Al Hilal

Al Hilal (Biasa dipanggil Hilal) Alumi Pendidikan Tinggi Kader Ulama (PTKU) MUI Provinsi Sumatera Utara. Alumni STAIS Medan Sekarang, Menjadi Guru Bahasa Ind...

Selengkapnya
Navigasi Web
EDUKASI SEKSUAL PADA ANAK (PERSFEKTIF HUKUM ISLAM)
Sex Education

EDUKASI SEKSUAL PADA ANAK (PERSFEKTIF HUKUM ISLAM)

5 PILAR EDUKASI SEKSUAL PADA ANAK

Oleh : Al Hilal Siagian

Sejak mampu berpikir dan mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, anak perlu diberi pengetahuan-pengetahuan tentang seks yang sesuai dengan usianya dan diajari hukum-hukum fikih, terutama etika-etika pendidikan seks yang dibutuhkannya, seperti dilatih bagaimana cara istinja’, bagaimana cara menyucikan pakaian dari najis, dan mencuci noda darah pada badan atau pakaiannya ketika akan salat atau melakukan kegiatan lainnya.

Di bawah ini akan penulis terangkan lima pilar edukasi yang perlu diterapkan dalam mendidik anak yang berhubungan dengan seksualnya.

1. Meminta Izin (Isti’dzan)

Syariat Islam menekankan etika meminta izin sejak usia kanak-kanak. Dalam hal ini Islam menunjukan dua fase dalam aplikasinya sebagai pengamalan prinsip gradual dalam pendidikan seks bagi anak. Fase pertama, Islam menoleransi anak yang belum baligh, terutama yang mumayiz, memasuki kamar orang lain, termasuk kamar kedua orang tuanya, kecuali pada tiga waktu, yaitu sebelum salat Subuh, ketika melepas lelah pada siang hari dan setelah salat Isya. Etika ini masih merupakan hubungan alamiah di antara orang tua dan anak mereka yang belum baligh. Namun, keadaan itu berubah dengan masuknya anak ke dalam usia baligh, taklif syariat, dan keharusan melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Kertika itu fase isti’dzan memasuki fase yang lain, yaitu bahwa orang yang sudah baligh tidak boleh memasuki kamar orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu pada setiap waktu.

Hal ini sejalan dengan firman Allah yang tertera di dalam surah An-Nûr ayat 59, yang berbunyi: dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S. An-Nûr: 59).

2. Menahan Pandangan dan Menutup Aurat

Masalah ini meliputi dua butir penting, yaitu menutup aurat bagi kedua orang tua dari anak mereka, khususnya ibu, dan jenis pakaian serta pengaruhnya terhadap perkembangan psikologis anak. Berkaitan dengan masalah pertama, dapat dikatakan bahwa anak yang sudah mencapai usia baligh dan mukallaf wajib menutup aurat dari pandangan anak yang mumayiz, sebagaimana ia juga diharamkan untuk memandang aurat anak yang mumayiz atau menyentuhnya dengan dorongan syahwat.

3. Menjauhkan Anak dari Aktivitas Seksual

Orang tua mesti menjauhkan anak dari melihat aktivitas seksual di antara suami- istri karena bahayanya yang besar terhadap perkembangan seksualnya. Oleh karena itu, aktivitas seksual di antara orang tua hendaklah dilakukan di dalam tempat yang rahasia dan tersembunyi. Orang tua mesti selalu mengkontrol perkembangan kondisi seks si anak. Karena dikhawatirkan terjadi penyimpangan seks yang dilakukannya, terlebih ketika anak memiliki tempat privasi sendiri seperti kamar tidur dan ruang belajar. Seorang anak bisa saja memutar film porno di dalam kamarnya, bisa melalui DVD player, komputer atau malah alat komunikasi seperti handphone.

Pada bagian ini, peran penting orang tua harus selalu mengawasi perkembangan si anak setiap saat. Baik itu cara pergaulan dengan teman-temannya, maupun bahan bacaan yang ada di kamarnya. Karena mengingat permasalahan seks ini adalah masalah yang tersembunyi, jarang sekali seorang anak mau berbagi kisah (curhat) seputar permasalahan seks kepada orang tuanya. Apalagi sekarang zaman sudah canggih, dengan gampang seorang anak bertanya pada jaringan internet. Pada bagian ini pula orangtua mesti mengawasi penggunaan teknologi internet pada anak, karena internet itu sendiri bag pisau bermata dua. Satu sisi dapat memberikan manfaat, di sisi lain dapat memberikan mudhorat.

4. Pemisahan Tempat Tidur Anak

Melalui pemisahan ini, anak-anak jauh dari kamar kedua orang tua dan diasingkan dari tenpat yang di dalamnya dilakukan aktivitas seksual. Selain itu, pemisahan anak laki-laki dari anak perempuan, di mana masing-masing jenis memiliki kamar tersendiri, menghindarkan anak-anak dari sentuhan badan yang dapat menyebabkan rangsangan seksual yang berbahaya.

Berbagai macam fakta menyebutkan bahwa, tindakan penyimpangan seks terkadang tidak hanya dilakukan karena adanya niat dari para pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan pada waktu yang pas, sehingga terjadilah penyimpangan seks tersebut. Sehingga tak heran lagi, jika kondisi remaja kita saat ini terutama dalam penyimpangan seks, mendapat sorotan di publik.

Penulis sendiri pernah membaca surat kabar yang menerangkan bahwa pada tahun 2010 Sumatera Utara berhasil mengalahkan JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi) dalam hal seks bebas. Angka itu berkisar antara 60-61%. Bahkan beberapa orang di antaranya melakukan aborsi, karena hamil di luar nikah.

5. Mengamati Kematangan Seksual Dini

Kematangan seksual secara dini yang terjadi pada anak laki-laki dan anak perempuan sebelum mencapai usia baligh menurut ukuran normal bisa saja terjadi. Pengawasan itu artinya pemahaman terhadap kasus kematangan seksual dini dan faktor-faktor yang menyebabkannya serta mengenali perubahan-perubahan yang menyertainya. Ini semua menuntut pendidik agar segera melakukan persiapan seksual bagi anak laki-laki dan anak perempuan mumayiz untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin muncul akibat terjadinya kematangan seksual secara dini.

Disinilah peran penting orang tua dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak. Dengan membekalinya dengan pengetahuan agama yang memadai, serta megajarkan kepadanya tentang akibat yang ditimbulkan seks bebas tersebut terhadap dirinya sendiri. Terlebih sekarang ini begitu banyak alat-alat yang dapat memantau aktivitas si anak di dalam ruang privasinya seperti CCTV misalnya.

Islam mengakui bahwa naluri untuk berhubungan antara lawan jenis merupakan watak dasar manusia. Tetapi Islam memberikan aturan dan rambu-rambu agar pemahaman dan keinginan itu tidak dipahami dan disalurkan secara negatif dan serampangan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam seksualitas, mayoritas masyarakat kita memandangnya bukanlah prioritas penting dalam memberi suatu pembelajaran. Bahkan tidak sedikit yang menganggap seks itu negatif, kotor, jorok, dan hal-hal yang berkonotasi buruk, hal ini disebabkan karena adanya “miss-information” terhadap seks.

Imam Al-Ghazali pernah mengungkapkan sebuah kalimat hikmah di dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin, “... Ketahuilah, sesungguhnya metode pendidikan anak merupakan sesuatu yang paling penting dan wajib. Anak adalah amanah bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang paling berharga. Bila dibiasakan dan diajarkan kebaikan, maka ia akan tumbuh di atasnya, dan akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya bila dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan seperti binatang maka ia akan sengsara dan binasa. Fa’tabiru ya ulil abshar

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post