Dua hari ini Kerajaan Mediaguru benar-benar geger, heboh, dan sejenisnya. Pokoknya ramai banget. Penyebabnya adalah karena karya beberapa teman bertebaran di Perpusnas. Ucapan selamat silih berganti datang, memenuhi grup-grup di bawah Mediaguru.

Antara kaget, haru, senang, bangga dan lain-lain yang saya rasakan. Buku teman-teman telah menemukan takdirnya. Jika dahulu mereka membuat buku tanpa target muluk-muluk, yang penting punya buku, atau mungkin juga diajukan untuk kenaikkan pangkat saja, kini tidak. Dengan masuk Perpusnas, maka buku teman-teman mempunyai peluang besar untuk menjelajah ke seluruh pelosok negeri. Keren.

Nah, lalu saya bagaimana. Jujur, saya iri. Boleh, kan? Saya iri dengan pencapaian mereka. Pajangan sampul buku mereka, membuat saya panas, pingin mengejar dan menyamai prestasi mereka. Siapa orang yang tidak bangga, manakala buku kita dibaca orang di luar komunitas kita. Pasti keren.

Iri, enggak boleh memangnya? Lho, boleh saja iri itu. Sebab dalam ranah positif, justru iri itu akan menjadi motivasi kuat kita untuk melompat menyamai, syukur-syukur melampaui prestasi teman tersebut. Kita akan berupaya sekuat mungkin untuk mencapai obsesi itu, dan ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa.

Nah, lain halnya jika rasa iri itu dicampur dengan dengki. Yang ini bahaya. Sebab campuran ini akan melahirkan energi jahat. Mungkin dengan mengatakan pencapaian itu hanya keberuntungan, buku macam seperti itu kok lolos, ah itu hanya hiburan semata. Pokoknya semua nadanya negatif. Inilah yang namanya toxic alias racun.

Teman-teman yang bukunya sukses nangkring di Perpusnas, salut buat kalian. Tunggu, saya pun ingin seperti panjenengan. Berangkat .....

Lembah Tidar, 28 Desember 2022