Agus Sumarno, S.Pd.,MM.,M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SURAT DARI NOVI  (51)

SURAT DARI NOVI (51)

Cerpen:

SURAT DARI NOVI

Karya: Agus Sumarno

Hangatnya sinar mentari telah membangunkan Novi. Kicauan burung terdengar nyaring di hari Minggu yang cerah. Hari yang sangat disukai oleh Novi karena ia bisa berkumpul langsung dengan keluarga yang sangat ia sayangi. Namun, tiada pelampiasan untuk kesedihannya hari ini.

“Non Novi! Bangun sudah ditunggu Tuan dan Nyonya,” Panggil Mbok Inah.

“Iya, Mbok! Novi segera datang,” jawab Novi.

Setelah Mbok Inah pergi, Novi segera bergegas menuju ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya.

Novi sangat sayang kepada orang tuanya. Namun orang tuanya seolah tidak menganggap ia sebagai anak. Mereka selalu menganggap Nova kembarannya yang lebih pandai darinya, dan Rega kakak laki-lakinya yang sekarang telah menjadi fotografer. Namun kenapa mereka tidak melihat Novi? Padahal Novi juga bisa seperti kakak-kakaknya yang pandai. Dia juga selalu menjadi juara di kelasnya. Namun, semua itu hanya dianggap remeh oleh ayah dan ibunya. Hanya ada satu orang yang mampu mengerti semua yang dialaminya. Mbok Inahlah seorang pembantu rumah tangga sekaligus sosok nenek baginya.

“Novi duduk! Lihatlah kakakmu, mereka duduk dengan sopan, kamu malah berdiri kayak patung. Itu nggak sopan tau!” kata Papa dengan nada tinggi.

“Iya, Pa, maafin Novi,” jawab Novi.

“Maaf, hanya kata maaf yang selalu keluar dari mulutmu itu! Tetapi apa buktinya, tidak ada tindakan yang kamu ucapkan itu!” bentak ayah lagi.

Novi terdiam, ia seperti ingin mengeluarkan air mata dari kelopak matanya, namun ia tidak bisa. Padahal ia selalu mencoba menerima semua perlakuan keluarganya itu. 

Suasana di meja makan berlangsung dengan bahagia bagi kakak-kakaknya, tetapi berlangsung dengan tetesan air mata bagi Novi. Ia seperti ingin memeluk ibu dan ayahnya seperti kakak-kakaknya, namun ia tidak bisa. “Ibu aku ingin memelukmu, Ibu,” itu kata-kata yang selalu ingin ia ucapkan. 

Pagi berganti siang, siang berganti malam. Saat malam tiba, suatu keluarga pasti berkumpul untuk saling menyapa dan melepas lelah. Tetapi Novi lebih memilih berada di taman melihat bintang dan berharap satu bintang jatuh yang dapat mengabulkan seribu permintaan di hatinya.

Setelah sekian lama Novi berada di taman, akhirnya Novi merasa jenuh. Ia berjalan menuju kamar. Ketika melewati ruang keluarga ia melihat kak Rega dan Nova sedang bermain game. 

“Kak aku boleh ikut main?” tanya Novi dengan penuh harapan.

“Nggak boleh, Lo itu bisanya cuma ngrepotin gue sama Nova tau!” jawab kak Rega.

“Iya, Lo itu sadar, Lo itu cuma penyebar kuman di rumah ini,” lanjut Nova.

Novi hanya terdiam mendengar jawaban dari kakaknya. Dengan perasaan campur aduk Novi pergi dari ruangan itu meninggalkan kebahagiaan kakaknya.

Pagi datang menyambut hari yang mungkin lebih baik daripada hari yang kemarin. Novi akan lebih mendekatkan diri dengan keluarganya. Seperti biasa jika pagi hari datang, bila Novi belum sampai di meja makan Mbok Inah mencari ke kamar Novi. Pagi ini berbeda dengan pagi yang sebelumnya, Novi pergi ke tempat makan lebih awal.

“Wah sarapan hari ini nasi goring, ya? Tetapi kurang lengkap tanpa ada telor mata sapi, aku tidak suka,” kata Novi.

“Novi, cerna sekali lagi omonganmu tadi! Baru kemarin pagi kamu minta maaf, sekarang berbuat lagi! Papa kan sudah bilang kalau ngomong itu yang sopan!” bentak Papa.

“Sekarang Novi akan bicara. Kenapa Novi selalu salah di mata Kalian? Kenapa Novi tidak pernah Kalian anggap ada? Kenapa Kalian selalu mengucilkan Novi? Apa Novi hidup itu salah? Apa mungkin Novi lebih baik mati  demi kebahagiaan Kalian? Kalau memang benar, Novi sekarang akan mati jika itu yang Kalian mau. Kalau tidak, kepada siapa Novi harus menuangkan isi hati ini? Papa? Mama? Kak Rega? Kak Nova? Atau Mbok Inah? Itu semua mustahil dan hanya fatamorgana untuk Novi. Tetapi Novi tidak pernah membenci kalian walau hati Novi sakit karena kalian,” kata Novi sambil menitikkan air mata dan pergi berangkat sekolah tanpa sesuap nasi dan setetes air yang masuk ke dalam mulutnya. Dia pergi setelah mencium tangan kedua orang tuanya.

“Novi duduk lagi! Dasar anak tidak tau diri!” bentak Papa untuk kedua kalinya. Novi hanya menoleh dan tersenyum manis kepada keluarganya, tanpa menghiraukan perintah Papanya karena telah terlanjur menyembunyikan sakit hatinya.

Pada suatu hari Novi ditunjuk menjadi wakil SMP-nya untuk lomba karate tingkat Nasional.Novi meminta orang tuanya untuk mendampinginya saat lomba nanti.

“Ma, nanti tanggal 17 Februari, ya.”Novi mengingatkan kembali.

“Mama nggak bisa Novi, tanggal 17 Februari itu Mama mau mendampingi Nova dalam lomba IPA,” jawab Mama. Novi merasa kecewa dengan jawaban Mamanya, ia pergi ke Papanya yang mungkin beliau bisa menjadi pendampingnya. 

“Pa, tanggal 17 Februari mau menjadi pendampingku?” tanya Novi.

“Nggak bisa, Papa mau temenin Rega ke pameran fotonya,” jawab Papa. 

Jawaban kedua orang tuanya tadi masih tersimpan di memorinya. Sebuah pertanyaan yang selalu di jawab “TIDAK”. Apa mungkin juga dengan seribu pertanyaan di pikiran Novi setiap detiknya? Entahlah, tapi Novi masih mempunyai Mbok Inah yang sayang padanya dan bisa menemaninya.

17 Februari adalah tanggal di mana Novi akan menjalani lombanya, begitu pula dengan Nova. Novi bertarung dengan sungguh-sungguh demi keluarga dan teman-temannya.

“Mama, Papa, Kak Rega, Kak Nova, Mbok Inah, ini untuk kalian,” kata-kata yang selalu diucapkan oleh Novi di saat  pertarungannya. Akhir dari lomba itu adalah kemenangan Novi.

Hati Novi sangat bahagia. Di rumah Novi duduk di teras menunggu semua pulang.Tak lama kemudian dari kejauhan terdengar klakson mobil. Novi tersenyum bahagia, tetapi dari kejauhan Nova seperti terlihat menangis dan Mama memeluknya. Mungkin itu hanya fatamorgana. Namun, ketika mereka dekat Nova menangis. Nova langsung lari ke kamarnya. Semua itu tak dihiraukan oleh Novi. Novi langsung menunjukkan piala dan piagamnya.

“Mama! Papa! Kak Rega! Aku tadi menang dapat juara I,” kata Novi dengan bangga.

“Kamu itu memang anak tidak tau diri! Kakak kamu lagi bersedih, kamu malah seneng-seneng. Udah pergi sana kamu!” bentak Papa.

“Udah, Pa, ayo kita lihat Nova.” Ajak Mama berusaha melerai. 

Dengan perasaan sedih bercampur bahagia Novi lari menuju taman rumahnya, tempat biasa menenangkan diri. 

Hari telah berganti, tetapi Nova masih belum keluar dari kamarnya, dia juga tidak mau makan walaupun sudah dibujuk berkali-kali. Karena itu Papa khawatir dengan Nova.Tanpa perhitungan, Papa langsung mendobrak pintu kamar Nova. Setelah dilihat ternyata Nova pingsan. Sebelumnya Nova memang pernah divonis terkena penyakit hati saat ia kelas 1 SD. Karena Nova itu anak berprestasi. Papa dan Mama menjadi tidak rela. Anggapan mereka adalah “Kenapa bukan Novi, anak yang bodoh?”Kak Rega langsung menyiapkan mobil dan segera menuju rumah sakit. Papa dan Mama langsung membawa Nova ke mobil dan segera munuju rumah sakit. 

Di rumah sakit, Novi datang bersama Mbok Inah. Novi sempat mendengar pembicaraan Papa dan Mamanya, bahwa Nova membutuhkan donor hati. Papa dan Mama tau sejak dulu Nova membutuhkan itu. Tetapi mereka tidak mau mendonorkan hati mereka.“Sungguh egois,” batin Novi.

Malam menjelang, Nova telah siap dioperasi. Namun siapa yang mendonorkan hatinya untuk Nova? Jawaban yang mudah untuk diketahui, orang yang mendonorkan hatinya adalah Novi. Sekitar pukul 21.00 WIB operasi Nova telah berakhir dan berjalan dengan lancar. Pagi ini Nova telah sadar dari bius operasi tadi malam. Tiba-tiba datang Mbok Inah membawa sepucuk surat sambil menangis, setelah membaca nama pengirim surat itu, yang ternyata Novi, anak yang selama ini tidak dianggap. 

Dear  family,

Surat ini Novi tulis untuk keluargaku yang paliiing tersayang, sayangnya aja +++ deh untuk Kalian. Pertama untuk Papa: Papa, sekarang nggak ada lagi yang nggak sopan. Setelah Novi nggak ada di rumah ini hanya ada orang-orang yang pandai, tau tata krama, dan hebat-hebat. Kedua untuk Mama: Mamaku yang paliiing cantik, aku punya satu permintaan untuk Mama. Mama tolong jaga Kak Rega dan Kak Nova ya! Sebenarnya sejak dulu aku ingin memeluk Kalian, tetapi bagaimana mungkin bisa memeluk, sekedar untuk bicara saja nggak bisa. Ketiga, untuk Kak Rega dan Kak Nova: Kak, sekarang nggak ada yang lagi yang jadi penyebar kuman. Semua ruangan kini sudah steril tanpa kehadiran Novi, bukan begitu? Keempat untuk Mbok Inah: Makasih ya Mbok, selama ini sudah mau menemani dalam kesendirian Novi. Mungkin ketika Kalian baca surat ini, Novi sudah nggak ada di dunia, tetapi Novi akan selalu ada di hati kalian. Akhir kata, peluk cium dari Novi untuk Kalian dan I LOVE YOU.

Sweet Love

    Novi 

Ketika Papa membacakan surat itu semua menangis, kamar Nova berubah menjadi lautan tangis untuk Novi. Mama bingung mau melakukan apa untuk Novi terakhir kalinya. 

“Mbok, Novi mana? Novi?” tanya Rega. 

“Non Novi baru selesai dimandikan,” jawab Mbok Inah. 

Mendengar jawaban Mbok Inah, Rega langsung lari ke tempat Novi disemayamkan. Papa langsung mendorong Nova dengan kursi roda dan Mama menggandeng Mbok Inah. 

Sesampainya mereka di tempat itu, mereka melihat Rega menangis memeluk jenazah Novi yang terbujur kaku.

“Kak Rega, kakak itu salah, itu bukan Novi, pasti Novi masih di rumah, belum ke sini,” kata Nova seolah tak percaya.

“Nak, sadar. Itu benar-benar Novi, saudara kembarmu,” kata Mama sambil berlutut di depan Nova. 

“Terima kasih untuk selama ini, Novi,” kata Papa. 

Mereka seolah tak percaya bahwa itu benar-benar Novi. Mereka beranggapan bahwa Novi masih di rumah. Setelah Novi tiada, mereka baru menyadari 14 tahun ini Novi tidak mendapat kasih sayang yang wajar dari orang-orang terdekatnya.

***

Kini 12 tahun telah berlalu. Di sebuah pemakaman terdapat batu nisan bertuliskan Novi Anggraini, dan terdapat dua sosok perempuan. 

“Mama, ini makam Tante Novi ya?” tanya gadis kecil, yang di tangan mungilnya menggenggam serpihan bunga yang ditaburkan ke atas tanah makam Novi.

“Iya sayang, Tante Novi itu orangnya cantik, baik, dan pandai. Kamu tau nggak sayang, Tante Novi itu kembaran Mama,” jelas Nova.

Nama Novi itu diberikan Nova untuk anaknya. Sekarang Nova bisa merasakan apa yang dirasakan Novi saat itu. Nova memberikan nama itu karena ia ingin selalu bersama Novi, saudara kembarnya. 

 

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post