Alfahri

Memulai karir, sebagai guru Sekolah Dasar Negeri Jorong Koto Kecamatan Teluk Kabung Kodya Padang di akhir tahun 1981, Setelah diwisuda sebagai mahasiswa di...

Selengkapnya
Navigasi Web

Banyak Cara Berdakwah Dalam Hidup (sambungan kemaren)

Dengan kata lain melaksanakan tugas dakwah, bukan hanya tugas dan tanggung jawab orang-orang tertentu saja, bukan hanya kewajiban para ulama dan muballigh saja, dakwah adalah kewajiban atas setiap individu muslim dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Adapun para ulama dengn keilmuan yang dimiliki bertugas menyampaikan dan menjelaskan secara rinci tentang hukum-hukum dan permasalahan seputar agama. Jadi, Setiap pribadi muslim yang telah baligh dan berakal, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban untuk mengemban tugas dakwah. Setiap individu dari umat Islam dianggap sebagai penyambung tugas Rasulullah Saw untuk menyampaikan dakwah. Berdakwah adalah tugas mulia dalam pandangan Allah Swt, sehingga dengan dakwah tersebut Allah menyematkan predikat khoiru ummah (sebaik-baik umat) kepada umat Muhammad Saw.

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imran 110)

Di dalam ayat ini terkandung dua hal; pertama, mulianya umat Islam adalah dengan dakwah. Kedua, tegak dan eksisnya umat Islam adalah dengan menjalankan konsep amar ma’ruf nahi munkar.

Dakwah itu dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik lisan maupun tulisan, Menulis dan jadi penulis itu adalah kerja dakwah (ad-dakwah bil al-qalam), menulis adalah cara terbaik untuk menorehkan kenangan kebaikan yang tak pernah lekang oleh zaman tidak lapuk oleh hujan kehidupan, bahkan ketika si penulis sudah meninggal sekalipun. “Hidup adalah sketsa sejarah,” begitu pendapat seorang ahli yang pernah saya baca, dalam sebuah buku, “jika kita tidak menuliskan sejarah kita sendiri, dengan cara berkarya atau menulis, maka orang sesudah kita, tidak akan pernah tahu bahwa kita pernah hidup,” lanjutnya. Barangkali ini sebuah fakta yang sulit kita membantahnya. Hipotesa ini, tanpa melalui penelitian pun, sangat mudah dijelaskan dan dibuktikan kesahihannya, lihatlah! betapa banyak manusia yang hidup di muka bumi ini, hanya sedikit dari mereka yang dikenang oleh orang-orang sesudahnya. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang mengabdi sepanjang sejarah adalah orang yang mampu membuat sejarah bagi dirinya dan bagi zamannya. Oleh karena itu, jika hidup kita ingin selalu dikenang oleh orang lain, maka buatlah sejarah bagi diri kita sendiri, yakni dengan meninggalkan hasil karya selama kita hidup, terutama berupa buku-buku.

Memulai membiasakan menulis tidak perlu berorientasi agar mampu menerbitkan buku-buku islami atau segala macamnya. Menulis adalah tentang kemauan untuk berbagi kisah dan ia memiliki makna yang luas. Memulai menulis dengan membuat caption sederhana untuk postingan instagram atau dengan membuat status dakwah di laman media sosial kita, adalah cara sederhana untuk bisa menebar kebaikan kepada siapa saja tanpa terkecuali. Rutinitas inilah, jika terus kita ‘amalkan’ akan memberikan manfaat baik. Jadi berdakwah itu tidak hanya seperti pemahaman sebahagian orang yang hanya dilakukan di atas mimbar saja, tidak hanya dilakukan di masjid dan di mushalla saja, atau di pondok-pondek pasentren saja, tapi bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja dan oleh siapa saja, dia tidak terikat dengan waktu dan tempat. Dan berdakwah itu tidak harus jadi ustadz, menjadi guru, ulama dan dosen di ruang-ruang kelas, tapi bisa dilakukan melalui jalan lain, jalan yang berbeda, jalan lain itu, jalan pena, jalan menulis, jalan seperti ulama-ulama masa lalu juga, mengajar, menulis, melahirkan buku-buku tuntunan untuk menjalankan syariat Islam dalam hidup.

Jalan dakwah, amar ma’ruf nahyi munkar yang diwajibkan Allah Swt. Pada QS an-Nahal (16): 125;

Artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Dan QS Ali Imran (3):104 itu,

Artinya : "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung."

Dan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda:

Artinya : "Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu rubahlah dengan hatinya dan ini adalah iman yang paling lemah"

Kedua ayat serta hadis ini, pada prinsipnya menjelaskan bahwa setiap umat Islam, meskipun tidak naik mimbar, tidak berbicara di podium, tidak menjadi seorang orator ulung, ia adalah da’i, mubaligh, penceramah, ulama dan ustadz, sepanjang tangan kuasa yang dimiliki menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Pada prinsipnya setiap kita diminta berdakwa dengan cara kita, hobby kita, dan tentunya sesuai dengan kemampuan yang kita punya.

Jadikan kegiatan berdakwah itu jalan hidup, ia bisa dilakukan dengan cara menulis salah satunya, tapi bukan hanya menulis, namun juga melibatkan membaca. Menulis dan membaca adalah pasangan yang tak bisa lepas. Membaca apa saja, menulis apa saja. Boleh, silahkan menulis apa yang dilihat, yang dirasakan, yang dikatakan orang, yang dikatakan sendiri, yang di dengar dan tentu saja apa yang dialami. Membaca dan menulis dia ibarat minyak wangi dan harumnya, menyatu, “bajalin bakulindan” seperti tubuh dan bayang-bayang. Dan dengan membaca banyak buku, artikel dan pikiran-pikiran orang lain tentu bisa membuat tulisan lebih berkualitas dan menarik. Dan ingat! Menulis bukan hanya panggilan profesi yang tak mudah dijalani, sekalipun kerja menulis itu bisa dilakukan siapa saja.

Semuanya butuh latihan yang sungguh-sungguh, kemauan dan kerja keras, serta sedapatnya jadikan bagian dari kebutuhan dasar hidup. Menulis, semua kita nyaris tahu dan paham, bahkan sangat paham, bahwa ia kerja mulia, semulia kerja dakwah bagi mereka yang senantiasa berada di atas podium sana. Menyangkut soal membaca, bahwa pemahaman membaca itu, bisa jadi membaca dua model ayat Allah, yang terucap berupa ayat-ayat pernyataan yang terdapat dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an dan yang tercipta berupa ayat-ayat kenyataan, seperti alam ciptaan Tuhan Sangmahakuasa atas segalanya, bukan hanya membaca secara leterlek. Sebab tidak semua orang bisa membaca huruf, angka, baik yang tersusun dalam kata kalimat maupun berdiri tunggal.

Semua maklum tanpa membaca seseorang tidak akan bisa memahami apa pun yang sedang dan akan dikerjakannya. Karena begitu sangat pentingnya kegiatan membaca, Gua Hira yang sempit itu, meski “bisu” ia adalah saksi sejarah yang agung dan dahsyat itu, disini sejarah pentingnya membaca itu bagi umat ini bermula, di gua ini, 14 abad yang lalu, disini ditempat ini, berawal perintah membaca itu, yang dimulai dengan turunnya wahyu pertama yang disampaikan oleh Malaikat Jibril. Kata perintah membaca, yakni “bacalah” merupakan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw di bulan Ramadhan itu, ketika Rasulullah sedang tafakur di Gua Hira dekat Makkah. Dari bukit batu yang tidak berpenghuni ini, yang berlokasi di wilayah Hijaz, sejarah besar dan hebat itu dimulai, yakni dengan dilantiknya Rasulullah menjadi Nabi, Allah sendiri yang melantiknya. Jadi ajaran Islam dimulai dari celah batu yang sempit ini, namun jangkauannya adalah untuk seluruh alam yang luas ini. Rahmatal lil’alamiin. Puncak bukit Jabal Nur ini mirip dengan punuk unta, dengan luas sekitar 5 km². Berjarak sekitar 6 km dari Mekah al- Mukarramah, letaknya di Jabal Nur. Sebuah bukit batu yang tingginya 281 meter, dengan panjang pendakian 645 meter. Diceritakan “titah” membaca itu dijawab oleh Nabi sampai lima kali dengan jawaban, “Aku tidak bisa membaca.” Namun, Malaikat Jibril tetap memintanya bahwa dia harus membaca.

Apa yang harus aku baca?” Tanya Rasulullah. “Bacalah” demikian jawaban Malaikat Jibril. “Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1-5).

Seperti penulis telah singgung di atas bahwa perintah pertama “membaca” ini kalau dicermati dan dimaknai lebih dalam, nampaknya tidak berdiri sendiri. Ada pasangannya juga, tidak dapat dipisah dan diabaikan apalagi ditiadakan sama sekali, bahkan dia lebih dari seumpama tubuh dan jiwa, menyatu.

“Nun, wal-qalami wamaa yasthuruun “…Demi Pena dan apa yang mereka tuliskan”.(Q.S. Al-Qalam (67): 1)

Menurut para ulama ” Wal qalam” adalah sumpah pertama Tuhan dalam Al-Qur’an yang turun tidak lama setelah lima ayat pertama, “Iqra’ bismi rabbikal- ladzii khalaq. Khalaqal-insaana min ‘alaq. Iqra’ warabbukal-akram. Alladzii ‘allama bil-qalam. ‘Allamal-insaana maa lam ya’lam.

Seorang ahli tafsir ketika menafsirkan ayat pertama surah al-Qalam tersebut, mengutip riwayat hadis dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qalam (pena), kemudian Allah berkata kepadanya, Tulislah! Pena pun menjawab, Wahai Tuhan apa yang harus aku tulis. Allah menjawab, tulislah qadar(ketentuan). Maka, sejak saat itu berlakulah ketentuan-ketentuan Allah hingga hari kiamat.

Menurut Ibn Katsir, kata “wa al-Qalami”, secara lahiriyah berarti demi pena yang digunakan untuk menulis. Seperti firman Allah pada Q.S. Al-‘Alaq: 4, “Dia yang mengajarkan dengan qalam (pena)” Penggunaan “kalam” atau pena, alat yang sangat berharga membuat kita mengetahui “apa yang tidak kita ketahui sebelumnya,” mengisyaratkan perintah membaca tidak terpisahkan dari menulis. Karena itu, membaca dan menulis dua hal penting dalam membangun peradaban sejak jaman nabi.

Ada ulama yang berpendapat bahwa al-Qalam bermakna pena tertentu, seperti pena yang digunakan oleh para malaikat untuk menulis takdir baik dan buruk manusia, serta segala kejadian yang tercatat dalam Lauh Mahfuz, atau pena yang digunakan oleh para sahabat untuk menuliskan Al-Qur’an, dan pena yang digunakan untuk menuliskan amal baik dan amal buruk yang dilakukan manusia.

Jadi betapa pentingnya kegiatan menulis dalam Islam, sampai lahir sumpah pena. Sebagaimana kita ketahui pena sebagai alat tulis telah digunakan oleh Allah Swt untuk bersumpah di dalam Al-Qur’an.

Hal ini menandakan betapa pena dan tulisan memiliki keutamaan di hadapan Allah Swt. seorang sufi dari Bani Kubrawi menjelaskan bahwa “nun” adalah “bak tinta”. Sedangkan “qalam” adalah “pena” yang merupakan substansi pertama. Nun sebagai bak tinta adalah tempat menyimpan tinta, merupakan kelengkapan pena untuk menulis.

Senada dengan itu ulama yang lain menafsirkan, sebagai bentuk mengagungkan aktivitas menulis yang merupakan salah satu alat mendapatkan ilmu pengetahuan. Begitu pula seorang pakar fikih menafsirkan sumpah ini adalah bagian dari pemuliaan, dan pengagungan dan penghormatan bagi pena sebagai alat tulis.

M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah memaknai al-Qalam dengan pena serta alat tulis apa pun termasuk komputer. Pemaknaan seperti ini, menurut penulis lebih tepat karena sejalan dengan kata perintah iqra’ (bacalah).

Kita semua pun mafhum bahwa ketika Allah bersumpah dengan sesuatu, maka tentu ada pesan yang bukan hanya biasa tapi malah sangat luar biasa yang ingin disampaikan melalui ‘sesuatu’ yang dijadikan sumpah tersebut. Demikian halnya ketika Allah Swt. bersumpah dengan qalam (pena).

Para ulama tafsir mengungkapkan bahwa sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah adalah sesuatu yang mulia, bernilai dan bermakna dalam. Dalam hal ini, ketika Allah bersumpah dengan qalam, maka sesungguhnya, menurut mayoritas ulama tafsir, Allah ingin menunjukkan kepada kita semua betapa pentingnya qalam (pena) dalam kehidupan kita.

Dengan pena, sebagai alat tulis, ilmu pengetahuan di jagad raya ini bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia, yakni dengan ditulis, dibukukan dan diterbitkan dan diedarkan. Dengan pena pula para ilmuwan menuliskan, mengabadikan karya-karya besar mereka, yang pada gilirannya menghadirkan pencerahan dan pencerdasan bagi masyarakat luas.

Tak terbayangkan jika di dunia ini tidak ada pena atau alat tulis lainnya sejenis bernama pena itu. Atau tanpa ada pena sebagai alat tulis, bagaimana kita akan merealisasikan uncapan, saran, nasehat anjuran atau perintah Ali bin Abi Thalib r.a, yang sangat mashur itu. katanya, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya,” dan ucapan akan hilang, dengan apa mau diikat dan bagaimana kita akan mengingatnya sedang tali pengikatnya benar dalam hal ini pena itu betul yang tidak ada. Pepatah latin dari Yunani juga mengatakan, scripta manent, verba volant. Tulisan akan abadi, sedangkan ucapan akan hilang. Pepatah ini mendorong kita untuk menuliskan ilmu, disamping bertujuan biar bisa dikenang, juga sebagai sumber ilmu bagi generasi selanjutnya.

Nyaris dapat dipastikan semua ilmu pengetahuan yang pernah ada di muka bumi ini, akan sirna ditelan zaman. Karena, begitu seorang ilmuwan meninggal, tidak ada lagi ilmu yang bisa disampaikan. Hal ini disebabkan karena ilmu yang dimilikinya tidak diabadikan melalui karya-karya tulis mereka. Sedangkan dicatat dengan rapi, dibukukan ilmu itu dengan indah, masih saja banyak orang abai dan tak keberatan untuk membacanya, apa lagi yang tak tertulis dan ditulis sama sekali.

Jadi, maka semakin jelaslah, semakin terang benderanglah betapa pentingnya peran atau manfaat pena dan sejenisnya dalam kehidupan ini. Proses pencerdasan dan pencerahan umat manusia tidak bisa dijauhkan apa lagi dipisahkan dari peran pena yang digunakan oleh para ulama untuk menghasilkan karya-karya besar mereka. Beragam ilmu pengetahuan dari masa ke masa masih terekam jelas melalui karya-karya bersejarah tersebut, hingga saat ini masih terus dikaji oleh para ilmuwan. Ada jalinan erat antar ilmuwan dari generasi ke generasi. Semua itu bisa terjadi karena adanya peran qalam dalam proses transformasi pengetahuan. Maka dari itu kita dituntut untuk arif dan mengarifi hidup ini serta bijak, bukan hanya bijasana tapi juga bijaksini dengan pesan-pesan agama ini, bahwa benda-benda keduniaan lainnya, boleh saja tidak kita miliki, tidak kita usahakan mendapatkannya dengan matian-matian, sehingga melalaikan kita beribadah, tapi benda yang satu ini, jangan sampai kita lupa dan abai untuk tidak milikinya yakni pena, bukan hanya sekedar memilikinya saja, tapi jangan lupa memanfaatkannya untuk menulis ilmu yang kita, dengar, kita terima dari guru-guru kita.

Saat ini, sesuai dengan perkembangan zaman, tafsir atas qalam bisa berkembang lebih luas, tidak kaku, menyesuaikan dengan keadaan zaman, namun tetap dalam koridor, bingkai dan pengertian serta subtansi yang dimaksud oleh QS, Al-Qalam (68): ayat 1. Namun demikian, kalau kita cermati, tafsir ini malah semakin memudahkan pemahaman kita akan maksud dari ayat ini. Tafsir itu bisa berupa gadget, hand phone, smart phone, laptop, serta apa saja perangkat yang bisa menjadi sarana atau wasilah kita menebar dan menyebarkan pengetahuan yang kita miliki. Lebih-lebih, saat ini kita dimajakan dengan adanya media sosial seperti facebook, twitter, WhatsApp (WA), Instagram (IG) dan yang lainnya. Adalah naif bahkan akan terkesan sedikit “sombong” bila produk kemajuan teknologi yang datang dari Barat bahkan juga dari Asia ini, jika kita tidak memanfaatkan semua wasilah dan perangkat tersebut untuk menebar dan menabur benih-benih kebaikan berupa pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki. Padahal dengan berbagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman, kita akan semakin dilimpahi kebaikan dan keberkahan oleh Allah Swt., karena ada manfaat yang diperoleh orang lain atas apa yang kita bagikan.

Marjohan (2010) dalam bukunya, “Generasi Masa Depan,” menjelaskan, bahwa menulis adalah aktifitas yang sulit bagi sebagian orang, ada yang mengatakan tidak punya waktu untuk menulis ada yang berselindung dibalik alasan dari kata “tapi”. Saya ingin menulis tapi sibuk, padahal kalau dihitung sibuk, yang namanya hidup, ya pastilah sibuk, semua orang juga punya aktifitas berjibun sibuknya, saya ingin menulis tapi anak sering mengganggu, saya ingin “tapi”, dan masih ada belasan alasan di balik kata “tapi”. Terlepas dari semua itu, sebenarnya kemampuan menulis itu ternyata adalah sebuah keterampilan. Khairul Jasmi (seorang penulis produktif) dalam sebuah pelatihan, menjelaskan dan menamsilkan “Menulis itu seperti emak-emak bawa motor. Mulai saja, jangan takut, kalau salah urusan nanti, setelah selesai dikoreksi. Jangan hentikan menulis sampai semua pointer-pointer jadi tulisan,” Jika masih kesulitan untuk menulis, Khairul Jasmi memberikan solusinya dengan cara menceritakan kembali seperti peristiwa kecelakaan yang pernah dilihat. Atau dengan membuat satu alinea, yang tidak ada kata yang sama. Jika ditemukan, cari padanannya. Tulislah dengan bahasa sederhana, bahasa sehari-hari, yang tahap awal cukup dengan kalimat-kalimat pendek dulu. Atau bisa juga dengan cara yang lain, menuliskan perjalanan wisata. Semua orang bisa menjadi penulis asal dia banyak berlatih dan menyenangi aktifitas menulis. Menulis bisa mendatangkan manfaat. Menulis bisa berbagi ide dan opini dengan pembaca, bisa memperoleh honor dan sangat membantu bagi guru untuk memperoleh skor portofolio untuk sertifikasi guru. Penulis artikel bisa mengembangkan diri menjadi penulis buku dan memperoleh royalty pada akhir tahun, walau tidak seberapa, yang penting berkah dan ada rasa kepuasan. Atau setidaknya menulis sebagai solusi untuk mengatasi salah satu ciri kuat dari manusia yakni lupa, maka menulis adalah alat bantu untuk tidak lupa. Semoga!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, mantap bener ulasannya. Makasih, Pak

01 Aug
Balas

Makasih atas atensinya ibu Ernasari... salam ya bu.

02 Aug

Ulasan yang bermanfaat dan hebat...sehat dan sukses selalu pak

30 Jul
Balas

Maksih atas atensi, support dan doanya ya bu Oria..

31 Jul

Ya Alloh sungguh keren ulasannya.. Sangat bermanfaat

30 Jul
Balas

Ibu Sri..maksh atas support dan dan atensinya ya Bu Sri,,salam literasi dari Sumbar Bu Sri

31 Jul

Alhamdulillah ulasan yang sangat menenangkan. Salam hormat pak...

01 Aug
Balas

Makasih atas kunjungan dan supportnya Bu Nursaniah...

01 Aug
Balas



search

New Post