Aidia Nurfitra

Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhu. Saya Aidia Nurfitra adalah guru MAN 1 Padang. Sudah aktif mengajar semenjak tahun 1998 sampai sekarang pada bida...

Selengkapnya
Navigasi Web
Istri

Istri

ISTRI

Oleh : Aidia Nurfitra, S.Ag.,M.A

Sudah sunnatullah bahwa manusia hidup berpasang-pasangan. Selain untuk meneruskan keturunan, diciptakan dengan berpasangan bertujuan untuk menciptakan rasa tenang, dan terbinanya rasa kasih dan sayang di antara keduanya. Allah berfirman : Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”. (QS. 78 : 8). Dan pada juga berfirman : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30 : 21).

Dalam menemani hidup suami, seorang istri mengabdi tanpa pamrih, tidak mengharap apapun kecuali hanya sedikit perhatian, penghargaan, kasih dan sayang. Kalau ahwal ini mereka dapatkan, maka seluruh hidupnya akan diserahkannya demi suami dan keluarga. Mereka akan memasak dengan resep cinta, mencuci dengan deterjen sayang, dan melakukan semua pekerjaan dengan bahagia demi mengharapkan sedikit pujian dari suaminya. Maka sungguh tidak pantas bagi seorang suami untuk menghinakannya, bahkan menyakiti hatinya.

Keberadaan istri shalihah dalam rumah tangga adalah dambaan seorang suami yang shaleh juga. Istri yang shalihah yang mengabdikan seluruh hidupnya demi kebahagiaan suami dan anak-anaknya, di samping mengharapkan perhatian, penghargaan, kasih dan sayang dari suaminya juga mengarapkan ridha dari Allah SWT.

Mendapatkan istri yang shalihah tidaklah mudah. Mendapatkannya memerlukan syarat yang mengharuskan sang calon suami menjadi shalih juga. Allah tidak akan menjodohkan perempuan shalihah dengan laki-laki yang tidak shalih karena hal itu tidak sebanding dengannya. Dan sebaliknya, Allah juga tidak akan menjodohkan perempuan yang tidak shalih dengan laki-laki yang tidak shalih karena hal itu juga tidak sebanding dengannya. Kecuali apabila ada pendidikan Allah untuk menjadikan salah satu pihak menjadi shalih atau shalihah setelah bergaul dengan pasangan yang shalih atau shalihah. Firman Allah : “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).(QS. 24 : 26).

Apabila seorang suami yang shalih belum mendapatkan istri yang shalil sebagaimana yang diharapkannya, maka itu adalah ujian dari Allah atas kesabarannya. Tugasnya adalah mendidiknya hingga menjadikannya istri shalihah sebagaiman yang diharapkannya. Apabila tugas yang diembannya tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkannya, maka pulangkanlah kepada Allah segala yang sudah diusahakannya sembari berdoa semoga apa yang sudah diusahakannya dibalasi pahala oleh Allah SWT. Bukankah hal itu sudah terjadi pada istri nabi Luth dan Fir’aun. Alangkah zhalimnya hal apa yang terjadi pada keluarga paman rasulullah Abu Lahab dan istrinya.

Nabi Luth adalah di antara nabi Allah yang shaleh. Beliau mendakwahi umatnya yang suka sodomi dan lesbian. Ajakan nabi Luth terhadap umatnya kepada jalan Allah tidak berhasil. Mereka tetap dalam kesesatan dan mempertahan kebiasaan buruk sodomi dan lesbian. Istrinya juga orang yang mengamini kezaliman tersebut. Nabi Luth adalah seorang yang shalih, sementara istrinya adalah orang ingkar kepada Allah. Maka Allah menurunkan azabnya dengan menurunkan hujan batu dan membinasakan seluruh umat yang durhaka tersebut.

Kalau ada istri di antara kita yang seperti istri nabi Luth ini, maka tetaplah berusaha mengajaknya kepada kebenaran, anggap saja dia sebagai istri nabi Luth yang durhaka yang tidak mau diajak kepada kebaikan. Yang penting adalah menyelamatkan anak-anak dari kezaliman dan kesesatan yang sama dengan ibunya.

Fir’aun adalah raja Mesir yang zhalim yang melampaui batas kewajaran bahkan sesat. Di puncak kejayaannya sebagai seorang raja, dia membunuh semua anak laki-laki yang lahir agar mereka tidak merongrong kekuasaannya apabila mereka telah dewasa, dan membiarkan anak-anak perempuan untuk tetap hidup. Allah mengkisahkan tentang Bani Israil yang Allah selamatkan dari Fir’aun : “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. (QS. 2 : 49).

Yang lebih sesat lagi Fir’aun menyatakan dirinya sebagai tuhan yang bisa menghidupkan dan mematikan manusia. Padahal dia hanya bisa membiarkan orang yang disenanginya untuk tetap hidup dan membunuh orang yang disukainya. Allah mengisahkan : “Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa. Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Thuwa; "Pergilah kamu kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah (kepada Firaun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)", Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?". Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya, (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (Q.S. 79 : 15 – 26).

Walaupun Fir’aun raja yang sesat, tetapi dia mempunyai istri yang shalihah yang mempercayai keesaan Allah, beribadah kepadanya, dan tetap berbakti kepada suami walaupun mempersekutukan Allah. Dia tetap sabar mengajak suaminya untuk benar walaupun akhirnya dia gagal.

Seandainya para wanita muslimah mempunyai suami yang tidak mau taat pada Allah, tidak mau shalat, tidak mau menjalankan puasa Ramadhan, maka tetaplah dalam kesabaran untuk mengajakanya kepada kebenaran. Seandainya usaha ini juga tidak berhasil anggap saja dia Fir’aun yang tidak mau benar. Yang penting adalah tetap berbakti kepada suami dan tetap mendidik anak-anak kepada kebenaran.

Yang paling menyedihkan adalah suami istri seperti pasangan Abu Lahab dan istrinya. Pasangan yang tidak mau taat kepada Allah dan sama-sama sepakat untuk menghalangi perjuangan menuju kebenaran. Hal itulah yang mereka lakukan untuk berusaha menyakiti dan menganiaya Nabi Muhammad dalam mendakwahkan Islam.

Wahai para istri yang mulia, para istri yang berbakti kepada suami, mari mendampingi suami untuk menambah ketaatan kepada Allah, mari membantu suami untuk mendidik anak-anak menjadi generasi terbaik setelah kita. Semua apa yang sudah kalian lakukan berhadiah kemulian di sisi Allah Ta’ala. Amin....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah Kak Ai. The best tulisannya referensi renungan dan penyejuk bagi kami

20 Feb
Balas

Subhanallah Kak Ai. The best tulisannya referensi renungan dan penyejuk bagi kami

20 Feb
Balas

Mantap ustad, mksbpencerahannya.

20 Feb
Balas

Syukran ustadz, telah berbagi ilmu.

20 Feb
Balas

Syukran buk

20 Feb
Balas

Terima kasih bagi yang sudah baca semoga jadi ilmu yang bermanfaat, aamiin

20 Feb
Balas



search

New Post