Semua orang pasti memiliki cita-cita, meskipun ada yang tarcapai ataupun belum. Salah satu jalan nyata meraih cita-cita salah satunya adalah dengan sekolah. Di negeri yang berkembang ini, gelar masih menjadi syarat utama untuk memperoleh pekerjaan. Jutaan pelajar bersaing untuk bisa masuk kuliah di perguruan tinggi negeri di indonesia. Yogyakarta salah satunya. Julukan kota pelajar hangat melekat dengan banyaknya universitas di kota ini. Tak heran mahasiswa dari sabang sampai merauke begitu antusias menimba ilmu dikota gudeg tersebut. Universitas Negeri Yogyakarta yang dulu dikenal dengan IKIP yogyakarta disanalah kami menuntut ilmu. Dengan fasilitas yang memadai, fakultas ilmu keolahragaan menjadi tujuan kami. Dari banyaknya universitas di yogyakarta hanya uny lah yang memiliki program studi PJKR. Yaitu mencetak mahasiswa untuk menjadi guru pjok yang berkualitas tentunya.

Tahun 2003 menjadi tahun awal kami kuliah. Begitu banyaknya peminat program studi PJKR pada saat itu membuat kami harus ditempatkan di kelas jauh. Kampus wates, kulon progo. Sebuah kota kabupaten yang mungkin belum begitu ramai seramai jogja. Tidak sedikit pula mahasiswa yang indekos disana, ada juga yang rela pulang pergi jogja-wates. Akses yang mudah dan ramai, membuat mereka bersemangat menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit dari jogja. Program studi PJKR memang identik dengan kuliah di lapangan. Kuliah praktik di lapangan lebih dominan daripada di teori di dalam kelas. Maka orang olahraga sering juga mendapat julukan orang lapangan. Terkadang untuk mengikuti satu mata kuliah praktik bisa sampai sore dilapangan disertai rasa capek dan lelah. Tak jarang mahasiswa yang jauh tempat tinggalnya sering menginap di kos temannya untuk mengejar kuliah esok hari agar tidak terlalu capek dan terlambat kuliah. Mungkin dengan hal kecil ini menjadi sebuah moment terbentuk rasa persaudaraan disaat berjuang menuntut ilmu. Namanya juga mahasiswa, pelajar yang bisa jalan-jalan dan bergaya di tanggal muda. Banyak keluhan di tanggal tua. Lambatnya uang kiriman orang tua sering menjadi masalah keuangan bagi sebagaian kami. Disitulah kami saling bahu-membahu membantu kawan.

“mengko nek wes entuk kiriman lagi tak sarutang ya ndes” celetuk muksin dengan bahasa batang yang khas. Sudah menjadi kebiasaan dan kami pun saling tahu, kalau bukan kita siapa lagi yang membantu. Begitulah keaadannya, mungkin karena banyak dari kami berasal dari luar daerah, lampung, batang, brebes, pekalongan, banjar negara, wonosobo, palembang, sulawesi, medan, purwodadi, blora, jambi, indramayu, klaten bahkan papua. Keanekaragaman ini yang membuat menarik tentunya pada saat kumpul bersama. Sampai ketemu jodoh pun ada disini.

Menjadi mahasiswa olahraga memang harus aktif dan bisa bersosialisasi. Tak jarang kita bermain bola bareng dari satu kota ke kota lain bila libur semester atau akhir pekan tiba. Suka duka di perjalanan menjadi memori saat muda, modal cerita di hari tua. Ratusan kilometer sudah kami tempuh, mulai dari bawang, purwodadi, hingga purworejo belum lagi daerah terdekat di jogja. Dengan di bantu media social sampai sekarangpun masih terjaga rasa persaudaraan itu. Hampir sepuluh tahun lalu dan usia kami pun tak lagi muda. Saatnya kita mengais rejeki untuk keluarga. Kita bisa sama satu perjuangan, tapi yang namanya nasib, rezeki, jodoh , maut tidak ada yang tahu. Yang ada hanyalah bagaimana kita mengisi kehidupan ini dengan rasa syukur dan penuh perjuangan. Tetap semangat teman-teman PJKR 03, semoga sukses, persahabatan dan persaudaraan kita jaga selalu…

salam…