Pagi ini, saat kumandi, tiba-tiba terlintas kata menyembul. Entah mengapa, kata ini mengikutiku terus. Seperti bara yang menempel pada api. Ibarat pantai yang tak mau lepas dari lautan. Capek tau. 😢

Bayangkan dari jam 5 pagi tadi, hingga pukul 2 siang. Si menyembul ini menggelitiki pikiranku terus. Umpamanya dia berupa perempuan, pastilah cantik, tinggi, putih, dan langsing. Selain itu, tentu saja punya senyuman yang manis dengan tatapan penuh manja. Siapa sih lelaki yang tak tergoda? 😜

Mau kubertanya pada sebuah kamus. Ah, tapi aku malu. Masak gitu aja, harus tanya? Namun jika begini terus rasanya. Kutakkan bisa apa-apa. Mau makan keingat dia. Mau tidur ke ingat dia. Mau nyangkul ke ingat dia. Eh, nggak ding, gue kan bukan petani. 🤭

Apa yang harus kulakukan? Marah, berteriak, menangis, atau apa? Please, bantu gue dong! 🙏

Kalau sikapku ini, dianggap lebay. Biarlah. Karena aku memang begini adanya. Tak perlu kututupi dengan topeng atau bedak setebal 5 senti. Mending begini, jujur apa adanya. Bukankah jujur membuat kita jadi bahagia? 😚

Ah, sudahlah. Jangan kau ikut-ikut pula terjun ke dalam kerunyaman si menyembul ini. Biarlah aku saja. Sebab ini berat. Kau takkan kuat. Pundakmu sudah terlalu letih dibebani dunia. Pikiranmu sudah terlalu kalut dibebani kebutuhan yang menyesakkan. 😩

Maafkan aku. Karena harimu habis ditelan oleh curhatku. Curhat yang sungguh gak mutu. Beda, jika curhatku macam kaitan tentang bagaimana menjaga keberadaban bangsa. Tentu aku takkan minta maaf. Malah akan marah, bila kau berdiam saja. Berbuat "dungu" di depan gadget, dari pagi sampai pagi lagi. 😤

Bojonegoro, 4 Agustus 2018