Ali Mustahib Elyas

Lahir di Pati Jawa Tengah pada 1967. Pendidikan dasar hingga menegah atas (Ibtidaiyah-Aliyah) ditempuh di satu madrasah yang sama. Sejak 1985 tinggal di Jakarta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru Maunya Bicara dan Bukan Mendengar

Guru Maunya Bicara dan Bukan Mendengar

Sudah sering kita dengar guru yang sukanya marah-marah kepada siswa-siswinya. Alasan kemarahnya banyak sekali. Ada yang beralasan karena siswanya gak paham-paham tentang penjelasannya, malas belajar, gak suka membaca, gaduh di kelas maupun di tempat ibadah, gak ngerjain tugas yang diberikan, terlambat masuk, buang sampah sembarangan, makan-minum di kelas, gak pakai seragam dengan lengkap, dan berbagai alasan lainnya. Sekilas alasan marahnya sang guru kepada para siswanya tampak bagus dan benar. Tapi tunggu dulu, apa iya kemarahan guru itu tulus demi kebaikan para siswanya? Ternyata gak sepenuhnya benar dan nyambung dengan tujuan pembelajaran. Ya! nyatanya para guru itu juga melakukan hal yang sama seperti para siswanya. Coba kita lihat satu demi satu kedelapan alasan di atas pada diri guru. Setiap kali habis mengikuti diklat, seminar, workshop dan lain-lain. guru tidak menunjukkan adanya perkembangan pemahaman secara lebih baik akan tugas-tugasnya. Adanya malah ngegerutu, "Ah itu cuma teori", "Narasumber itu cuma bisa omong dan belum tentu bisa ngajar di kelas". Tidak banyak guru yang memanfaatkan tunjangan profesinya sebagai guru yang sudah bersertifikat untuk membeli buku. Padahal koleksi buku merupakan bukti paling minimal bahwa guru itu mau belajar dan rajin membaca. Kalaupun ada yang beli buku penunjang tugasnya, biasanya guru buru-buru minta ganti kepada pihak sekolah. Guru sering ngobrol sendiri, bahkan terdengar gaduh setiap mengikuti rapat, seminar, workshop, bahkan ketika mengikuti acara "pembinaan" pejabat dari kemendikbud maupun kemenag. Sampai-sampai ada pejabat yang terpaksa harus menegur dengan tegas karena para guru itu berkali-kali bikin gaduh di tengah-tengah acara. Apalagi kalau ada salah seorang di antara mereka yang mencoba aktif bertanya/mengkritisi materi ceramah narasumber, mereka bisa ramai-ramai menyorakinya. Yah...begitulah. Kalau sekelas pejabat di kementerian yang bicara saja mereka merasa gak perlu dengar, apalagi kalau yang bicara itu temannya sendiri. Pasti akan terdengar suara ketawa-ketiwi dan, "Huuuu.....huuu..." berkali-kali. Ada juga sih, guru yang duduk tenang. Tapi biasanya asyik sendiri dengan smartphone-nya.

Cara pandang para guru soal prestasi siswa hingga detik ini juga masih terlalu sempit karena sukanya cuma mau lihat prestasi akademik. Sehebat apapun para siswanya main futsal, tetap gak dianggap kalau nilai pelajarannya jeblok, sejago apapun para siswa bermain bola tetap bisa dikomentari gurunya begini, "Hebat anak-anak itu. Sayang! nilai pelajarannya gak ada yang bagus". Maka lihatlah aksi para siswa yang sekarang telah menjadi anggota tim nasional sepak bola wahai Bapak/Ibu guru yang terhormat. Mungkin di antara mereka dulu adalah siswa yang terlanjur dianggap bandel, malas, bahkan bodoh. Tapi sekarang mereka sudah menunjukkan kejeniusannya dalam bermain bola. Ya! bukankah ini termasuk dari 9 jenis kecerdasan seperti yang dikemukan Howard Gardner? Gardner bilang itu namanya kecerdasan kinestetik, kan? Sementara untuk mencapai kecerdasan ini mereka juga telah mengerahkan kecerdasan adversity-nya seperti kata Paul G. Stoltz. Dan lihat! Ketika berhasil mencetak gol, mereka menadahkan kedua tangan (berdoa) dan bersujud di lapangan. Suatu ekspresi rasa syukur yang oleh Gardner dibingkai sebagai kecerdasan eksistensial (istilah Gardner untuk menyebut kecerdasan spiritual). Lalu, tergolong kecerdasan apa yang dimiliki para guru kalau mereka suka melarang siswanya gaduh tapi mereka juga tukang gaduh, mereka cuma menuntut siswanya agar mau dengar penjelasannya sementara mereka gak pernah mau dengar apa maunya siswa? Bahkan tidak mau dengar dengan banyak hal yang sebetulnya mereka butuhkan demi menambah “amunisi”nya sebagai guru?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap terimakasih ilmunya pak

26 Dec
Balas



search

New Post