Agus Salim

Anak pertama dari sepasang suami istri yang hidup di desa terpencil, desa Gunung Malang Kec. Suboh Kab. Situbondo, Jawa Timur. Menjadi guru sejak tahun 1989. Da...

Selengkapnya
Navigasi Web
LIONTIN CURTINA - Tantangan hari ke-63
Gambar : www.pekanbaru.tribunnews.com

LIONTIN CURTINA - Tantangan hari ke-63

Kesatu

Di sepanjang perjalanan pulang ini, mulutku bungkam. Deana yang duduk di sampingku pun diam. Dari wajahnya terlihat, sepertinya dia masih kesal. Kami sama-sama diam, menyimpan perasaan masing-masing. Ada kebimbangan dalam batinku untuk memulai pembicaraan. Untuk menyampaikan kebenaran yang membuatnya kesal.

“Maafkan aku Dea, aku belum mampu bercerita”, desahku dalam batin. Jujur, aku memang bukan tipe lelaki pencerita. Untuk keterampilan yang satu ini sepertinya aku memang tidak punya. Setiap kali akan bercerita, aku seakan kehabisan kata. Lebih-lebih dalam kondisi seperti ini. Perasaaan lawan bicaraku kurang menyenangkan, lidahku semakin kelu. Perasaanku terasa tertekan.

Lalu aku berusaha mengembalikan konsentrasiku menyetir mobil yang aku kendarai.

“Tuh, lihat. Gadis idamanmu’, tiba-tiba Deana membuka mulut seraya telunjuknya menuding ke depan.

Aku tidak begitu menghiraukan ucapannya itu. Yah, walaupun mataku akhirnya juga mengikuti arah telunjuknya. Memang, di sekitar tiang bangjo, ada perempuan muda yang berjalan sambil memondong tumpukan koran. Tangan kanannya melambai-lambaikan salah satu koran dagangannya sambil mendekati mobil-mobil yang mulai berhenti. Aku dengan segera menutup kaca pintu begitu dia mulai melangkah ke arahku. Tapi tetap saja dia mendekati mobil yang aku naiki.

“Mas, koran..korannya..Mas”, suaranya terdengar lirih. Aku menoleh sekilas. Biasa, lagi-lagi sasaran pandangku pada bagian leher dan dadanya. Lalu aku melempar senyum sambil mengangkat tangan kananku. Dia hanya mengangguk dan berlalu.

“ Lho, kok malah ditutup kacanya? Tidak beli Mas?”, ujar Dea.

“Ndak....tuh lampunya udah ijo..”, jawabku ringkas.

“Biasanya Mas Idan kan mesti beli, katanya kasihan”, tambahnya

“Udahlah, tidak apa-apa. Aku lagi males”, jawabku lagi. Rupanya usahaku untuk mengalihkan perhatiannya gagal.

“Ya, udah. Tapi...”.

“Tapi apa?”, tanyaku penasaran

“Seperti biasa. Cara pandangmu itu lho. Rasanya kok lain. Mata Mas Idan mesti di daerah tertentunya”, kata Dea sambil melirikku.

“Ah, kamu ini ada-ada saja. Aku hanya melihat seperti ada sesuatu yang aneh pada diri gadis itu”, jawabku sekenanya.

“Lhaaa..ya kaaan”, kata Dea beringsut dari duduknya.

“Ah, sudahlah Dea, jangan dibahas lagi”, pintaku sambil terus menekan gas mobil untuk mempercepat lajunya.

Deana memang diam. Tapi sikap dan matanya menunjukkan ketidakpuasan. Sepertinya dia penasaran atau mungkin malah curiga.

“Mas Aidan menyukai gadis itu, ya?”, tanya Deana tiba-tiba.

Aku hanya diam. Pura-pura tidak mendengar ucapannya. Aku terus memperhatikan jalanan yang ramai.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereen.... Keren menewen.Sukses selalu, abah.

02 Jul
Balas

Terima kasih Aba Supriyadi. Sukses juga kagem Njenengan...Salam.

02 Jul



search

New Post