Aida Fitria, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Penantian Tak Berujung (Part. 1)

Penantian Tak Berujung (Part. 1)

Penantian Tak Berujung (Part.1)

#Tantangan gurusiana hari ke 3

Rara adalah gadis kecil yang masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Siang itu dia pulang sekolah agak cepat dari biasanya. Seperti biasa, setiap pulang sekolah Rara akan masuk ke rumah sendiri dengan kunci duplikat yang selalu dia bawa. Rara melirik jam tangan kecil yang melingkar di pergelangannya. Pukul 13.30, berarti masih lama lagi dia harus tinggal sendirian di rumah. Di luar rumah hujan mulai turun. Perasaan takut dan cemas merasuki hatinya. Rara termenung sendiri di kursi tamu rumahnya. Di rumah ini hanya tinggal Rara berdua dengan ibunya. Ibu yang bertugas sebagai seorang guru biasanya baru akan pulang sore hari. Sedangkan dua kakaknya sekolah di sebuah pondok pesantren. Rasa sepi selalu bergayut dihatinya. Tak jarang perasaan iri merasuki manakala melihat temannya yang selalu bermanja dengan ayah dan ibu mereka. Seketika bulir bening mengambang di pelupuk matanya. Rasa sedih menyeruak di hatinya. Untuk kesekian kalinya, rasa itu kembali hadir mengisi relung hatinya. Rasa rindu dan kangen pada ayah dan ibu. Ingin rasanya menjerit, tapi untuk apa dan siapa yang akan mendengar. Duh, Rara, dengan kepolosannya belum mampu mencerna hidup yang sebenarnya.

Dialihkannya pandangan ke foto keluarga yang terpasang di dinding. Senyum manisnya bersama ayah, ibu, dan dua kakak lelakinya terukir di sana. Begitu bahagianya kala itu. Tapi kini, semuanya tinggal kenangan. Ya, dua tahun sudah mereka harus hidup terpisah. Rara tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, hingga ayah pergi meninggalkan mereka. Rara ingat, saat itu tengah malam, ketika dia terjaga dari tidur karena mendengar suara ribut-ribut di ruang tengah rumahnya, dan berakhir dengan suara pintu rumah yang dibanting. Braakkk. Rara terkejut, secepat kilat bangun dan berlari menemui ibu yang menangis sesenggukan. Dua kakak lelakinya juga terbangun dan keluar kamar bersamaan. Tak lama kemudian terdengar suara mobil ayah meninggalkan halaman rumah mereka.

"Ayah, Rendi ikutt!," teriak Kak Rendi sambil berusaha mengejar ayah, namun dihalangi oleh ibu.

"Sudahlah, Rendi, biarkan saja ayahmu pergi," kata ibu sambil menarik kembali tangan Kak Rendi. Sementara itu, Kak Ilham cuma terduduk diam sambil menangis.

"Ibuu..!," seru Rara sambil memeluk ibu dan ikut menangis. Ibu tak menjawab, cuma pelukannya yang menenangkan hati Rara.

"Bu, Ayah kemana?," tanya Rara sambil memandang lekat ke wajah ibu. Ibu tetap tak menjawab pertanyaan Rara, ibu hanya memperat pelukannya. Melihat itu, kedua kakaknya ikut bergabung memeluk ibu.

"Mulai malam ini, kalian harus membiasakan diri hidup tanpa ayah, ya nak," kata ibu sambil memandang kami bergantian.

"Kenapa, Bu?," tanya Kak Rendi sambil tetap menangis.

"Sudahlah, nanti kalian akan tahu jawabannya," jawab ibu sambil membelai lembut kepala kami.

"Lalu sekolah kami bagaimana, Bu?" Kak Ilham yang dari tadi hanya diam sambil menangis bertanya.

"Ibu akan berjuang sekuat tenaga untuk kalian bertiga. Karena kalian adalah sumber kekuatan ibu, nak" jawab ibu sambil mengusap matanya yang sembab. Rara dan kedua kakaknya tak berani lagi bertanya. Mereka cukup paham dengan keadaan ibu. Mereka cuma saling berpelukan, tenggelam dalam kesedihan yang mendalam.

Rara tahu dan ingat betul, beberapa tahun belakangan ini dia sering melihat ayah dan ibunya bertengkar. Kalau sudah begini, dia dan kedua kakaknya hanya bisa diam terpaku. Tak mengerti dan tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Mau memihak ibu atau ayah, ah, Rara dan kedua kakaknya tak bisa memilih. Mereka sayang keduanya. Tak jarang mereka mendengar ucapan kasar dan hardikan keras keluar dari mulut ayah, walau hanya karena masalah sepele sekalipun. Ayah tak akan segan menampar atau menendang manakala salah seorang kakaknya berbuat kesalahan. Dan selalu setiap pertengkaran itu berakhir dengan tangisan ibu. Namun begitu, Rara dan kedua kakaknya tetap merindukan ayah.

"Bu. Kapan ayah pulang?," suatu ketika Rara bertanya pada ibunya.

"Tunggu saja, Rara. Kalau ayahmu sayang pada kita semua, dia akan kembali," jawab ibu ketika itu. Sejak saat itu, Rara selalu mengharap dan menghayalkan kedatangan ayahnya. Entah sampai kapan Rara akan menunggu. Namun Rara tetap berharap dan berdoa agar ayahnya kembali. Bagaimanapun, Rara tetap merindukan ayahnya meski terkadang ada rasa takut mengingat sifat ayahnya yang keras.

Bunyi musik dari handpone kecil milik Rara membuyarkan lamunannya. Diliriknya layar handpone, terlihat disana ibu memanggil.

"Halo, Assalamualaikum, Bu," dengan semangat Rara menjawab panggilan ibu.

"Waalaikumsalam Rara. Rara sudah pulang sekolah?"

"Sudah, Bu. Ibu kapan pulang?," tanya Rara.

"Maaf, sayang, hari ini ibu pulang agak terlambat. Ada rapat di sekolah. Rara tunggu saja di rumah ya, Nak," jawaban ibu meruntuhkan semangat Rara. Dia berharap ibunya segera pulang dan menemaninya di rumah. Mengajarkannya pelajaran yang dia tidak mengerti.

Rara kembali menyandarkan kepalanya ke kursi. Untuk kesekian kalinya ibu pulang terlambat. Dan itu artinya untuk kesekian kalinya pula Rara harus tinggal sendiri sampai sore menjelang. Di luar rumah hujan semakin deras, petir menyambar membelah langit. Rara kecil termangu sendiri. Tanpa sadar, bulir bening yang dari tadi mengambang luruh juga, mengalir menganak sungai di pipinya.

"Tok tok tok!," suara ketukan pintu mengejutkan Rara. Seketika Rara beranjak ke balik pintu, mengintip dari balik kaca. Hatinya deg degan. Rasa takut menghantuinya manakala dari balik pintu dilihatnya sebuah sosok yang sangat ia kenal.

Bersambung

(Siapakah yang datang? Ikuti di episode selanjutnya ya)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ditunggu lanjutannya sobatku..

15 Apr
Balas

Ditunggu lanjutannya sobatku..

15 Apr
Balas

Ditunggu lanjutannya sobatku..

15 Apr
Balas

Ditunggu lanjutannya sobatku..

15 Apr
Balas

Ditunggu lanjutannya sobatku..

15 Apr
Balas

Insya Allah besok ya

15 Apr

Mantap, keren di tunggu ya

16 Apr
Balas

oke

16 Apr



search

New Post