ainul mizan

Seorang guru di SDIT Insantama Malang. Suka mencoret - coret untuk sekedar menumpahkan uneg uneg, perasaan dan pikiran. Walau tertatih berusaha menjadi guru, ay...

Selengkapnya
Navigasi Web
molekul kebahagiaan

molekul kebahagiaan

MOLEKUL KEBAHAGIAAN

Oleh Ainul Mizan

Sore itu, hujan rintik - rintih membasahi bumi. Cukup dingin dirasa. Cak Kardi, bersandar di dinding rumah. Rasa lelah membayang di wajahnya. Seperti biasa sang istri segera menghidangkan Wedang Jahe. Sambil menikmati Wedang Jahe made in istri, rasa syahdu tiba – tiba memenuhi relung hatinya. Sayup – sayup terdengar lantunan ayat suci Al- Qur’an. Indah terdengar, menyentuh hati.

Tangan – tangan kecil itu, tawa – tawa riang itu, dan tangisan – tangisan itu… menari – nari di pelupuk matanya. Tidak terasa buliran – buliran air mata membasahi pipinya. Ya, bayangan anak – anaknya tergambar jelas di matanya. Semakin ia berusaha terpejam, makin kuat bayangannya. Alunan ayat suci mengiringi hadirnya kenangan – kenangan itu. Semakin dalam, dan semakin dalam.

“ Ayah …, Ayah …”, terdengar suara dari balik pintu rumah. Suara yang tidak asing di telinganya. Itulah suara yang setiap hari mampu mengusir rasa penatnya. Dari pagi hingga menjelang petang, Cak Kardi berjibaku, berpeluh – peluh mencari rizki yang disebar Malaikat Mikail di muka bumi. Segera saja Cak Kardi membuka pintu rumah. Dari dalam berhamburan anak – anak berlarian menyambut sang ayah. Cak Kardi memeluk erat buah hatinya. Semakin berderai air matanya. Ia hanya merasakan di sebuah sudut terdalam relung jiwanya. Cak Kardi menghela nafas agak panjang. Wanita di sampingnya yang sekarang menjadi istrinya bertanya akan sebab mata Cak Kardi berkaca – kaca.

“ Aku teringat anak – anak. Tidak ada lantunan yang bisa mengingatkanku kepada mereka, selain ayat ayat suci ini”, jawab Cak Kardi dengan datar.

“ Betapa aku tidak sedih, sekarang tak lagi kudengar suara memanggil ayah lagi saat kupulang. Tidak kulihat lagi lari kecil mereka, juga tidak genggaman tangan kecil mereka…”, suara Cak Kardi bergetar. Sang istri diam dalam kecamuk pikirannya. Ia berusaha memaklumi perasaan suaminya.

Cak Kardi terkejut dalam jiwanya. Seolah sebuah video berjalan, fragmen baru membayang di matanya. Ada yang menggenggam tangannya sangat erat sekali. Seolah tangannya tidak mau dilepaskan. Terlukis wajah bayi yang lucu di depannya. Tersungging senyuman dari wajah sang bayi kepadanya. Sebuah senyuman kebahagiaan dan harapan untuk selalu menyertai sang bayi. Semakin mencoba untuk melepaskan, tangan bayi semakin kuat menggenggam.

“ Aahh…adek pipis di celana ayah”. Bayi itu menangis dan memeluk pundaknya. Seolah bayi itu memohon agar sang ayah memaklumi. Pernah rasa jengkel menyelimuti hati Cak Kardi. Capek dan repot harus merawat bayi. Tangisan pun meledak dari mulut sang bayi. Inilah kesempatan untuk berlatih sabar, pikir Cak Kardi. Sungguh sebuah latihan nyata akan kesabaran. Rasanya akan sulit mencari seorang ayah yang mau merawat bayinya sendiri. Sementara ibu dari bayi harus bekerja. Nggak enak jika mengambil cuti melahirkan terlalu lama. Rasa kasih sayang makin tertanam kuat di jiwanya teruntuk anak ketiganya tersebut.

Adzan Maghrib berkumandang. Cak Kardi terbangun dari lamunannya. Ia pun bergegas mengambil air wudhu guna menenangkan kegundahan jiwanya.

Hari terus berganti. Sepekan terasa begitu panjang dan hampa bagi Cak Kardi. Pagi berangkat ke sekolah sendiri. Begitu pula sore harinya. Ya.., sudah hampir setahun lebih yakni tahun 2018, ia menjalani. Rasanya ingin setiap hari bisa antar jemput buah hatinya. Dari celah jendela kelas tempatnya mengajar, ia hanya bisa melihat putranya dijemput oleh ibunya. Kadang dalam relung jiwanya ia berontak. Mengapa semua ini terjadi? Apa hikmah dibalik perpisahannya? Terasa sakit hatinya. Matanya berkaca – kaca.

Ternyata sakitnya batin tidak kalah dengan rasa sakit fisik. Bahkan dirasakannya begitu mendalam rasa sakit batin. Cak Kardi hanya bisa duduk dan menghitung hari dengan jarinya.

Sekonyong – konyong Cak Kardi terlihat melompat. Wajahnya berbinar. Ia ingat kalau hari ini adalah hari Jum’at.

“Al hamdulillah, hari Ahad bisa mengajak anak – anak rekreasi”, gumam Cak Kardi dsertai dengan dada penuh rasa berbunga.

Ahad pagi, Cak Kardi dan istrinya sudah bersiap – siap. Kegelisahan Cak Kardi begitu tampak. Berulang kali ia membetulkan sikap duduknya. Berdiri, berjalan ke jendela, menengok lalu duduk kembali. Hatinya mengadu, “Ya Allah…jangan sampai gagal rekreasi ini”.

Di kala hatinya mulai ditumbuhi molekul kebahagiaan, angannya melayang menuju taman surgawi. Akan tetapi, akan sangat menyakitkan bila angannya di taman surgawi hanyalah fatamorgana. Ah … sudahlah. Sebentar lagi mereka akan datang kok. Sabarlah kau hai Cak Kardi.

“Assalamu’alaikum”, terdengar suara anak kecil dari balik pintu.

Entah apa yang dirasakannya, secercah semangat baru menyelinap di hati Cak Kardi. Tersungging senyum tipis dari bibirnya. Segera Cak Kardi menghambur ke pintu.

“Wa alaikum salam, ayo masuk sayang …. Ayo…..”, ajak Cak Kardi kepada kedua anaknya.

Tidak berapa lama, Cak Kardi, istri dan kedua anaknya sudah meluncur ke sebuah lokasi wisata di Kota Penuh Kenangan ini. Ya, Malang, sebuah kota yang mengingatkannya pada kejadian sekitar 14 tahun lalu. Tahun itu 2005, Cak Kardi berhasil memperoleh ijazah dan ijab sah.

Sekitar 20 menit, akhirnya mereka sekeluarga tiba di lokasi wisata yang dituju. Kanan kiri yang terlihat adalah kebun jeruk. Pemandangan alamnya cukup eksotik. Terlihat Hutan Pinus yang begitu lebat. Aliran air sungai dihiasi bebatuan berkelok – kelok menuju asanya. Ah…Cak Kardi juga mengalir menuju asa kok.

Terlihat seyum ceria dari anak – anaknya. Cak Kardi bahagia. Ia hanya bisa bersyukur masih bisa menyaksikan senyum anak – anaknya. Cak Kardi menyadari, inilah molekul kebahagiaan yang dirasakannya. Mungkin bagi sebagian orang meremehkan sebuah molekul. Ya…sebuah molekul, bagian terkecil dari benda. Ia bisa menerima walaupun hanya merasakan sebuah molekul, bukan sebuah sistem Sel Kimia yang mampu menghasilkan berjuta molekul kebahagiaan.

Mereka begitu asik dengan ibu tirinya. Tiada kecanggungan, anak – anak begitu menikmati liburan ini. Cak Kardi terlihat termenung saksikan kedua buah hatinya. Seandainya ada waktu, kan diajak putri pertamanya ikut nimbrung menikmati keindahan alam bersama kedua adiknya.

********************

Cak Kardi dapat melihat sembab mata putri pertamanya. Ia tidak tega rasanya untuk menghidupkan motornya. Walaupun sejujurnya, di dalam hatinya, Cak Kardi masih ingin berlama – lama menemani putrinya itu. Seorang putrinya yang tinggal bersama kakek dan neneknya semenjak kelas 2 SD. Kaki Cak Kardi seolah terpaku bumi. Ia menoleh ke belakang. Wajah itu….ya…wajah putri pertamanya, seolah berkata, jangan tinggalkan aku lagi, duhai ayah….

Tanpa disadarinya, butiran – butiran air bening menetes dari kedua matanya. Cak Kardi terdiam, terharu, termenung dan terisak dalam kesendiriannya. Betul matanya melihat kedua anaknya yang asik bermain. Hanya saja di matanya membayang urat – urat kesedihan.

“ Ya, ayah akan kembali ke Malang besok hari”.

Seketika dilihatnya bulan membayang di wajah putrinya itu. Cak Kardi tersenyum. Cak Kardi bertekad mengisi hari – hari bersama putrinya itu, tidak boleh ada gangguan dari manapun termasuk dari Hand phonenya.

“Ayah… ayah …ayo pulang”. Kedua anaknya yang sedari tadi menikmati rekreasinya sudah menggelayuti pundaknya.

Cak Kardi terbangun dari lamunannya. Dalam perjalanan pulang, hatinya berbisik bahwa ia ridho walau hanya merasakan ‘molekul kebahagiaan’.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul ceritanya pak,,, Slam kenal dari saya Arman, Lintau, Sumbar.

16 Mar
Balas

alhamdulillah... barokalloh pak

16 Mar



search

New Post