"Hand.. Sebenarnya aku enggan menghubungimu lagi. Bahkan aku begitu enggan bila harus berkomunikasi denganmu. Meski hanya melalui dunia maya"

Murni meletakkan novel karangan Tere Liye yang di berada dalam pangkuanku. Sebelum ditutup diberi tanda terlebih dahulu. Agar memudahkannya untuk membaca lagi di kedepannya.

Murni mendesah. Terdengar helaan berat dari suaranya. Murni melanjutkan berbicara pada dirinya sendiri

"Sebenarnya aku ingin dan sungguh berhasrat melihat setiap perkembanganmu melalui akun sosmed mu. Tp aku takut. Bila kulakukan aku tak akan mampu melupakanmu".

"Tetapi, kini berbeda. Hand, ada apa denganmu? Kau memblokir kontak WAku. Tak engkau balas sms ku. Tak engkau baca pesan messengerku. Bahkan, kini, aku tak mampu untuk sekedar mengakses perkembangan akun fb mu. Hand, ceritakan padaku. Hal apa yang membuatmu terluka? Hingga aku akan memperbaikinya".

Murni membuka kembali buku yang ada di pangkuannya. Membaca sekilas dan terhenti kembali.

" Hand. Malam itu engkau pernah menitipkan hal yg kusebut cinta digenggamanku, bukan?. Engkau mengizinkanku untuk melepas cinta itu. Dan mengizinkanku untuk mengambilnya kembali kapanpun aku suka. Masih ingatkah engkau akan hal itu? Hand. Sungguh apa yang engkau lakukan ini membuatku tak berdaya"

"Hand, mari kita berteman. Pertemanan seperti apakah yang engkau inginkan? Aku akan menurutinya. Mari kita kaitkan jari kelingking kita. Ikatan seperti apa yang engkau inginkan. Aku menurutinya. Dan peraturan seperti apa yang engkau inginkan. Akupun akan mengikutinya".

"Hand. Jangan berdiam"