Ikhlas atau Membalas
Ikhlas atau Membalas
Balas budi seringkali kita dengar sejak zaman dahulu. Biasanya diungkapkan ketika seseorang mendapatkan kebaikan dari orang lain. Artinya, seseorang yang telah banyak membantu, menolong, memudahkan dan membuat orang lain berhasil dengan izinNya, dikatakan sebagai budi baik.
Dengan demikian budi baik adalah tindakan baik yang diberikan atau dilakukan pada orang lain. Sehingga orang tersebut merasa terbantu. Maka, biasanya orang yang merasa dibantu itu akan mengatakan memiliki hutang budi. Bisa juga mengatakan belum bisa atau tidak dapat membalas budi baiknya.
Namun, membalas budi, tidak sama dengan membalas dengan satu diksi. Jelas, membalas budi, berarti membalas kebaikan. Tapi, jika hanya yang diucapkan, dituliskan atau secara implisit muncul maksud membalas, maka konotasinya bisa negatif. Secara semantik dapat bermakna atau bernuansa negatif. Misalnya, kata membalas dikaitkan dengan balas dendam, melakukan tindakan yang sama atau lebih yang menyakitkan, berkata-kata jelek dengan maksud membalas. Bahkan, tanpa bicara, dapat melakukan balasan. Dengan maksud untuk mengimbangi perbuatan atau tindakan seseorang dengan tindakannya sendiri.
Sebagai contoh, jika ada seseorang yang tidak suka pada kucing, biasanya akan diguyoni dengan kucing. Dan orang itu, akan marah atau bisa jadi kecewa terhadap tindakan temannya. Nah, jika ia tahu orang itu tidak menyukai binatang cecak, maka suatu ketika ia akan membalas dengan mempermainkannya dengan cecak. Tujuannya, biar impas.
Nah, pada konteks ini, orang tersebut sebenarnya belum ada etiket baik. Sebab, masih membalas perlakuan temannya. Sebaliknya, temannya belum menghargai juga.
Biasanya, jika sudah merasa membalas, ia akan merasa puas. Bahkan merasa senang. Menari di atas penderitaan orang lain. Bisa jadi begitu.
Hal lain sebagai contoh. Misalnya, si A sedang kasmaran dengan B. Suatu waktu si A merasa dirinya tidak dihargai atau dikecewakan. Kedapatan si B dalam medsosnya ada postingan dirinya dengan si C. Meski postingan itu tidak dilakukannya, atau di tag orang, maka si A akan marah. Bisa juga merasa cemburu. Kadang tanpa konfirmasi dan klarifikasi, ia dengan amarah juga memosting yang lebih dahsyat dengan si D. Tujuannya bisa jadi memang membalas si B, atau membuat puas diri, atau agar si B makin panas dingin, atau membuat si B agar berderai. Beragam. Bergantung niatnya.
Nah, dalam konteks membalas, memang ada konotasi yang beragam. Bisa saja berkonotasi sesuai dengan niatnya atau justru relevan dengan pandangan orang lain.
Nah, sebaiknya ikhlas jika mengalami hal demikian. Jadilah pribadi yang kuat. Janganlah membalas, apalagi sesuatu itu tidak benar. Ikhlas adalah kerja hati tertinggi dengan niat karena ilahi. Sungguh.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lebih baik istigfar dari pada menuruti hati yang panas ya kan pak?
Inggih Bu...terima kasih atensinya