ainul mizan

Seorang guru di SDIT Insantama Malang. Suka mencoret - coret untuk sekedar menumpahkan uneg uneg, perasaan dan pikiran. Walau tertatih berusaha menjadi guru, ay...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengelola Proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) Yang Jauh Dari Hoax

Mengelola Proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) Yang Jauh Dari Hoax

Komunikasi merupakan konsekwensi logis dari sebuah interaksi. Manusia, di samping sebagai makhluk individu, ia juga sebagai makhluk sosial, yang tentu saja membutuhkan aktivitas interaksi di antara sesamanya. Kebutuhan yang harus dipenuhi menuntut terjadinya interaksi, baik kebutuhan itu bersifat materi maupun non materi. Pendek kata, pemenuhan kebutuhan jasmani dan nalurinya merupakan faktor pendorongnya. Kebutuhan jasmani terkait dengan makan, minum, dan buang hajat. Sedangkan kebutuhan nalurinya terkait dengan keinginannya untuk memiliki sesuatu, keinginannya untuk berprestasi, keinginannya untuk bisa berbakti sesuai dengan ajaran agama, dan yang lainnya.

Komunikasi yang terjalin di dalam interaksi manusia saat ini telah memasuki era komunikasi interaktif. Hal ini ditandai dengan menjamurnya penggunaan beragam sosial media di dalam smartphone. Whatsapp, Telegram, Line, Instagram, dan Facebook adalah sebagian contoh sosial media yang berkembang. Selain memberikan kemudahan di dalam berkomunikasi, keberadaan sosial media tersebut telah memberikan kebebasan bagi netizen untuk melakukan umpan balik terhadap setiap berita, informasi, pengetahuan dan maklumat lainnya. Umpan balik yang bersifat positif maupun yang negatif.

Di samping itu, era komunikasi interaktif berimbas kepada bermunculannya berbagai situs web di ranah ruang privat. Situs web yang sudah beredar di tengah masyarakat jumlahnya sekitar 143.000 situs web. Sedangkan yang telah terverifikasi sejumlah 300-an situs web. Artinya, berita hoax yang tersebar di tengah-tengah masyarakat bisa sebanding dengan beredarnya berita dan informasi yang benar. Hal demikian seringkali yang menimbulkan bias terhadap informasi dan berita yang diterima. Bias terhadap suatu informasi dan berita terjadi pada ranah pembedaan antara fakta dan opini. Tingkat kedewasaan yang masih rendah akan berdampak kesamaran dalam membedakan antara fakta dan opini. Seringkali opini dianggap sebagai sebuah fakta yang benar. Sebaliknya, fakta yang sebenarnya dianggap sebagai salah satu opini. Ambil sebuah contoh, bahwa ajaran Jihad di dalam Islam yang telah berkontribusi besar terhadap perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal demikian adalah fakta. Kalau bukan dengan lafadz takbir yang digunakan oleh Bung Tomo guna membakar semangat jihad rakyat Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, lantas lafadz apakah yang bisa menggantikan kumandang takbir itu?! Fakta ini masih ada yang menganggapnya sebagai sebuah opini dari sudut pandang tertentu. Begitu pula adanya Resolusi Jihad dari Hadhrotusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dianggap sebagai sebuah opsi dari sekian banyak opsi dalam membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda yang membonceng NICA.

Kemajuan Sains dan Teknologi juga berimbas kepada dunia pendidikan. Akses internet dan penggunaan sosial media dalam proses KMB (Kegiatan Mengajar dan Belajar) di sekolah. Penggunaan Google sebagai salah satu search engine terpopuler dalam pencarian informasi minimal pencarian jawaban dari soal latihan yang diberikan oleh guru di kelas, sudah menjadi pemandangan yang lumrah bisa ditemui saat ini. Pendidikan kita sudah familiar dalam penggunaan internet dan sosial media. Di sinilah selanjutnya letak urgensitas peran guru di dalam memberikan pemahaman kepada siswanya untuk bisa senantiasa menyaring berita dan informasi yang didapatkannya dari dunia maya tersebut.

Tentang Berita dan Informasi Hoax

Istilah Hoax seringkali diartikan sebagai tipuan, menipu, kabar burung, dan pemberitaan palsu (sebagaimana yang dilansir oleh Kompasiana.com, 2/6/2017). Secara umum menurut Wikipedia, Hoax itu adalah suatu pemberitaan palsu untuk mengakali atau menipu seseorang agar membenarkan berita dan informasi yang disampaikan. Ini sejalan dengan asal mula kata Hoax berasal dari kata Hocus yang artinya permainan sulap. Di dalam permainan sulap tentu saja terdapat tipuan seolah-olah nyata di mata para penikmatnya.

Adapun dalam mengidentifikasi sebuah berita dan informasi terkategori hoax, kita harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi ciri-ciri berita dan informasi hoax yaitu: Pertama, berita dan informasi hoax menggunakan judul artikel yang bombastis. Sebuah judul bisa memberikan gambaran umum mengenai isi sebuah artikel. Judul yang bombastis hanya akan menjauhkan konten artikel dari etika jurnalistik. Kedua, biasanya dibumbui dengan seruan dan ajakan yang berlebihan untuk menyebarkannya. Tidak jarang disertai ancaman bagi yang tidak menyebarkannya. Ketiga, bersifat provokatif. Keempat, isi beritanya dipenuhi dengan kebohongan. Tidak jarang untuk memperkuat kebohongannya, ayat al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dicomot guna memberikan legitimasi. Pencantuman tersebut lebih terkesan pemaksaan sebuah dalil yang tidak pada tempatnya.

Apabila kita mencermati lebih jauh mengenai tema-tema pembahasan di dalam berita dan informasi hoax, yang menempati peringkat tertinggi adalah bidang politik dan pemerintahan. Isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) menduduki peringkat selanjutnya. Bahkan dunia pendidikan pun tidak bisa terlepas dari penyebaran berita dan informasi hoax.

Berita dan informasi hoax yang tersebar di masyarakat, sebagian darinya telah menimbulkan dampak yang serius. Perpecahan bangsa, tidak berimbangnya opini yang berkembang di masyarakat sehingga ada yang menjadi kambing hitam, dan bully maupun persekusi. Semuanya ini terjadi sebagai dampak dari berita dan informasi hoax yang dibenarkan isinya. Tentu dampak yang ditimbulkan tersebut menjadikan kehidupan sosial tidak sehat.

Hoax dan Dunia Pendidikan

Mari sekarang kita belajar untuk membuka mata dan hati bahwa pendidikan sesungguhnya adalah pondasi dalam membentuk karakter seorang manusia. Bisa kita bayangkan ketika di dalam dunia pendidikan pun tersebar berita, informasi dan pengetahuan yang terkategori hoax. Tidak hanya sekedar mempengaruhi nilai akademik peserta didik, akan tetapi yang jauh lebih parah adalah rusaknya mental dan karakter. Lantas, mau dibawa kemana negeri yang pendidikannya sudah terjangkit hoax?! Nanti saat mereka menggantikan posisi orang tua di jaman ini dalam mengendalikan roda kehidupan masyarakat, maka jangan heran bahwa yang menjadi produsen berita dan informasi hoax itu adalah diri mereka sendiri.

Dilematis memang di saat profesi kita sebagai seorang guru yang notabenenya adalah seorang pendidik harus berhadapan dengan berita, informasi dan pengetahuan hoax yang justru menjadi konten buku materi pelajaran di kelas. Hal tersebut akan menimbulkan kebingungan bagi peserta didik. Lahirlah split personality, sebuah potret pribadi yang mudah terombang-ambing oleh opini yang berkembang di sekitarnya.

Kalau kita petakan materi pembelajaran di kelas, akan kita dapatkan pengkategorian materi pembelajaran ke dalam materi pembelajaran ilmu-ilmu eksakta, ilmu sosial, pendidikan karakter dan kepribadian, ilmu komunikasi, dan ilmu seni.

Hoax di dalam ilmu-ilmu eksakta seperti Matematika dan Sains, berkaitan dengan teori-teori yang berkaitan dengan fenomena fisik dan dianggap menjadi bagian integral dari ilmu eksakta, khususnya Sains. Sedangkan untuk Matematika, relatif aman dari konten – konten hoax.

Adanya teori tentang asal usul kehidupan yang dicantumkan menjadi materi di dalam pembelajaran Sains, tentu tidak pas. Apalagi kalau dimunculkan di dalamnya Teori Generatio Spontanea (Abiogenesis) oleh Lazzaro Spallanzani. Intinya di dalam teori tersebut, Spallanzani menyatakan bahwa kehidupan ini muncul secara spontan dari benda tidak hidup. Contoh yang diberikan adalah tikus muncul dari tumpukan kain yang usang dan bau. Walaupun penjelasan detailnya teori tersebut hanya sebatas demikian, akan sangat dimungkinkan terbentuk pola berpikir pada diri siswa bahwa kemunculan kehidupan ini begitu saja, tidak ada penciptaan sengaja. Peluang terbentuknya pola berpikir demikian, sangatlah terbuka lebar. Memang tidak diperlukan penjelasan lebih yang mengarah kepada hal-hal yang bersifat aqidah atau keimanan yang barangkali hanya akan mengundang polemik yang berkepanjangan. Pelajaran Sains, tapi kontennya terdapat penjelasan terkait disiplin ilmu yang lain.

Uraian tentang teorinya Spallanzani tersebut bisa masuk ke dalam kategori pembahasan asal usul kehidupan semula atau awalnya. Adapun teori asal usul kehidupan yang membahas dari aspek tahapan perkembangan selanjutnya, ada di dalam Sains yang disebut dengan Teori Darwin. Teori Darwin yang lebih dikenal sebagai Teori Evolusi makhluk hidup. Diceritakan akan pengamatan Darwin terhadap sekumpulan burung yang ada di kepulauan Galapagos. Dari hasil pengamatannya tersebut, Darwin menerapkannya pada tahapan perkembangan manusia. Ujung-ujungnya Darwin membuat kesimpulan bahwa manusia itu seketurunan dengan kera. Dan penulis masih sangat ingat, di pelajaran Sejarah SMP ada pembahasan tentang Manusia Purba. Di antara manusia purba tersebut ada Pitecanthropus erectus dan lainnya. Dinyatakan pula bahwa manusia purba itu hidup pada jaman prasejarah yakni jaman masih belum dikenal adanya tulisan. Pertanyaannya, bukankah manusia itu adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan sebagai sebaik-baiknya bentuk ciptaan? Bukankah manusia pertama itu adalah Nabi Adam AS? Yang pada jaman beliau itu sudah dikenal aturan dan norma hukum. Hukum pernikahan pada jaman Adam adalah pernikahan silang antara putra-putri beliau yang dalam satu kelahiran itu selalu berpasangan laki dan perempuan. Tidak boleh terjadi pernikahan di antara saudara kembarnya dalam satu kelahiran. Artinya manusia sejak awal diciptakan sudah berperadaban. Manusia memiliki akal yang merupakan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya.

Begitu pula Harun Yahya menjelaskan panjang lebar di dalam bukunya bahwa setiap makhluk hidup diciptakan memliki anatomi dan fisiologi sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, manusia itu sebagai manusia. Sedangkan monyet sebagai monyet. Dan ingin kami katakan, Teori Evolusi pada diri manusia merupakan kemunduran cara berpikir yang sangat parah.

Maka di dalam upaya menjauhkan hoax dari proses KMB di kelas, guru bisa menggalakkan program literasi kelas. Penggalakkan program literasi di sekolah dan di dalam proses KMB sejalan dengan semangat di dalam Kurikulum 2013 revisi 2017, yang kemudian dikenal dengan Kurikulum Nasional. Amanat di dalam Kurikulum Nasional menyebutkan agar setiap satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan literasi atau membaca baik di tingkat sekolah maupun di kelas. Amanat ini bersifat wajib untuk diselenggarakan di tiap satuan pendidikan.

Program literasi ini secara formal dilaksanakan di dalam institusi pendidikan. Yang menjadi nilai dalam program literasi tersebut adalah semangat membaca. Tentu program literasi ini bisa pula diterapkan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bermunculanlah kelompok - kelompok membaca di masyarakat. Dengan banyak membaca, referensi wawasan dan pengetahuan bisa dari banyak sumber yang menjadi penguji bagi obyektifitas dan kebenaran setiap berita yang didapatkan.

Setelah penggalakan program literasi, siswa perlu mendapatkan penjelasan yang menggugah proses berpikir. Artinya penjelasan guru tersebut bisa memuaskan akal dan menenteramkan hati. Memuaskan akal berarti mendapatkan jawaban yang tuntas. Menenteramkan hati berarti jawaban guru tidak menimbulkan konflik di dalam hati dan jiwa siswa. Pendek kata, jangan sampai guru memerintahkan dan melarang tanpa disertai dengan penjelasan dan jawaban yang tepat.

Dalam konteks pelaksanaannya, guru bisa mengajak mendiskusikan hasil literasi siswa. Budaya diskusi merupakan metode yang bijaksana di dalam merumuskan penjelasan dan jawaban yang tepat. Para pegiat literasi di masyarakat bisa menggalakkan budaya diskusi di komunitasnya masing-masing. Ayah dan Ibu di dalam sebuah keluarga sebagai pegiat literasi bagi semua anggota keluarganya, bisa mengambil metode diskusi dalam program literasinya.

Pengalaman Pribadi dalam Menghadapi Hoax

Pertama kali di saat mengajarkan salah satu materi Sains yaitu tentang ciri-ciri makhluk hidup di jenjang SD (Sekolah Dasar), kami mendapatkan sebuah kejanggalan. Kejanggalan tersebut terletak pada kesimpulan bahwa tumbuhan termasuk salah satu dari makhluk hidup, di samping manusia dan hewan. Kesimpulan sedemikian bersifat debatabel. Benar saja, ketika kami membuka pembahasan dengan menggunakan metode diskusi, sontak mendapat interupsi dan pertanyaan dari siswa. Kami tidak mengawali dengan mengajak melakukan literasi pada sumber pustaka yang relevan. Waktu dan ruang yang sempit tidak memungkinkan untuk melakukannya.

Kami menjelaskan bahwa tumbuhan bukanlah makhluk hidup. Betul bahwa tumbuhan itu bisa tumbuh berkembang, bernafas, beradaptasi, peka terhadap rangsangan, perlu makan minum dan semua yang disebutkan dalam ciri-ciri makhluk hidup di buku Sains. Hanya satu yang tidak dimiliki oleh tumbuhan yakni naluri atau insting. Naluri atau insting ini bisa diterjemahkan sebagai perasaan. Jadi disebut sebagai makhluk hidup harus mempunyai 2 kebutuhan yakni kebutuhan jasmani dan naluri. Tumbuhan dalam hal ini cukup dikategorikan sebagai benda hidup yang merupakan salah satu contoh komponen biotik di dalam sebuah ekosistem. Kesimpulannya bahwa komponen biotik dalam ekosistem itu adalah benda hidup contohnya tumbuhan, dan makhluk hidup contohnya adalah manusia dan hewan.

Penutup

Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi arah masa depan bangsa dan Negara. Maka menjadi sebuah keharusan untuk menjauhkan berita dan informasi hoax di dalam dunia pendidikan. Mengingat tujuan pendidikan nasional hanya akan bisa diwujudkan dengan memberikan berita dan informasi yang benar dalam proses KMB di kelas, tentu sangat mendesak melakukan strategi menjauhkan dunia pendidikan dari berita hoax dengan menggalakkan kegiatan literasi dan membudayakan diskusi yang terarah dan produktif.

Diskusi yang terarah yang dimaksud adalah diskusi yang sesuai dengan tema dan judul pembahasan. Sedangkan diskusi yang produktif yang dimaksud adalah diskusi yang dilakukan tidak terjebak ke dalam debat kusir. Di sinilah urgensitas adanya pemanduan dalam kegiatan diskusi. Pemandu diskusi bisa guru di dalam kelas, kedua orang tua di dalam sebuah keluarga dan para pegiat literasi di masyarakat. Dengan demikian diskusi menjadi harapan untuk bisa merumuskan sebuah penjelasan dan jawaban yang tepat dalam ranah klarifikasi atas sebuah berita dan informasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post