"Mama, kenapa menangis?" Putri kecilku memelukku. Masih tersedu, kucoba tersenyum, "tak apa, Nak. Semua akan baik saja."

Entahlah rasa itu hadir menyeruak. Menghantam benteng pertahanan hati yang selama ini kucoba kuat. Antara resah yang mengganggu dan tugas yang bertumpuk ditambah duri curiga yang menusukku. Terasa sakit sekali. Hingga kutersungkur dalam air mata berbalut mukena.

Aku mencoba bertahan dalam ujian, namun su'udzon menggoyang pijakanku.

"Mengapa rasa percaya harus terkikis curiga?

Tak cukupkah perjuangan dan pengorbananku di lembaga ini?"

Teriakku dalam sunyi.

Yah, aku sudah berusaha memberi yang aku bisa. Dalam badai pun kujalani, agar amanah tetap terpatri bagi putra-putri negeri.

Aku marah terlebih kecewa. Hingga air mataku terus mengalir.

"Rabbi, kutahu Engkau yang tahu hatiku. Sudah kuserahkan segala-Nya pada-Mu. Jangan biarkan lara di hati membuatku menyerah...

Berikan hidayah-Mu padaku

Juga pada orang-orang yang menyakiti hatiku.

Tutuplah segala dukaku

Berikan pertolongan agar kumampu memaafkan... "

Sujud membuatku lebih lega.

Sebelum terlelap, kutengadahkan tanganku.

"Rabbi... Kumaafkan semua yang menyakitiku hari ini... Hamba tau, hamba tak pernah sendiri... "

Lelap tidurku dan terbangun saat fajar menghampiri.

Aku tersenyum, aku kuat dan tak pernah sendiri.