nona Adelle? Mari saya bantu menuruni kapal ini!" Kelasi itu mengajukan bantuan. Wanita itu mengangguk pelan. Tanpa suara.

" Nona! Setelah turun dari kapal ini, teruslah berjalan menuju pusat kota. Di sana ada taman bunga dan kolam pancuran. Kolam itu di agungkan penduduk kota ini. Mereka percaya, siapapun yang melempar koin ke dalam kolam itu dan mengatakan mimpinya, maka semua mimpinya akan terhujud!" Kelasi itu menjelaskan dengan ramah. Sepertinya ia sudah cukup mengenal wanita itu selama perjalanan.

Wanita itu tersenyum simpul. Melambai-lambai-kan jemarinya ke arah Kelasi yang ikut tersenyum dan melambai. Kapal akan berlabuh selama 3 hari di kota ini. Kelasi itu juga berpesan jika wanita itu berubah pikiran dan ingin kembali ke benua kelahirannya, ia bisa menumpang kapal ini kembali. Dan mengatakan, tidak salah jika hanya untuk mencoba mencari mimpinya di kota ini. Mungkin saja, memang berada di sini.

Wanita itu berjalan menelusuri kota. Berjalan terus dengan tas ransel di punggungnya. Gaun dongker dan putih itu bergoyang terkena hentakan kaki dan angin laut yang menerpa. Ia terus berjalan menuju pusat kota.

Penduduk kota sedang sibuk melakukan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang acuh terhadap situasi sekitar dan ada juga yang masih girang akan ke datangan Si Pasifik ke kota mereka.

Topi rajut yang Adelle kenakan terpaksa ia pegang dengan tangannya. Angin terus menerpa. Rambut panjangnya menari-nari terkena hempasan angin.

Dari jarak 10 meter, terlihat jelas taman yang di maksud kelasi tadi. Ya, ada kolam pancur yang airnya menyembur sekitar 5 meter ke langit. Ada banyak tugu pahlawan di taman ini. Kebanyakan adalah pahlawan yang gugur di perperangan.

Adelle tak dilangsung menuju kolam, ia memilih duduk dan mengistirahatkan kakinya di salah satu bangku taman. Bangku kayu yang di cat putih. Burung-burung berkejaran di taman ini. Ada beberapa penduduk yang memberi makan burung-burung itu dengan potongan roti sarapan mereka, ataupun dengan kacang-kacangan. Burung-burung itu terlihat bahagia, mereka seperti telah memiliki tujuan hidup dan mimpi-mimpi mereka dengan pasti.

Adelle mengeluarkan pulpen dari saku kiri gaunnya. Dan mengeluarkan juga diary dari ransel abu-abu miliknya. Dia seperti sedang menulis sesuatu di kertas itu. Sesekali tersenyum seperti orang tak waras, lalu kembali menulis.

Baiklah. Akan aku perkenalkan wanita bernama Adelle itu kepada kalian. Wanita itu adalah manusia yang kehilangan jati dirinya. Ia tak tahu harus kemana. Hidup tanpa tujuan. Membiarkan kakinya membawa ia entah kemana.

Membiarkan imajinasinya menelan akal sehat. Dia adalah Sang Penulis. Sang penulis ialah julukan yang penduduk dunia sematkan kepadanya. Dia telah menulis berbagai buku terkenal di dunia. Tapi entah mengapa di karya-nya yang ke-5 ini, ia sepeti harus berkenala mengikuti kata hatinya. Menghabiskan semua uang hanya demi tujuan yang tak pasti. Menyelajahi benua yang sama sekali tak pernah ia kunjungi.

Bukan hanya karna sebuah buku ia kesini. Tapi dorongan luka dan dendam yang memberi kekuatan lebih. Yatim Piatu sejak kecil melahirkan ia menjadi sosok yang dingin. Tak suka anak-anak yang terlihat bahagia. Itu semua karna ia tak punya masa kanak-kanak yang menyenangkan.

Sejak kecil ia harus berkerja di sebuah toko. Menjadi tukang cuci piring hingga menjadi pelayan toko itu. Ini ia lakukan semata-mata hanya untuk makanan. Ia tak pernah berharap punya mimpi. Tak berharap Tuhan berbelas kasihan kepadanya. Dia tak mengenal kedua orang tuanya. Baginya pemilik toko adalah orang tua sesungguhnya. Pemilik toko yang ia kerap panggil dengan Ama ini sangat baik kepadanya. Ama memberi tempat tinggal di gudang toko. Mengajarinya membaca dan menulis, walau tak pernah di sekolahkan. Baginya tak masalah tidak bersekolah. Yang penting ia bisa menulis, membaca dan berhitung.

Toko mereka terletak di tepi dermaga juga. Kota di benua terpadat dunia. Tempat berlabuhnya kapal-kapal besar dari seluruh semesta. Dari kebiasaan berinteraksi dengan orang-orang asing, ia semakin pasih berbasa Inggris, Cainis, Arab, dan bahkan Spanyol. Ama sering memanggilnya dengan julukan Gadis penakluk samudra. Adelle memang pintar. Tapi Ama tak punya biaya jika menyekolahkan anak itu. Ama punya 8 orang anak yang harus ia sekolahkan. Keuntungan dari toko juga hanya sedikit. Tapi Ama dengan sabar dan telaten mengajari Adelle hingga bisa. Wanita tua yang baik hati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah..luar biasa tulisan IbuMantap.. Smakin hari semakin keren aja bu..

30 Jan
Balas

Terimakasih bu

30 Jan
Balas



search

New Post