Kenapa Masih saja Abai

14

Pulang dari sekolah hari ini, suasana senja di kotaku cukup cerah, biasanya hujan sudah mulai turun, namun kali ini mendung tidak terlihat batang hidung nya eh kelabu nya sehingga semburat warna perak di Barat sana terlihat jelas, pancarkan keindahan yang memantul pada kaca mobil, sore ini.

Sepanjang jalan, sambil berlalu kumanfaatkan kaca jendela mobil untuk sekadar cuci mata melihat pemandangan sore ini, jangan tanya apakah di dalam mobil saya bermasker atau tidak? Jawabannya pasti ya, karna berawal dari keterpaksaan akhirnya menjadi kebiasaan yang mengajar, sekarang itu kalau mau pergi ke mana saja tak lengkap rasanya kalau tanpa masker, hampir sama kaya ketinggalan handphone, jika belum pakai masker atau ketinggalan masker buat ganti, ya aku pasti kelimpungan, kaya anak ayam kehilangan induk, ups apa iya ya hehe..

Nah ketika cuci mata, melihat pemandangan biasa-biasa saja, karena bukan jalan--jalan di taman, tapi jalan di sekitaran pasar tradisional yang tentu saja banyak orang lalu lalang untuk belanja atau berjualan, pemandangan yang membuat getir karena masih banyak orang yang tidak sadar akan bajayanya penyebaran virus yang menggemparkan dunia, masker belum jadi budaya yang melekat, padahal kalau dibiasakan kan lumayan bisa mengirit make up buat sehari-hari ya, Ups keceplosan lagi nih, hehe... Lucunya memang ada orang yang "bercanda kebangetan, nih candanya buat remaja putri atau remaja setengah abad kaya penulis ini hehe "pakai make up nya sekitar mata dan alis aja, bedakan juga sekitar dahi dan hidung aja karena ke bawahnya siapa yang mau lihat, wong pake masker, bikin irit make up kan" ahahaha...kebangetan.

Ohya kembali ke laptop, eh topik masker tadi ya, kalau menurutku, ada tidak ada virus, pakai masker ketika jalan-jalan kayanya lebih aman, aman dari debu, aman dari polusi, aman dari fogging, aman dari bau knalpot kendaraan, dan terutama dari virus kalau saat ini, dan terutama nya lagi aman dari pandangan liar lawan jenis yang tidak diharapkan.