Afri hardal

Terlahir dari keluarga sederhana pada tanggal 18 Mei 1984 menyelesaikan pendidikan formal di kota kelahirannya Sijunjung dan merupakan alumnus Universitas Maha...

Selengkapnya
Navigasi Web
PROFIL SINGKAT DUO DOKTER INDONESIA YANG PERNAH GETARKAN DUNIA

PROFIL SINGKAT DUO DOKTER INDONESIA YANG PERNAH GETARKAN DUNIA

 

# dr. Julie Sulianti Saroso

# dr. Siti Fadilah Supari

 

Meski sampai saat ini Indonesia masih belum berstatus negara maju, namun bukan berarti Indonesia tidak memiliki putera puteri terbaik yang bisa menggetarkan dunia. Sejarah mencatat, bahwa dengan kondisi (yang masih dalam) keterbatasan, ternyata putra bangsa mampu membuat gebrakan bahkan perlawanan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tersurat di dalam pembukaan UUD 1945; “…melindungi segenap bangsa Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kita selaku bangsa Indonesia, patut berbangga atas prestasi yang sudah mereka torehkan tersebut. Di antara putera puteri terbaik bangsa tersebut adalah Julie Sulianti Saroso dan Siti Fadilah Supari. Mereka berdua adalah duo srikandi Indonesia yang telah berhasil “berbicara” di kancah internasional dalam bidang kesehatan. Bahkan peran mereka dapat membuat perubahan pada lembaga kesehatan terbesar dunia milik PBB, WHO.

 

Dilansir dari beberapa sumber, berikut profil dan prestasi tentang duo srikandi tersebut:

 

JULIE SULIANTI SAROSO

 

Dilansir dari portal resmi Provinsi DKI Jakarta, Aktivis kesehatan, lahir di Bandung 10 Mei 1917, meninggal di Jakarta 29 April 1991. Salah satu dari sedikit dokter perempuan Indonesia di zaman penjajahan yang menonjol. Syuul- panggilan akrab putri kedua dr. Sulaiman ini- setelah lulus sekolah menengah Gymnasium di Bandung (1935) mengikuti jejak ayahnya, melanjutkan pelajaran pada Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge School, GHS, Batavia). Lulus tahun 1942, ia bekerja sebagai dokter pada Centrale Burgelijke Ziekenhuis (kini RS Cipto Mangunkusumo).

Pada masa perjuangan, di samping jadi dokter di RS Bethesda di Yogyakarta di bangsal penyakit dalam dan penyakit anak, juga aktif dalam pergerakan. Ia menjadi anggota Dewan Pimpinan Konggres Wanita Indonesia (Kowani) dan duduk dalam Badan Konggres Pemuda Republik Indonesia sebagai wakil Pemuda putri Indonesia (PPI). Ia mengusahakan obat dan makanan untuk para pemuda dan pejuang dan ia sendiri mengantarkannya ke front Tambun (Jawa Barat), Gresik, Demak, dan sekitar Yogyakarta. Tahun 1947, pergi ke India menghadiri Konggres Wanita Seluruh India sebagai wakil Kowani bersama Ny. Utami Suryadarma. Ia menumpang pesawat terbang milik industrialis Patnaik yang pada masa itu menjadi blockade runner, menembus blokade yang dipasang oleh Belanda. Ia kembali bulan Juli 1948 dari New Delhi ke Bukittinggi, terus ke Yogyakarta. Mentornya dalam pendidikan politik adalah Soebadio Sastrosatomo, anggota Badan Pekerka KNIP, kemudian Ketua Fraksi Partai Sosialis Indonesia (PSI) dalam parlemen hasil Pemilihan Umum 1955.

Setelah perang kemerdekaan selesai, bekerja di Kementrian Kesehatan dan berturut-turut dari 1951-1961 menjabat sebagai Kepala Bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak, Kepala Bagian Hubungan Luar Negeri, Wakil Kepala Bagian Pendidikan, Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat Desa dan Pendidikan Kesehatan Rakyat dan Kepala Planning Board. Pada tahun 1967, diangkat menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) merangkap Ketua Lembaga Riset Kesehatan Nasional. Tahun 1975, ia berhenti sebagai Dirjen P4M dan menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Setelah pensiun pada 31 Desember 1978 menjadi staf ahli Menteri Kesehatan.

Prestasi Prof. Dr. J. Sulianti Saroso di bidang pendidikan mengesankan. Pada tahun 1950 dan 1951, ia mendapat beasiswa UNICEF untuk memperdalam pengetahuan di bidang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat, dan Malaysia. Ia mendapat ijazah Administrasi Kesehatan Rakyat dari Universitas London. Tahun 1961-1965, ia menjadi research associate di School of Medicine, Tulane University, New Orleans, Lousiana di Amerika Serikat. Pada tahun 1962, ia meraih gelar MPH dan TM (Master of Public Health and Tropical Medicine) dengan tesis terbaik. Pada 1965, ia mencapai gelar Doctor of Public Health (Epidemiologi) setelah mengadakan penelitian "The Natural History of Enteropathogenic Escherichia Colt Infections". Di Jakarta, namanya diabadikan sebagai RS Khusus Penyakit Menular, yang pada tahun 2004 terkenal dalam mengatasi epidemi flu burung.

 

SITI FADILAH SUPARI

 

Tokoh yang satu ini cukup viral dalam dua hari terakhir. Setelah video wawancaranya dengan Deddy Cobuzier menuai kontroversi karena wawancara tersebut tidak mengantongi izin dari Kemenkumham RI, mengingat Siti saat ini masih berstatus sebagai tahanan kasus korupsi alat kesehatan yang menurut pengakuannya tidak pernah dia lakukan.

Ketegasannya sempat membuat WHO sebagai lembaga kesehatan PBB harus mengubah status pandemi flu burung pada tahun 2005 menjadi non pandemi. Menurut pengakuannya kepada Deddy Cobuzier, dia menghentikan pandemi flu burung bukan dengan vaksin, tetapi lewat jalur politik. Dilansir dari laman Merdeka.com, Siti Fadilah merupakan seorang dosen dan ahli jantung yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010.Sebelumnya dia menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tanggal 20 Oktober 2004, Siti Fadilah dipilih oleh Presiden SBY, karena presiden menginginkan orang yang tegas dalam memimpin Departemen Kesehatan. Dia dilantik menjadi Menteri pada 21 Oktober 2004. Dia merupakan salah satu dari empat perempuan yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu, selain Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta. Selain menjabat sebagai menteri, dia bekerja sebagai staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia. Siti merupakan ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun.Pada tahun 2007, dia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat. Pada 1987, Siti menerima The Best Investigator Award Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Best Young Investigator Award dalam Kongres Kardiologi di Manila, Filipina (1988).Dia menerima The Best Investigator Award Konferensi Ilmiah tentang Omega 3 di Texas Amerika Serikat (1994) dan Anthony Mason Award dari Universitas South Wales (1997). Dia juga menerima beberapa penghargaan dari Amerika dan Australia. Tak kurang dari 150 karya ilmiahnya telah diterbitkan dalam jurnal lokal, regional, dan internasional. Namun dia tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan. Meski demikian, dia membantah telah mengubah alokasi anggaran proyek flu burung senilai Rp 80 miliar menjadi proyek pengadaan alat kesehatan pada 2007.

 

Itulah diantara profil dan prestasi dari duo srikandi Indonesia yang cukup kontroversial pada zamannya. Kita patut berbangga, sebagai bangsa Indonesia, ternyata kita memiliki orang-orang yang berani bersuara lantang demi mengungkap dan menegakkan kebenaran. Siapa sangka program Keluarga Berencana yang digagas oleh dr. Sulianti justeru menjadi populer pada saat Pemerintahan Ordebaru sementara sangat ditentang pada rezim sebelumnya. Demikian juga dengan Siti Fadila, meski saat ini ia sedang mendekam dibalik jeruji, namun mayoritas masyarakat Indonesia justru memberikan dukungan dengan munculnya petisi bebaskan Siti Fadila di saat pandemi sekarang, bahkan banyak yang percaya bahwa kecakapan Siti sangat dibutuhkan saat ini untuk mengatasi wabah corona yang tengah melanda.

Semoga dimasa yang akan datang, banyak lahir atau bermunculan putra putri bangsa Indonesia yang dapat menggetarkan dunia demi tegaknya keadilan dari segala bidang, sehingga Indonesia tidak lagi sepenuhnya tergantung dan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh bangsa lain.

 

Solok, 26 Mei 2020

 

# Tantangan Menulis Gurusiana hari ke-40

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post