ainul mizan

Seorang guru di SDIT Insantama Malang. Suka mencoret - coret untuk sekedar menumpahkan uneg uneg, perasaan dan pikiran. Walau tertatih berusaha menjadi guru, ay...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guruku Seorang Artis

Guruku Seorang Artis

GURUKU SEORANG ARTIS

Oleh Ainul Mizan

Para siswa duduk manis di bangku masing – masing. Bel pergantian jam pelajaran sudah berdentang. Tiba – tiba gagang pintu kelas bergerak – gerak. Tatapan tajam para siswa fokus ke pintu. Tidak perlu menunggu lama, munculah sosok orang yang parlente dan necis. Wooww…ini artis dari mana? Mereka seolah tidak percaya kalau yang sekarang berdiri di depan kelas adalah gurunya.

Para siswa segera melihat sepatunya. Benar – benar hitam mengkilap. Kelihatan habis disemir. Dari sepatu pandangan mereka naik menuju celana yang dikenakan sang guru. Klemis… habis diseterika sampai semut aja bisa kepeleset deh. Sambil geleng – geleng kepala, para siswa melihat kearah baju sang guru. Benar – benar tidak kalah tuh dengan celananya. Seperti seorang artis sedang naik daun ini sang guru, kala dilihat dari bangku pojok paling belakang.

Bisa dibayangkan, jikalau seorang guru hendak mengajar dengan dandanan ala kadarnya. Apalagi pakaiannya sudah 2 hari dipakai, sepatunya bekas dari hasil ‘ghonimah’ barang yang tertinggal saat si guru waktu itu ikut workshop kurikulum 2013 di luar kota. Belum lagi rambut yang belum dissisir rapi kalah dengan siswanya yang salah satu bekalnya adalah sisir rambut, he …he …he…. Pokoknya kagak bisa dibayangkan deh, apa jadinya kelas.

Saat sidak kerapian baju. Barangsiapa yang bajunya acak – acakan harap maju di depan kelas. Pengumuman disampaikan. Niat hati ingin mengajarkan kerapian dan kebersihan, tapi apalah daya, muka harus disembunyikan. Mana itu yang namanya keteladanan? Katanya Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang guru itu bisa berlaku ‘ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani’. Guru itu di depan bisa memberikan teladan, di tengah bisa membangun kemauan dan di belakang mampu memberikan motivasi.

Bisa dibilang bahwa seorang guru itu adalah seorang artis. Lho kok bisa? Bisa aja kale…. Guru itu menjadi sorotan di dalam kelas. Semua perhatian siswa kepada dirinya. Penglihatan, pendengaran, penciuman dan perasaan para siswa tertuju untuk menerima ilmu dari sang guru. Adalah Imam Malik bin Anas, guru dari Imam Syafi’I, ketika beliau mengajar dalam majelis ilmu, beliau memakai pakaian terbaiknya, ditambah harum bau badannya. Di samping sang guru sendiri harus menghormati ilmu yang akan disampaikannya, para siswa juga diarahkan untuk menghormati ilmu. Wong gurunya aja memakai pakaian terbaiknya dan harum bau badannya, kan aneh bila siswanya justru acak – acakan. Bagaimana bisa ilmu yang ditransfer memberikan manfaat sementara suasana yang sengaja atau tidak sengaja yang dikondisikan tidak mendukung? Ya wajarlah, nggak usah protes, kalo peraturan di sekolah tidak boleh pake kaos oblong, dan pake sandal jepit lagi. Ini mau angon Wedhus (nggembala kambing) atau belajar??

Jadi penampilan seorang guru jadi modal awal sukses tidaknya proses belajar siswa. Jadi kalau nilai raport siswa kok jelek – jelek, tanya aja gurunya. Lho kan siswanya mungkin yang salah. Udah nggak mau nyatat pelajaran, nggak belajar lagi saat akan ujian. Bolehlah itu, faktanya memang ada. Akan tetapi, bisa jadi siswanya udah nggak mood saat lihat tampilan gurunya. Nggak ndayani…. Lalu bagaimana siswa bisa belajar dengan baik dan nyaman tanpa terusik bisikan – bisikan usil untuk gurunya?

Lebih dari itu, saya yakin bahwa orang tua mengirim anaknya untuk belajar di bangku sekolah, selain ingin anaknya pinter, ya harapan orang tua tentunya agar anaknya menjadi sholih dan sholihah. Kalo hanya ingin mencetak anak yang pandai bertalenta, udah banyak pemborong dari berbagai sekolah dengan menawarkan konsep terbaiknya demi menjaring konsumen layanan pendidikannya. Memang untuk mencetak seorang anak sholih dan sholihah butuh effort yang super besar…nggak percaya, buktikan aja deh. Intinya, seorang guru itu adalah seorang artis. Sekolah harus bisa menjadikan gurunya sebagai seorang artis yang selalu dielu-elukan para fansnya.

Kalo sang guru bercerita tentang Nabi Muhammad SAW, sosok yang satu kata satu perbuatan. Apa yang beliau nasehatkan kepada para sahabatnya, maka beliaulah yang pertama kali melakukannya. Jangan sampe, ketika guru di kelas menjelaskan bahwa berduaan dan campur baur (interaksi yang gak perlu) dengan perempuan itu dilarang agama; eh…ternyata sang guru ini bersenda gurau dengan guru lainnya yang lawan jenis di kantor. Amit amit deh… kalo siswanya tahu bisa berabe. Ibarat kata pepatah guru kebcing berdiri, siswa kebcingnya sambil lari.

Wes pokok’e jadi guru itu susah susah gampang. Gampangnya itu guru itu kan udah menguasai pelajarannya. So nggak usah ngoyo lagi. Susahnya bahwa guru itu adalah pemberi teladan kebaikan bagi siswanya. Jadilah guru yang melalui tangan – tangan kita, pintu kebaikan terbuka dan pintu – pintu kejahatan tertutup rapat.

Berjuanglah karena anda adalah guru. Guru itu artis idola bagi siswa – siswanya. Anda punya talenta, bahkan melebihi seorang artis. Fisik, kognitif, afektif dan psikomotorik bekal guru dalam mendidik. Inilah bedanya seorang guru dengan seorang artis. Walaupun begitu, saya ingin menyatakan bahwa “Guruku Seorang Artis Bertalenta”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wuih, jos gandos tenan tulisan ini

16 Jan
Balas

aamiin, smg menjadi inspirasi pak Eko.

18 Jan



search

New Post