RUANG TENANG
RUANG TENANG
“Maaf, saya tidak bisa melanjutkan rapat ini. ada hal yang lebih penting yang harus saya kerjakan.” Aku beranjak dari tempat duduk.
Suasana rapat yang mulai gaduh dengan berbagai macam interupsi, membuatku semakin tidak tahan.
“Tapi, Pak, keputusannya harus diambil sekarang juga, dan tidak bisa ditunda lagi,” teriak salah seorang peserta.
“Saya bilang tidak bisa sekarang! Tunggu nanti!” emosiku mulai naik.
Semua mata memandang tajam kearahku. Tajam!
Apalagi bunyi handphone dari orang rumah yang terus saja berbunyi. Huff ..!!
Keringat dingin mulai membasahi kemeja lengan panjang yang aku kenakan.
“Persetan dengan semuanya!!” Kataku dalam hati. Mereka tidak tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini.
Tanpa berpkir panjang lagi, aku langsung bergegas pergi.
“Ya Tuhan ... kuatkan Hambamu ini ...” Aku terus berusaha bertahan.
Aku terus berlari ... berlari ... dan berusaha mencari ruang tenang.
Ruang tempat aku bisa membuang sisa makanan yang terus menggedor-gedor usus besarku.
“WC”
Rengasdengklok, akhir Maret .
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aduh kasihan, segitunya cari ruang yg tenang. Barakallah