Agus Suryadi

Anak bawang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cerita Bersambung DUNIA DI BALIK TIRAI Bagian V

Cerita Bersambung DUNIA DI BALIK TIRAI Bagian V

TAMU YANG MEMBAHAGIAKAN

Lagi-lagi Laisa tidak dinaikan ke kelas yang lebih tinggi. Hal yang tidak mungkin untuk menaikan Laisa ke kelas berikutnya.

Hal yang paling aku suka ketika rapat sekolah adalah, ada rencana untuk memamerkan karya siswa. Baik berupa hasta karya, gambar, puisi atau apa saja yang berkaitan dengan hasil karya siswa.

“Kita akan kedatangan tamu penting besok hari. Ada kunjungan dari Dinas pendididan Provinsi dan dari Dinas Sosial. Kami harap harap Bapak dan ibu Guru dapat menyiapkan kegiatan besok dengan sebaik-baiknya. Tunjukan bahwa sekolah kita, walaupun tidak berada di kota, tapi mampu menciptakn generasi yang kreatif. Saya ingin karya siswa serta kreatifitas dalam bentuk tari dan lagu dibuat semenarik mungkin. Saya ingin sekolah ini meninggalkan kesan yang menyenangkan bagi para tamu kita,” kata kepala sekolah panjang lebar.

Hari ini aku memajang karya siswa kelas tiga. Walau hampir semuanya berbentuk gambar. Tapi aku yakin, mereka akan terkesan dengan hasil karya anak-anak. Terutama hasil karya Laisa yang khusus terpajang paling atas, lengkap dengan biodata, foto dan sedikit narasi tentang siapa Laisa.

Tamu yang ditunggu telah tiba. Mereka langsung masuk kantor. Ada perbincangan kecil di dalam sana. Entahlah mereka sedang membicarakan apa, yang pasti sekarang aku sedang sibuk terus merapikan gambar siswa kelas tiga. Aku ingin karya para siswa tampil indah dan sempurna.

Tidak berapa lama, mereka keluar dari dalam kantor. Ada lima orang tamu yang datang pagi ini. Aku tidak bisa membedakan mana tamu dari dinas Pendidikan dan mana tamu dari Dinas sosial. Mereka menggunakan seragam yang sama.

Mereka berkeliling mulai dari kelas satu. Lalu beranjak ke kelas dua selanjutnya ke kelas tiga.

“Selamat siang, Pak, Bapak Guru kelas tiga?” tanya pak Fatah. Aku tahu namanya dari papan nama yang menempel di atas saku baju sebelah kanan.

“Selamat siang. Betul Pak, saya Guru kelas tiga. Ini karya siswa kelas tiga, tidak semuanya kami pajang, mengingat tempat yang sangat terbatas,” jawabku,.

Para tamu tersenyum.

Mereka asik menikmati karya kelas tiga.

“Kalau yang itu ... siapa itu ... mmm Laisa, Laisa apa ya ... mmm itu biodatanya memang begitu ya?” tanya pak Fatah. Tangannya menunjuk gambar Laisa.

“Oh ... benar, Pak. Laisa murid yang mempunyai kekurangan dalam hal kecerdasan. Bisa dikatakan dia mempunyai ... pokoknya dia adalah siswa istimewa dikelas saya.” Jawabku. Ada rasa sesak ketika aku harus menyebut kata keterbelakangan mental untuk murid istimewaku.

“Oh ya? Benarkah? Tapi saya merasa ada hal yang begitu hebat dari gambarnya. Abstrak. Tetapi ada rasa yang tersembunyi. Entahlah! Mungkin ini hanya perasaan saya saja,” kata pak Fatah. Matanya terus mengamati gambar Laisa.

“Bisa bertemu dengan ... mmmm ... siapa namanya?” tanya pak Prabu. Lagi-lagi aku tahu nama pak Prabu dari papan nama yang tertera di atas saku baju. Pak Prabu yang aku tahu ternyata berasal dari Dinas Sosial.

Bergegas aku mencari Laisa yang terhalang kerumunan anak-anak yang sedang asik menyaksikan pertunjukan seni di tengah lapangan sekolah. Kupegang tangan mungil Laisa. Laisa menuruti langkahku.

Aku membawa Laisa untuk menemui Pak Prabu yang masih asik menukmati hasil karya kelas tiga.

“Ini, Laisa,” kataku.

“Wah ... anak yang manis, Laisa kelas berapa?” tanya pak Prabu. Tangannya membelai rambut lembut Laisa.

Laisa hanya menggeleng-gelengkan kepala. Pandangannya jatuh di atas tanah. Ia malu.

“Oh ya ... sekarang Laisa umurnya berapa?” tanya pak Prabu lagi.

Lagi-lagi Laisa mengelengkan kepalanya. Tetapi terlihat tangan mungilnya membuka semua jarinya.

“Sepuluh tahun ya?” tanya pak Prabu.

Aku hanya tersenyum. Setelah itu Laisa berlari menuju lapang dan bergabung bersama teman-temannya.

“Maaf, Pak,” kataku sambil tersenyum. Mataku menatap Laisa yang terus saja berlari.

“Oh, tidak apa-apa, Pak. Namanya juga anak-anak,” pak Prabu tersenyum.

Tamu dari Dinas Sosial selesai berkeliling untuk melihat hasil karya anak. Selanjutnya mereka kembali berkumpul di dalam kantor sekolah, termasuk aku.

Ada pembicaraan kecil di kantor sekolah antara aku, kepala sekolah dan tamu dari Dinas Sosial.

Pembicaraan tentang Laisa. Ada rencana yang mungkin akan merubah nasib Laisa. Aku yakin, Tuhan telah membuat rencana yang sangat hebat untuk Laisa.

Satu bulan setelah hari kenaikan kelas. Tidak ada kabar dari Dinas manapun tentang pembicaraan yang kami lakukan tentang Laisa dan karyanya.

Telepon genggamku berbunyi. Kulihat ada nama yang sangat aku tunggu muncul di layar telepon genggamku.

Segera aku mengangkatnya.

“Assalamualaikum ... dengan Pak Faisal?” terdengar suara di ujung telepon.

“Waalaikum sallam ... betul, Pak. Senang sekali dapat telepon dari Bapak. Saya harap ada kabar baik yang akan Bapak sampaikan untuk saya,” jawabku dengan tertawa kecil.

“Pak Faisal, menyambung pembicaraan kita tempo hari. Kami telah menyetujui untuk menyertakan karya Laisa dalam pameran KARYA ANAK BANGSA di Jakarta, minggu depan. Saya harap pak Faisal bisa menyiapkan lima lukisan karya Laisa. Nantinya Laisa akan kami wakilkan untuk utusan dari Dinas Sosial. Bagaimana, Pak? Apakah Bapak bersedia jika kami meminta Laisa untuk dapat berpartisipasi dalam acara tersebut?”

Lama aku terdiam

“Hallo? Pak Faisal? Hallo ...?”

“Eh ... halo ... haloo ... iya, Pak iya ... saya siap, insya Allah saya akan siapkan karya terbaik Laisa untuk pameran nanti. Alhamdulillah ... terima kasih atas kepercayaannya,” ucapku.

“Ya, sama-sama, Pak, tolong secepatnya Bapak kirim karya Laisa ke kantor dinas Sosial Kabupaten, untuk selanjutnya biarkan kantor Dinas Kabupaten yang akan mengurus keperluan Lainnya. Nanti saya hubungi lagi, terima kasih atas kerjasamanya,”

“Sama-sama, Pak.”

Sambungan telepon terputus.

Pagi yang menyenangkan dengan sebuah kabar yang menggembirakan. Aku harus segera menemui Laisa dan menyalaminya. Tapi entahlah, apakah Laisa akan mengerti dengan kabar yang akan aku sampaikan nanti?.

Satu yang pasti, Laisa tidak sendiri. Dia akan bertemu dengan kawan-kawan yang mempunyai nasib yang sama. Cacat yang tidak ia inginkan. Ada banyak Laisa-Laisa lainnya akan hadir di Jakarta. Mungkin takdir mereka sama, tetepi dengan skenario hidup yang berbeda.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post