Tantangan Hari Ke-6

#TantanganGurusiana

Masih teringat jelas arti peribahasa tersebut. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Saya sangat setuju dengan peribahasa ini. Jika kita bersikap demikian, alangkah menyenangkannya hidup kita karena kita move on dari tempat sebelumnya yang mungkin lebih baik daripada tempat yang baru kita diami.

Sewaktu di Sekolah Dasar, memang sudah belajar tentang macam-macam peribahasa. Tetapi baru mengena dan diresapi di hati sewaktu Sekolah Menengah Atas. 

Waktu itu saya sangat mengagumi guru Fisika saya. Menurut saya, beliau sangat pintar tetapi sangat santai gaya mengajarnya namun saya mudah mengerti setiap penjelasannya. 

Guru saya ini berasal dari suku Jawa. Beliau mengajar di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kefamenanu  sebuah kota kecil empat jam perjalanan dari Kota Kupang. Ya waktu itu saya sedang menempuh SMA di NTT.

Beliau sangat menikmati keberadaanya di Kefa. Kota kecil dengan penduduk yang saling mengenal terutama di kalangan pejabat daerah setempatnya. Saat mengajar beliau menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen NTT, dan sesekali menggunakan bahasa Kefa.

Suatu kali beliau menghampiri saya dan mengajak ngobrol saya dengan bahasa Kefa, saya mengerti dan paham tapi saya menjawabnya dengan bahasa Indonesia. Ya, karena saya beranggapan bahasa daerah tersebut tidak keren dan terdengar kasar. Seperti orang yang sedang teriak. 

Padahal saya lahir dan besar di keluarga Batak, yang notabene terkenal dengan logat khasnya. Namun menurut saya, logat di NTT lebih kasar sehingga saya tidak pernah menggunakannya. 

Lanjut ke guru Fisika saya, sepertinya beliau memahami apa yang saya resapi dan rasakan sehingga saya tidak menggunakan bahasa Kefa. Lantas beliau berpesan,"Nak, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kamu pasti paham maksud Bapak kan?" tanya Pak Guru Fisika

"Hmm, iya Pak". Jawab saya

"Kamu itu harus menjadi orang yang berguna dan mengembangkan apa yang belum berkembang bahkan belum pernah ada di daerah tempatmu berada. Jangan pernah membandingkan daerah satu dengan lainnya. Daerah bagus karena diisi oleh orang-orang yang bagus". Kata Pak Guru.

"Iya Pak, saya tahu. Terima kasih nasehatnya Pak". Jawabku

"Ingat selalu pesan Bapak, kamu harus bisa membawa diri dimanapun kamu berada. Itu penting demi kebahagiaanmu dan perkembanganmu. Dan kamu harus selalu bisa menjaga dan menghargai keanekaragaman budaya yang ada di sekitarmu". Pak Guru menambahkan nasehatnya.

"Siap Pak, saya akan coba membuka hati untuk mempelajari dan menggunakan bahasa disini, meski bercampur dengan bahasa Indonesia". Jawabku

"Bagus, seperti arti namamu Agus yang artinya Cah Bagus." Kata Pak Guru Fisika sambil pamit pergi dan saya langsung menyalam tangan beliau.

Sejak percakapan tersebut, saya mulai menggunakan bahasa setempat meski ada beberapa teman yang tertawa karena saya mengucapkan bahasanya dengan sangat lembut menurut mereka. Dan sekarang saya rindu menggunakannya.

Katong su makan kah?

Belum. B belum lapar.

Kita pesiar sa kalau begitu.

Yuk, pesiar pesiar.

Note : semua terlihat indah jika kita mau belajar memahami dan menyesuaikan diri dimanapun berada. 

By the way, apa benar arti nama Agus itu Cah Bagus?