~Kuraih citra ujung pengabdian; Hamba~

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Two-kyo pria penyuka thengleng kambing Balibu (bawah lima bulan) itu, kembali ikut berkurban. Rasa syukur kepada Allah itu, ia tunjukkan dengan berkurban seekor sapi besar berharga puluhan juta rupiah. Uang sebesar itu ia dapat dari ketekunannya beternak jangkrik yang kini sudah beromzet ratusan juta rupiah. Semua itu ia lakukan semata-mata ingin mengambil 'ibroh' untuk menghilangkan sifat binatang yang ada pada dirinya.

Karena tidak expert mengelola daging kurban, dia serahkan sapi itu ke panitia tujuh belasan kampung Kedungsuko. Masalahnya menjadi semakin rumit, mana mungkin pelaksanaan kurban dilaksanakan di luar hari tasyrik, dan dagingnya digunakan untuk konsumsi peserta lomba bakiak beregu yang note bene pesertanya para pegawai yang seharusnya mampu berkurban. Menyadari kekeliruannya, Two-kyo mengarahkan mesin combi pengangkut hewan kurban itu ke panitia Ta’mir Masjid setempat.

Entah karena apa, namanya tidak tercantum dalam manifes 'penerbang' jamiyah hadlroh masjid, bahkan tidak tercatat juga sebagai pengurban tahun ini. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Walhasil, distribusi daging kurban tidak dapat menjangkau rumah Two-kyo. Karena penasaran, Jian-thenar yang sudah persiapan arang dan 2.5 lusin tusuk sate, menginterogasi suaminya, mengapa dia tidak mendapat jatah daging kurban. Mendapat pertanyaan yang bertubi-tubi itu, Two-kyo menjawab sebisanya, “Saya hanya kurban perasaan, istriku.”

Grobogan, 29 Juli 2020

#Pentigraf (24)

#tantangangurumenulis_29_gurusiana.id

By: Mistersun