Para pemikir brilian di muka bumi ini tidak berhenti bertanya, karena pertanyaan-pertanyaan merupakan cara terbaik untuk mendapatkan wawasan-wawasan besar dan mengembangkan solusi-solusi yang inovatif. Namun mengapa sedikit orang yang melakukannya? Padahal dalam budaya indonesia kita lazim mendengar pepatah yang berbunyi: “Malu bertanya sesat di jalan”. Kalimat tersebut sebenarnya mengandung makna tersirat bahwa jika kita tidak mau bertanya atau enggan bertanya, yah sudah kita tidak akan tahu apa-apa, bahkan mungkin akan “ketinggalan kereta”.

Anak-anak belajar dengan pertanyaan, para siswa belajar dengan pertanyaan, para inovator pun belajar dengan cara bertanya, karena bertanya adalah cara yang paling mudah untuk belajar. So, jangan tidak mau untuk melakukannya. Seorang CEO Google, Eric Schmidt, berkata: “We run this company on questions, not answers.” Melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan kepada diri kita ataupun orang lain, maka kita akan membuka jendela dunia. Semua jawaban akan terpapar di kepala dan hadapan diri kita cepat atau lambat. Jadi prinsip yang harus dipegang adalah dengan bertanya kamu akan tahu banyak hal.

Dalam agama pun kita telah diajarkan kisah inspiratif Nabi Ibrahim yang kritis bertanya pada dirinya sendiri tentang keberadaan Tuhan dan cerita Nabi Musa yang bertanya berulang-ulang kepada Nabi Khidir dengan penuh rasa ingin yang tinggi. Hal itu menandakan bahwa bertanya adalah kunci pembuka pengetahuan yang harus selalu kita lakukan kapanpun dan dimanapun. Tak lebih dan tak kurang tujuannya untuk mengangkat eksistensi kita sebagai makhluk yang dibekali akal. Isaac Newton bertanya, "Mengapa apel jatuh dari pohon?" Dan, "Mengapa bulan tidak jatuh ke Bumi?" Charles Darwin bertanya, "Mengapa pulau-pulau Galapagos memiliki begitu banyak spesies yang tidak ditemukan di tempat lain?" Albert Einstein bertanya, "Akan seperti apa jagat raya jika saya mengendarainya melalui seberkas cahaya?" Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar semacam ini mereka dapat memulai proses yang mengarah pada terobosan luar biasa mereka.

Bertanya sebenarnya bukan hanya untuk mencari tahu akan suatu hal, tapi juga bisa untuk melakukan penegasan. Misalnya, saat seseorang sedang berbicara bahasa Inggris dan dalam percakapannya ia menggunakan question tags, seperti Do you? dan Don’t you? Maksud ia bertanya demikian hanyalah berupa penegasan kalimat yang ia utarakan sebelumnya. Begitu pula saat Allah Subhanahuwata’ala mengatakan kepada semua ruh seperti yang tertera dalam surah Al-A’raf ayat 127 dalam Alquranul karim yang berbunyi: “alastu birobbikum, qaalu bala syahidnaa” (Bukankah Aku ini Tuhan kalian?, semua menjawa iya, betul (Engkau Tuhan kami). Itulah pertanyaan Allah ta’ala kepada tiap manusia saat di alam arwah sebelum kita dilahirkan kedunia ini untuk menegaskan janji kata penghambaan kepada sang Kholiq. Yang mana DR. Nurkholis Madjid menyebutnya dengan perjanjian primordial antara Allah dan manusia.

Dengan demikian, bertanya, apapun tujuannya, baik untuk mencari tahu ataupun menegaskan sesuatu maka yang paling utama kita sematkan di hati adalah niat yang baik. Niat untuk bertanya karena memang kita tidak tahu dan ingin tahu atau ingin benar-benar menegaskan sesuatu, bukan bertanya karena ingin dikenal orang, memojokkan orang, apalagi menjatuhkan orang lain.

Wahai para sahabatku guru-guru semua. Berilah kesempatan kepada para anak didikmu untuk selalu siap bertanya, atau pancinglah diri mereka agar senang bertanya, dan dan pujilah mereka karena berani bertanya. Dengan biasa dan bangga bertanya mereka akan membuka jendela dunia untuk diri mereka demi menyonsong masa depan gemilang.

Pangkalpinang, 04 Februari 2019