Pagi Berdarah di Kampung Tulung
“Tok, bawa ke sini beras yang sudah dicuci itu,” perintah seorang bapak dengan jenggot yang telah memutih.
“Udah dicuci, po?” tanya anak yang dipanggil dengan sebutan Tok itu.
“Lha, tadi udah kamu cuci belum?” bapak berjenggot itu balas bertanya.
“Belum. Hehe ... lupa,” jawab anak yang ternyata bernama Narto itu. “Lupa,” lanjutnya sambil meringis, menunjukkan deretan gigi putihnya.
“Ya, udah. Cepet. Sebentar lagi mereka pulang dari patroli.”
“Siap, Komandan!” Sontak Narto berdiri sambil mengangkat tangannya.
“Komandan, komandan gundulmu itu. Mosok komandan kerjanya masak nasi,” balas bapak berjenggot.
“Ya, Danpur. Alias Komandan Dapur. Haha ....” Narto tertawa sambil mengangkat panci yang penuh berisi beras itu.
Bapak berjenggot yang bernama Mbah Warso adalah salah seorang penduduk di kampung Tulung yang merelakan dirinya menjadi juru masak di markas Tentara Pelajar di kampung itu.
“Mbak Warso bercanda saja dari tadi, udah selesai masaknya, po? Tiba-tiba Kapten Sarbini nimbrung.
“Belum, Ndan. Tuh, Si Narto ngajak bercanda melulu,” kelit Mbah Warso.
“Nanti kalau para prajurit pulang belum masak, bisa pada ngamuk mereka,” kata Kapten Sarbini dengan memasang muka serius.
“Siap, Ndan. Beres pokoknya. Eh, ngomong-omong kalau Komandan nungguin saya terus, saya malah enggak bisa nenulis.”
“Hehe ... benar juga. Kenapa saya enggak kepikiran?” sahut Kapten Sarbini sambil menahan senyum. “Semprul, baru kali ini komandan diusir sama tukang masak.”
Sepeninggal Kapten Sarbini, Mbah Warso dan Anto bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Terbayang di benak mereka, bagaimana kalau terlambat masaknya bisa dimarahi oleh semua anggota BKR yang bermarkas di kampung itu.
Belum begitu lama keduanya melanjutkan pekerjaan, mereka dikejutkan oleh salah seorang anggota BKR yang lari tergopoh-gopoh.
“Mbah, lihat komandan?”
“Baru saja di sini.”
“Ke mana sekarang?”
“Mungkin ke dalam. Ada apa, to?” selidik Mbah Warso.
“Enggak perlu tahu, ini masalah penting.”
“Weit, penting. Ya sana segera ke dalam.”
Baru saja mau berlari, tiba-tiba Kapten Sarbini sudah berada di depan prajurit itu. “Ada apa prajurit? Tampaknya ada sesuatu yang gawat, ya?”
“Siap, Ndan. Izin melaporkan. Tadi di batas kota terpantau t truck tentara Kido Butai memasuki Kota Magelang. Laporan selesai,” lapor sang prajurit itu.
“Tentara Jepang? Mau apa ya mereka ke mari. Padahal urusan para tawanan sudah kita tangani,” gumam Kapten Sarbini.
Lembah Tidar, 1 September 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kangen membaca tulisan Pakdhe di blog, tapi apa daya, ngikutinya selalu di efbi.. hehe.. Sukses selalu Pakdhe
Ulasannya keren Pak Agus Siswanto, Barokallah
Pa kabar Pak Sayaihu. Makasih kunjungannya, lagi nengok rumah lama ceritanya.
Pa kabar Pak Syaihu. Makasih kunjungannya, lagi nengok rumah lama ceritanya.
Kisah menarik Pakde
Menarik cerpennya. Ditunggu lanjutannya Pak Agus.
siap.
cerita menarik, dengan dialog yang fasih. Sukses Pah Agus
Makasih, Pak.
Kisah yangmenarik, dengan dialog yang fasih. Sukses Pak ..