(Terukir asa pada sebuah nama; Doa)

Siang itu kantor kelurahan desa Kedungsuko terasa heboh. Gara-garanya, seorang warga bernama Jian Raisin, protes karena tidak tercatat dalam daftar calon pemilih di Pilkada bulan depan. Menurut petugas pencatat pemutaakhiran data, nama Jian-Raisin tidak terlihat oleh kaca mata berlensa lup yang digunakannya. Parahnya, dia bukan mengapresiasi, tapi malah mengusulkan untuk berganti nama dengan yang lebih komersial, katanya.

Mendengar aduan istrinya, Two-kyo menggelegak darah mudanya. Dia sudah pasang kuda-kuda untuk melabrak petugas yang menurutnya telah melecehkan nama pemberian mertuanya, namun istrinya itu justru melarang. Istrinya beranggapan bahwa namanya memang sudah out-of-date sehingga harus diganti, agar tidak menjadi bahan olokan rekan kerjanya. Sudah lama dia menginginkannya, namun tak berani mengungkapkan. Inilah waktu yang tepat, dia ingin mengubah namanya dengan yang lebih nonjok dan ‘berarti’.

Semua persiapan telah dilakukan, dari memasak ‘jenang abang’ sampai mengumpulkan berkas untuk dibawa ke kantor catatan sipil. Dengan tekad bulat, nama yang sudah disandang selama tiga dasawarsa itu, akan diubah dengan yang lebih ‘bermakna’. Setelah semua siap, dia mengundang pak RW untuk memimpin upacara pengubahan nama itu. Sebelum upacara dimulai, pak RW disodori secarik kertas berisi tulisan nama baru itu. Dengan tenang namun tegas, pak RW berkata, “Dengan ini saya umumken, nama Jian-Raisin diganti dengan Jian-thenan.” Hadirinpun pada berbisik, “Huhh!...., sebelas duabelas dengan yang lama.”

Grobogan, 18 Juli 2020

#Pentigraf (14)

#tantangangurumenulis_18_gurusiana.id

By: Mistersun